Oleh: Endang Setyowati
Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) kembali terjadi di beberapa daerah Indonesia. Seperti yang dilansir dari tirto.id (4/9/2023) Tim pengawas dan Polisi Hutan Balai Gakkum KLHK Wilayah Kalimantan, telah melakukan penyegelan empat lokasi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Kalimantan Barat, yaitu lokasi di area PT. MTI Unit 1 Jelai (1.151 Ha), PT. CG (267 Ha), PT. SUM (168,2 Ha), dan PT. FWL (121,24 Ha).
Hal ini dilakukan untuk menghentikan meluasnya karhutla. Tim Gakkum KLHK terus memonitor secara intensif lokasi-lokasi yang terindikasi adanya titik api melalui data hotspot. Direktur Jenderal Gakkum KLHK, Rasio Ridho Sani mengatakan, sudah memerintahkan seluruh kantor Balai Gakkum baik di Sumatera maupun Kalimantan untuk terus memonitor serta melakukan verifikasi lapangan dan penyelidikan atas terjadinya karhutla pada areal konsesi perusahaan maupun lokasi yang dikuasai oleh Masyarakat.
Disamping melakukan penyegelan terhadap 4 areal konsesi perusahaan yang terjadi kebakaran, juga dilakukan pemasangan papan larangan kegiatan dan garis PPLH, satu perusahaan dilakukan proses penyelidikan/pulbaket dan satu perusahaan telah direkomendasikan untuk diberikan sanksi administrasi paksaan pemerintah melalui kepala daerah.
Kejadian karhutla lagi-lagi terjadi, seperti lagu lama dan dinyanyikan setiap kali musim kemarau. El Nino memang berpengaruh, namun melihat terulangnya kasus karhutla selama beberapa tahun, menunjukkan mitigasi belum berjalan baik, optimal dan antisipasi. Selain itu ada pula faktor yang mempengaruhi karhutla yaitu perusakan dan pembakaran hutan dengan sengaja untuk pembukaan lahan dan juga pengalihan fungsi lahan.
Akibat adanya karhutla ini, beberapa kota di Indonesia bahkan di negara tetangga diselimuti asap mengakibatkan kerugian dan menyebabkan meningkatnya kasus infeksi saluran pernafasan akut (ISPA). Dengan terus terulangnya kasus karhutla ini, harusnya pemerintah mempunyai solusi ketika hal ini terjadi.
Salah satu sebab adanya karhutla berulang ini adalah adanya ekploitasi hutan secara besar-besaran yang bermula dari diterbitkannya UU 5/1967 tentang Ketentuan Pokok-Pokok Kehutanan. Sejak adanya UU ini berlaku, penguasa dan pengusaha menjadi penentu dalam izin pengelolaan hutan.
Maka dari ijin adanya konsensi hutan inilah yang mengakibatkan karhutla terus terulang. Pada awalnya, UU tersebut diperuntukkan agar hutan, memiliki peran memutar roda perekonomian. Sehingga pemerintah mengakomodasi segala usaha pengolahan hasil hutan dengan pemberian konsesi hak pemanfaatan hutan, hak pemungutan hasil hutan hingga konsesi hutan tanaman industri.
Alih fungsi lahan dengan jalan pembukaan lahan gambut hingga deforestasi merupakan konsekuensi dari penerapan sistem saat ini, yaitu kapitalisme. Dalam sistem kapitalisme negara hanya sebagai regulator saja. Sehingga negara merealisasi ekploitasi dan pemanfaatan hutan melalui UU tersebut.
Yang mana akhirnya merusak lingkungan dan masyarakat luas terkena imbasnya. Betapapun negara telah berusaha untuk melawan karhutla ini, nyatanya karhutla masih terus terjadi. Karena solusi saat ini adalah solusi tambal sulam yang artinya selama memakai sistem kapitalis saat ini, karhutla akan terus terjadi.
Maka ketika Islam diterapkan, akan menghasilkan solusi yang tuntas dan akan bisa menyelesaikan kasus karhutla yang sering terjadi saat ini. Karena di dalam Islam hutan merupakan kepemilikan umum yang tidak boleh dikuasai oleh individu maupun swasta asing dan aseng.
Seperti sabda Rasulullah saw:
"Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api". (HR. Abu Dawud dan Ahmad).
Sehingga kepemilikan umum ini akan dikelola oleh negara dan hasilnya akan diberikan kepada rakyat untuk memanfaatkannya. Maka negara akan memberikan edukasi bahwa menjaga alam dan ekosistem adalah kewajiban bagi seluruh kaum Muslim. Dan negara akan selalu melakukan kontrol serta pengawasan kepada setiap aktivitas yang bertujuan untuk memanfaatkan hasil hutan.
Negara pun akan mengembangkan kemajuan iptek di bidang kehutanan agar mengelola hutan dan lahan dapat dioptimalkan, tanpa mengganggu serta merusak ekosistem. Tatkala ada yang membuat kerusakan hutan, maka negara akan memberikan sanksi yang tegas sehingga akan membuat para pelaku akan jera dan akhirnya tidak akan melakukan kesalahan yang sama.
Maka sudah seharusnya negara menghentikan kasus karhutla ini dengan menerapkan Islam secara kaffah. Dan sudah semestinya negara menjadi raa'in yaitu menjadi pelindung bagi rakyat akan berbagai bahaya yang mengancam diantaranya melalui kebijakan yang komprehensif dan solutif serta efektif. Sehingga akan memberikan kemaslahatan bagi seluruh makhluk di bumi.
Wallahu a'lam bishshawab.[]