Oleh: Sri Ummu Sakha
Teknologi makin berkembang pelaku usaha bisnis banyak peluang mendapatkan keuntungan melalui kecanggihan teknologi dan aplikasi seperti TikTok dan Shopee, memperebutkan potensi pasar shoppertainment termasuk live streaming di Indonesia US$ 27 miliar atau sekitar Rp 405 triliun pada 2025.
Keduanya juga gencar memberikan diskon atau ‘bakar uang’. Shopee gencar memberikan promosi selama periode kampanye 7.7. Bahkan rutin menyediakan diskon 50% hingga Rp 30.000 untuk pembelian barang di Shopee Live mulai pukul 20.00 WIB. Berikut 10 toko teratas yang mencatatkan transaksi terbanyak selama periode diskon 7.7 di Shopee Live: TokoPapaRaffi, The Originote, Skintific, Maybelline Indonesia, Somethinc, Vivo, Wings, Unilever Indonesia, Scarlett, dan Inthebox.
TokoPapaRaffi dengan duta merek Raffi Ahmad menjadi favorit pengguna dan total transaksi atau pesanan hingga tujuh miliar. Banyak streamer dan penjual lain yang memanfaatkan Shopee Live di puncak kampanye 7.7 dan merasakan respons luar biasa hingga dapat meningkatkan penjualan harian lebih dari 50 kali lipat dibandingkan tahun lalu.
Shopee Pilihan Utama Brand Lokal, tapi TikTok Makin Dilirik Riset: Transaksi Shopee Hampir 11 Kali Lipat. TikTok Shop Head of Marketing Growth Shopee Indonesia Monica Vionna mengatakan, fitur live shopping mendapatkan respons positif dari para pelaku usaha dalam memanfaatkan Shopee Live sebagai wadah pemasaran dan penjualan yang bisa meningkatkan performa bisnis. Oleh karena itu, Monica menyatakan Shopee berkomitmen untuk terus memajukan industri live streaming di Indonesia dengan menghadirkan berbagai inovasi dan inisiatif yang memberikan manfaat bagi seluruh ekosistem Shopee.
Banyak streamer dan penjual lain yang memanfaatkan Shopee Live di puncak kampanye 7.7 dan merasakan respons luar biasa hingga dapat meningkatkan penjualan harian lebih dari 50 kali lipat dibandingkan tahun lalu.
Namun disayangkan Pemerintah berencana melarang Tiktok sebagai media jual beli karena dianggap merugikan UMKM. TikTok Shop diklaim membunuh UMKM tanah air karena produk-produk yang dijajakannya sangat murah. Oleh karena itu, barang jualan pedagang asli Indonesia di toko offline maupun marketplace lain kalah saing.
Bahkan, barang yang dijual pedagang di TikTok Shop dituding hasil perdagangan lintas batas alias cross border. Jika benar, banjir barang impor tersebut berarti langsung ditawarkan kepada pembeli tanpa melalui proses importasi yang semestinya.
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengatakan ada 21 juta UMKM lokal yang sudah terjun ke marketplace. Namun, pedagang lokal tetap kalah saing dengan banjir barang impor.
Teten menyebut algoritma TikTok bisa membaca kebiasaan penggunanya. Pada akhirnya, media sosial China itu berbuah data yang digunakan untuk menggambarkan keinginan konsumen di Indonesia. "Sehingga dia bisa memberikan informasi kepada produsen UMKM di China yang mau masuk ke Indonesia, sehingga ini suatu ancaman. Karena itu ancaman bagi UMKM. Kita sudah perdagangan bebas, tapi saya kira setiap negara juga perlu melindungi UMKM, jangan sampai kalah bersaing," jelasnya.
Faktanya sebagian besar merasakan keuntungannya. Namun di sisi lain banyak barang impor yang masuk dengan harga yang sangat murah. Sehingga merugikan UMKM tanah air. Dengan demikian negara harus mengidentifikasi dengan tepat persoalan yang terjadi di lapangan sebelum membuat kebijakan/solusi yang tepat. Apalagi saat ini sedang digencarkan transformasi digital, termasuk rencana digitalisasi UMKM, sehingga dibutuhkan adanya pendampingan literasi digital. Maka TikTok sebagai media jual beli tidaklah menjadi masalah, sebab pada kenyataannya banyak pelaku UMKM yang merasa diuntungkan dengan adanya aplikasi ini.
Transformasi Digital dan Literasi Digital
Dalam era transformasi digital, literasi digital menjadi kunci penting untuk kesuksesan UMKM. Banyak UMKM yang belum siap menghadapi perubahan ini, dan pendampingan serta pelatihan dalam hal literasi digital menjadi sangat relevan. Pemerintah perlu memberikan dukungan yang memadai bagi para pelaku UMKM agar mereka dapat memanfaatkan teknologi dengan efektif, sehingga mereka tidak hanya bertahan, tetapi juga berkembang dalam lingkungan bisnis yang semakin terdigitalisasi.
Zaman banyak produk - produk teknologi yang memudahkan kehidupan manusia. Salah satunya dalam bidang ekonomi, manusia dimudahkan untuk melakukan transaksi jual beli pada platform - platform seperti TikTok yang sedang ngetrend saat ini. Namun, ditengah maraknya pedagang dan pembeli yang melakukan transaksi di aplikasi tersebut, pemerintah justru berencana melarang Tiktok sebagai media jual beli karena dianggap merugikan UMKM.
"Retailer asing tidak lagi diperbolehkan menjual produk langsung ke konsumen. Mereka harus melalui mekanisme impor reguler terlebih dahulu, baru bisa menjual produknya di pasar digital Indonesia. UMKM pasti kalah bersaing karena UMKM kita harus pusing soal izin edar, SNI, sertifikasi halal, dan lain sebagainya," ujar Menteri Teten Masduki dilansir dari Liputan6.com.
Rencana pemerintah untuk melarang TikTok sebagai platform jual beli ini telah menimbulkan beragam reaksi di kalangan masyarakat. Beberapa pihak mendukung langkah ini dengan alasan bahwa TikTok dianggap merugikan UMKM. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa banyak juga yang merasakan manfaat dari platform ini. Perdebatan ini semakin rumit dengan masuknya barang impor dengan harga yang sangat murah. Hal ini tampak kontradiktif dengan langkah pemerintah untuk melarang TikTok sebagai media jual beli jika yang menjadi akar permasalahannya adalah impor.
Kebijakan yang baik haruslah didasarkan pada pemahaman yang mendalam tentang masalah apa yang dihadapi. Ini sangat penting untuk mengidentifikasi dengan cermat persoalan yang terjadi di lapangan sebelum membuat kebijakan atau solusi yang tepat. Berencana melarang TikTok sebagai media jual beli bukanlah solusi yang tepat, terutama ketika negara tengah berupaya untuk mendorong transformasi digital, termasuk rencana digitalisasi UMKM.
Dalam konteks ini, Dibutuhkan pendekatan yang komprehensif, termasuk pendampingan dan literasi digital bagi UMKM, agar mereka dapat beradaptasi dengan perubahan ini. "Kalau masalahnya ada di masuknya barang impor ilegal, ya sudah dibereskan itu saja. Jangan melarang orang jualan di TikTok, kamu juga UMKM yang merasakan manfaat jualan di TikTok," ujar Nayla (24) salah satu pedagang tanah abang dikutip dari tirto.id.
Namun permasalahannya pemerintahan dalam sistem kapitalisme sering membuat kebijakan yang labil dan rancu sehingga solusi dibuat tidaklah tepat. Lalu apakah solusi dalam pandangan Islam, teknologi dilihat sebagai sarana untuk memudahkan hidup manusia, selama tidak bertentangan dengan hukum syara'. Oleh karena itu, pelarangan TikTok sebagai platform jual beli perlu dianalisis dengan cermat apakah hal ini bertentangan dengan hukum syara' atau tidak.
Islam memberi ruang perkembangan teknologi untuk memudahkan hidup manusia, selama tidak bertentangan dengan hukum syara. Islam membiarkan perdagangan komoditas di luar kebutuhan dasar berjalan sesuai dengan mekanisme pasar sempurna. Keridhaan penjual dan pembeli adalah kunci dalam jual beli.
Dalam Islam, negara memberikan kebebasan bertransaksi jual beli dalam jenis apapun asalkan tidak keluar dari ketentuan hukum syara'. "Namun" negara akan membentuk tim untuk mengawasi, mengontrol dan termasuk memberi sanksi bagi pelanggaran jual beli jika terdapat kecurangan atau transaksi riba' juga termasuk mengatur masuknya perdagangan ilegal asing. Sehingga ketertiban, kenyamanan dan keamanan terjaga dan dijamin oleh negara. Karena sejatinya Islam tidak melarang menggunakan kecanggihan teknologi akan tetapi lebih tepatnya mengatur masyarakat agar mendapatkan kemaslahatan dari teknologi tersebut. Wallahua'lam Bisshawab.[]