HARGA BERAS MEROKET, DI MANA NEGARA?



 
 
Oleh : Irawati Tri Kurnia
(Aktivis Muslimah)
 
 
Harga beras mengalami lonjakan yang tajam di sejumlah wilayah Indonesia. Di Cimahi, harga beras paling mahal jatuh pada jenis premium yang kini naik ke kisaran Rp 14.500,- per kilo (www.priangan.tribunnews.com, Selasa 5 September 2023) (1). Sedangkan awalnya harga beras medium hanya Rp 11 ribu per kilogram dengan HET Rp 10.900, sedangkan saat ini harganya sudah naik menjadi Rp 13.500 per kilogram. Harga tersebut berada jauh di atas harga eceran tertinggi (HET). 
 
Mirisnya, kenaikan harga beras terjadi saat beberapa daerah mengalami musim panen, diantaranya Sumatera Utara,  Indramayu, dan juga beberapa kota lainnya. Yaitu Batang, Kebumen, dan Jember. Paling tidak ada empat penyebab kenaikan harga beras yang luar biasa tinggi tersebut. Mulai dari siklus panen, efek fenomena El-Nino, ekspektasi penurunan produksi, hingga kebijakan pembatasan seperti larangan ekspor beras non basmati oleh India. Meski faktor-faktor tersebut ada yang tidak berdampak langsung pada Indonesia, namun ternyata memicu sentimen yang mempengaruhi  pasar dalam negeri.
 
Badan Pangan PBB The United Nations Food Agency : Food and Agriculture Organization (FAO) sebelumnya menyampaikan harga beras naik dan mencapai level tertinggi dalam 12 tahun terakhir. Kondisi ini diprediksi bakal memicu lonjakan inflasi pangan di Asia. Harga beras makin mahal, masyarakat semakin sulit menjangkaunya. Kondisi ini menunjukkan ada kesalahan dalam tata kelola pertanian di negeri ini. Apalagi alasannya adalah siklus panen dan fenomena El-Nino, yang sebenarnya bisa diprediksi oleh para ahli dengan teknologi yang memadai. 
 
Harga beras yang masih dipengaruhi situasi ekonomi global, menunjukkan belum ada kemandirian dan kedaulatan pangan negeri ini. Padahal negeri kita ini dianugerahi oleh Allah SWT Sumber Daya Alam (SDA) yang sangat berlimpah   beraneka ragam komoditas pangannya. Ditambah lagi tanah subur yang membentang sangat luas, bahkan para pakar pertanian tersedia dengan jumlah sangat banyak. Namun seluruh potensi ini tidak mampu memandirikan Indonesia dalam pemenuhan pangan rakyatnya, termasuk beras. 
 
Semua persoalan ini sebenarnya tidak lepas dari paradigma sistem dan tata aturan pertanian yang diterapkan negeri ini, yang mengadopsi konsep kapitalisme neoliberal. Kapitalisme neoliberal menjadikan pangan hanya sekadar komoditas ekonomi semata, sehingga pengadaan pangan diukur dari sisi untung dan rugi. Apalagi dihadapkan pada kurangnya stok pangan, maka negara mengambil jalan pintas dengan mengimpor. Padahal kemandirian pangan, sejatinya adalah bagian dari kemandirian dan kedaulatan negara yang harus dijaga dan dipertahankan. Ketiadaan visi ini kemudian berjalan dengan minimnya fungsi negara, yaitu negara sebatas regulator dan fasilitator. Negara tidak hadir dalam pengaturan dan penguasaan rantai pangan di tengah masyarakat. Negara justru menyerahkan penguasaan pangan kepada korporasi-korporasi besar. Kemandulan dari fungsi negara inilah yang menyebabkan gurita korporasi terjadi di sektor pertanian. Mulai dari penguasaan lahan, penguasaan sarana dan prasarana produksi pertanian seperti pengadaan benih, pupuk dan seterusnya; yang berakibat pada sulitnya para petani mengakses berbagai sarana produksi tersebut dengan mudah dan murah. Bahkan di aspek distribusi pun, pengabaian negara telah berakibat pada merajalelanya  para mafia pangan, penimbunan, spekulan, dan para kartel pangan. Berbagai ketimpangan inilah yang menyebabkan para petani semakin tergusur, dan masyarakat sebagai konsumen semakin sulit untuk mendapatkan pangan dengan harga terjangkau dan berkualitas. Oleh karena itu harga pangan yang semakin dipengaruhi oleh situasi politik dan ekonomi internasional di negeri ini, tidak akan pernah tuntas jika paradigma pemerintah di dalam mengatur pertanian dan pangan menggunakan konsep kapitalisme neoliberal. 
 
Sebaliknya, yang bisa  membangun sektor pertanian dengan sungguh-sungguh dan serius, yang berujung pada kesejahteraan rakyat; adalah negara yang shahih. Negara yang kehadirannya tulus melayani rakyat, bertanggung jawab sepenuhnya terhadap hajat rakyat. Pemerintah seperti ini digambarkan oleh Rasulllah saw dalam hadis beliau :
“Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya” (HR Al-Bukhari). 
Dan negara yang bisa mengemban fungsi tersebut hanyalah negara Khilafah. 
 
Di dalam negeri, Khilafah berperan sebagai pelaksana Syariah Islam serta pengurus bagi urusan rakyatnya. Sementara keluar negeri, negara mengemban dakwah dan jihad. Dalam mengemban fungsi tersebut, meniscayakan negara Khilafah menjadi negara yang mandiri dan tidak bergantung pada siapa pun ataupun kepada negara lain dalam berbagai urusan-urusannya, termasuk pemenuhan pangan rakyatnya. Untuk itulah pemerintah di dalam Khilafah, akan serius untuk mengupayakan secara maksimal seluruh potensi yang dimiliki, supaya kebutuhan pangan bisa disediakan secara mandiri dan optimal.   
 
Langkah optimalisasi pengelolaan tanah pertanian, akan dilaksanakan Khilafah dengan berbagai kebijakan sesuai Syariat. Yaitu :
Pertama. Kebijakan di sektor hulu dengan meningkatkan produksi pertanian melalui intensifikasi dan ekstensifikasi. Intensifikasi ditempuh dengan jalan penggunaan sarana produksi pertanian yang lebih baik seperti bibit unggul, pupuk, dan obat-obatan yang diperlukan dalam rangka meningkatkan produktivitas pertanian. Semua diberikan dengan harga murah dan terjangkau, bahkan gratis bagi para petani beras. Dalam hal ini Khilafah akan memberikan dukungan dana dan fasilitas secara totalitas agar berkembangnya teknologi pertanian dan pangan, dengan memaksimalkan potensi para tenaga ahli pertanian. Dukungan dana tak terbatas akan didapat oleh Khilafah melalui mekanisme Baitul Mal yang didapat dari khumus (zakat harta temuan), fai dan ghanimah (harta rampasan perang), kharaj dan usyur (pungutan tanah), dan pemanfaatan aset umat berupa SDA yang melimpah seperti minyak bumi, gas, emas, perak, nikel, batubara, dan lain-lain.
Kedua. Khilafah akan menerapkan kebijakan pemberian subsidi untuk keperluan sarana produksi pertanian. Ekstensifikasi pertanian untuk meningkatkan luasan lahan pertanian yang diolah, sehingga meningkatkan produksi hasil pertanian termasuk beras.
Ketiga. Untuk mendukung intensifikasi dan ekstensifikasi tersebut, negara akan menerapkan kebijakan yang dapat mendukung terciptanya perluasan lahan pertanian tersebut. Diantaranya negara akan menjamin kepemilikan lahan pertanian yang diperoleh dengan jalan menghidupkan lahan mati (ihyaul mawat). Selain itu, negara juga memberikan tanah pertanian (iqtha’) yang dimiliki negara kepada siapa pun saja yang mampu mengolahnya. 
Keempat. Khilafah akan mengawasi distribusi pangan, termasuk beras; secara ketat. Sehingga beras akan sampai ke tangan rakyat dengan harga murah, bahkan bisa gratis jika kondisi rakyat masih jauh dari sejahtera. Bahkan jaminan sampainya beras ke tangan rakyat akan dipastikan Khilafah ke tiap individu rakyat. Sehingga tak ada satu pun individu yang terlewat untuk mendapatkan beras.
Kelima. Khilafah akan memberantas tuntas mafia beras dengan memberikan sanksi tegas pada pelaku penimbunan (ihtikar), penipuan keji (ghabn fahisy), dan kartel/mafia, dan pelaku tadlis (penipuan) dalam jual-beli. Akan ada Qadhi Hisbah (hakim) yang di akan disebar ke sejumlah pasar dan pusat perdagangan, sehingga segera ditindak dengan sidang di tempat jika ada pelaku pasar yang curang, sehingga kasus di atas tidak akan berlarut dan segera teratasi. Dalam berkeliling, para Qadhi Hisbah akan dibantu oleh sejumlah Syurthah (polisi). 
Keenam. Khilafah tidak akan melakukan pematokan harga beras, karena ini adalah tindak kezaliman bagi para pedagang. Jika ada kasus melonjaknya harga beras di wilayah tertentu, Khilafah akan memasok beras dari wilayah lain hingga harganya kembali normal.
 
Sungguh kemandirian pangan bukanlah hal utopis untuk diwujudkan dalam Khilafah. Karena telah terbukti selama 13 abad lamanya, Khilafah mampu menciptakan peradaban cemerlang tanpa tanding dan mampu menghadirkan kesejahteraan yang hakiki bagi rakyat yang dilayaninya.
 
Wallahu’alam Bishshawab
 
 
Catatan Kaki :
(1)      https://priangan.tribunnews.com/2023/09/05/harga-beras-di-pasar-tradisional-cimahi-melonjak-selain-imbas-kemarau-ternyata-karena-masalah-ini
 

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم