Pemberdayaan Perempuan Atas Nama Literasi Keuangan Syariah, Muslimah Muda Jangan Pakai Kacamata Pecah

 



Penulis: Nindira Aryudhani, S.Pi., M.Si.


PT Prudential Sharia Life Assurance (Prudential Syariah) melaksanakan penandatanganan nota kesepahaman kerja sama dengan Fatayat Nahdlatul Ulama (NU), organisasi perempuan muda di bawah naungan Nahdlatul Ulama (NU). Kemitraan Prudential Syariah dan Fatayat NU mencakup pelaksanaan program literasi dan inklusi keuangan syariah bagi jutaan perempuan muda anggota Fatayat NU serta program Community Investment yang meliputi edukasi kesehatan dan keselamatan yang diprioritaskan untuk perempuan Indonesia. (Kompas, 4-8-2023).


Demi Peran dan Pemberdayaan Perempuan? 


Presiden Direktur Prudential Syariah Omar S. Anwar mengatakan, perempuan memiliki peran penting dalam keluarga, terutama saat membuat keputusan strategis untuk mengembangkan pendidikan anak-anak yang berkarakter dan berakhlak, termasuk tentunya perihal finansial. Melalui kerja sama tersebut, Prudential Syariah berkomitmen untuk memberdayakan perempuan di Indonesia melalui beragam inisiatif untuk masa depan literasi dan inklusi keuangan syariah.


Omar menambahkan, kolaborasi dengan Fatayat NU ini merupakan manifestasi dari nilai tolong-menolong yang menjadi prinsip utama asuransi syariah. Untuk ke depannya, lanjut Omar, pihaknya akan membuka kolaborasi dengan berbagai pihak lainnya untuk dapat menjangkau lebih banyak lagi keluarga Indonesia dalam mendapatkan solusi perlindungan halal dan penuh berkah. 


Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum Fatayat Nahdlatul Ulama (NU) Margaret Aliyatul Maimunah mengatakan, Fatayat NU beranggotakan 10 juta perempuan muda berusia 25-45 tahun. Menurut Margaret, langkah ini dapat mendukung misi bersama dalam memberdayakan perempuan muda Indonesia, khususnya Sahabat Fatayat dalam meningkatkan pemahaman literasi dan inklusi keuangan syariah di Indonesia.


Tersesat dari Peran Sejati


Memang, hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2022 menunjukkan tingkat literasi keuangan perempuan meningkat sebesar 14% dari 2019, yakni menjadi 50,33%. Untuk Indonesia sendiri, kontribusi perempuan terhadap perekonomian juga sangat potensial, khususnya di sektor UMKM. Sebanyak 53,76% pemilik UMKM di Indonesia adalah perempuan dengan 97% karyawannya juga perempuan.


Hanya saja, jika kita kembali pada peran sejati perempuan sebagai para ibu maupun calon ibu, pemberdayaan ekonomi perempuan tampaknya akan memalingkan (baca: menyesatkan) mereka dari peran sejatinya tersebut. Tidak pelak, kaum perempuan akan lebih sibuk mengurusi bisnis daripada keluarga dan anak-anak, padahal posisi mereka sebagai para ibu sangat sentral dalam mendidik generasi.


Meski realitasnya, biasanya sebagian perempuan akan berkelit. Mereka tidak bersedia mengakui pengabaian peran sejati tersebut dengan alasan masih bisa membagi waktu. Akan tetapi, hal itu hanyalah sebagai wujud pembenaran terhadap pemberdayaan ekonomi yang mereka jalani.


Kacamata Pecah


Lebih ironis lagi jika kita menyadari bahwa kaum perempuan itu adalah para muslimah muda. Pemberdayaan ekonomi perempuan justru tidak ubahnya arah pandang kacamata pecah atas jalur nafkah. Pasalnya, pemberdayaan ekonomi perempuan versi kapitalisme saat ini malah bisa menggantikan posisinya dari tulang rusuk menjadi tulang punggung keluarga.


Tekanan hidup yang makin berat akibat cengkeraman kapitalisme, juga serangan gaya hidup liberal dan konsumtif, menjadikan muslimah muda merasa butuh bekerja/berbisnis untuk memenuhi tuntutan tersebut. Belum lagi mahalnya biaya hidup, pergulatan inflasi, hingga salahnya cara pandang terhadap jalur rizki secara matrealistik, membuat muslimah muda seolah hanya bisa berpikir dangkal bahwa demikianlah harga dunia ini.


Tidak pelak, beragam tawaran celah ekonomi -seperti asuransi kesehatan/jiwa/pendidikan, koperasi, pinjol, juga berbagai transaksi ribawi lainnya- acap kali mereka ambil dengan ringannya kendati harus melanggar batasan syar’i, alih-alih memperhatikan syariat kafah sebagai pedoman dalam beramal. Sebaliknya, kacamata pecah jelas membuat cara pandang terhadap kehidupan menjadi salah arah.


Sadarlah! 


Hal yang tidak kalah penting untuk kita tekankan di sini adalah perihal muamalah syar’i. Muslimah muda seharusnya melek dengan literasi keuangan berdasarkan Islam kafah, jangan asal ambil yang sekadar berlabel syariah. Asuransi sendiri -apa pun labelnya- adalah salah satu cara pengembangan harta yang Islam haramkan. Berdasarkan alasan ini saja, kerja sama keuangan dengan lembaga asuransi sudah semestinya tertolak. 


Tidak hanya itu, narasi literasi keuangan biasanya terkemas dengan teknologi modern. Artinya, dalam hal ini ada pelibatan peran digitalisasi. Namun sayangnya, teknologi keuangan semacam ini berada di bawah kendali sistem kapitalisme. Akibatnya, segala produk teknologi yang sifat asalnya boleh, seperti teknologi keuangan sekalipun, dalam naungan kapitalisme pasti menjadi alat penghancur dan penyesat manusia. Literasi keuangan syariah justru menjadi kesempatan bagi transaksi ribawi untuk makin mudah menyusupi transaksi-transaksi ekonomi riil dalam bentuk-bentuk yang makin samar dan tidak mudah disadari.


Alhasil, peluncuran literasi keuangan syariah jelas bukan diniatkan menuju perubahan ekonomi secara sistemis ideologis menjadi sistem ekonomi berideologi Islam, alih-alih demi ketaatan terhadap syariat Islam kafah. Tidak pelak, peran muslimah muda dalam literasi keuangan syariah versi kapitalisme pun sejatinya hanya ibarat sekrup pelaksana perputaran sesat roda ekonomi kapitalisme itu. Oleh karenanya, sadarlah wahai muslimah muda! 

Wallahualam bissawab. []

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم