NAIKNYA ANGGARAN KESEHATAN, CUKUPKAH?

 



Oleh : Irawati Tri Kurnia

(Aktivis Muslimah)


Pengumuman dari Pemerintah bahwa anggaran kesehatan dinaikkan, tentu membawa angin segar bagi seluruh masyarakat Indonesia yang sedang terhimpit beban ekonomi termasuk biaya berobat.


Untuk tahun 2024, Anggaran kesehatan direncanakan sebesar Rp 186,4 triliun atau sebesar 5,6% dari APBN. Jumlah ini meningkat 8,1% atau Rp 13,9 triliun, dibandingkan dengan anggaran pada tahun 2023 (www.sehatnegeriku.kemkes.go.id, Rabu 16 Agustus 2023).


Pemerintah menganggap dengan menaikkan anggaran kesehatan, berbagai problem kesehatan akan teratasi. Tapi jika diteliti lebih dalam, akar masalahnya bukan sebatas besar anggaran; tapi lebih ke problem sudut pandang. Yaitu sudut pandang sekuler kapitalisme yaitu “Anggaran Berbasis Kinerja”, sebagai unsur politik kekuasaan kapitalisme Good governance/ Reinventing Government yang telah disepakati penggunaannnya oleh pemerintah bersama DPR.


Esensi “Anggaran Berbasis Kinerja” adalah efektivitas dalam makna perhitungan bisnis atau untung rugi, bukan demi pelayanan kesehatan masyarakat. Apalagi ini lebih ditekankan pada upaya kuratif (pengobatan) berwujud pelayanan kesehatan yang lebih ke arah “Industrialisasi Kesehatan”, semata demi kepentingan bisnis. Masalah preventif (pencegahan problem kesehatan/penyakit) tidak tersentuh. Hal ini terlihat saat instansi kesehatan pemerintah ketika dikelola sebagai Badan Layanan Umum (BLU), dan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD), seiring adanya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Di sisi lain, kualitas pelayanan kesehatan pun memburuk. Terbukti dengan bermunculan kasus pelayanan BPJS dengan perlakuan buruk, muncul kasus bayi tertukar, khusus pelayanan kesehatan BPJS Kesehatan dan perlakukan buruk yang harus diterima, dan lain-lain.  


Sedangkan upaya kuratif dan preventif yang telah dilakukan pemerintah berefek semu, alias tidak ada pengaruh secara signifikan.  Hanya fokus pada preventif klinis. Misalnya berupa program nasional imunisasi vaksin rotavirus tetes pada balita, untuk pencegahan diare yang 45% disebabkan infeksi rotavirus dan 9,8% diare berujung kematian (suara surabaya media, Kamis 24 Agustus 2023) (2). Padahal maraknya balita menderita diare karena tidak mendapat ASI eksklusif karena para ibu sibuk bekerja karena himpitan ekonomi karena faktor kemiskinan. Sehingga harusnya upaya preventif yang totalitas adalah dengan perbaikan kualitas gizi masyarakat secara menyeluruh untuk atasi maraknya diare, termasuk stunting dan obesitas anak. Faktanya hal ini masih belum bisa diwujudkan pemerintah karena meningkatnya kemiskinan.


Berbeda dengan pengaturan Islam yang memiliki konsep anggaran mutlak berbasis pengelolaan kekayaan negara yang sesuai Syariah. Karena pengaturan Syariah dalam pengadaan dana bagi kebutuhan kesehatan rakyat, menjadi sesuatu yang mutlak untuk dipenuhi. Ini karena sudah menjadi tanggung jawab negara, yaitu Khilafah, untuk mewujudkannya. Karena kesehatan termasuk kebutuhan  mendasar rakyat yang wajib dipenuhi Khilafah; selain sandang, pangan, papan, pendidikan dan keamanan.


Politik kesehatan Khilafah berprinsip pada pelayanan kesehatan masyarakat secara totalitas. Dengan prinsip ini, fasilitas pelayanan kesehatan milik Khilafah hanya akan dikelola dengan prinsip sosial tanpa pungutan biaya sepeserpun. Sehingga tidak dibutuhan BPJS yang justru mengeksploitasi rakyat dengan menarik pungutan premi yang mencekik rakyat. Pelayanan kesehatan pun akan diberikan Khilafah dengan kualitas terbaik, tanpa ada diskriminasi seperti ala sekuler kapitalisme dengan adanya kelas-kelas. Prinsip pelayanan pada rakyat oleh negara dalam Islam, termasuk penyelenggaraan pelayanan kesehatan, yakni, sederhana dalam aturan, cepat dalam pelaksanaan dan dilakukan oleh personal yang kapabel. Termasuk menjamin peran perempuan sebagai ibu (dengan memberikan pelayanan kesehatan terbaik pada para ibu), sehingga terpenuhilah hak ASI pada anak.


Paradigma penganggaran kas negara dalam Islam melalui Baitul Mal yang tak terbatas melalui pemaksimalan pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) yang melimpah, tidak saja menjamin tercapainya jumlah yang memadai, tetapi juga meniscayakan terawatnya kesehatan publik sepanjang hayatnya. Realisasi Syariat dalam pelayanan hajat hidup publik ini mengharuskan negara hadir, yaitu Khilafah sebagai pelaksana syariah kaffah.


Hanya Khilafah yang mampu mewujudkan pelayanan kesehatan pada rakyat secara maksimal dan berkualitas pada rakyat. Karena ini wujud realisasi perintah Allah, di mana Syariat manakala diterapkan secara sempurna, maka akan ada berkah yang tercurah dari langit dan bumi. Dan ini terbukti dalam catatan sejarah, bahwa Khilafah mampu membangun peradaban cemerlang selama 13 abad lamanya, menjadi mercusuar dunia tanpa tanding.

Wallahu’alam Bishshawab.[]



Catatan Kaki :


(1) http://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilis-media/20230816/0643661/anggaran-kesehatan-2024-ditetapkan-sebesar-5-6-dari-apbn-naik-8-1-dibanding-2023/

(2) https://www.instagram.com/p/CwO5B1Jvppe/?igshid=MTc4MmM1YmI2Ng==

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم