Mitigasi Kekeringan Minimal, Kehidupan Masyarakat Fatal

 



Oleh: Vie Dihardjo (Pemerhati Sosial)


Informasi tentang potensi terjadinya bencana kekeringan telah disampaikan oleh Badan Metereologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) sejak Juni 2019 di sebagian besar Jawa, Bali dan Nusa Tenggara dengan kriteria panjang hingga ekstrim. Bencana kekeringan disebabkan oleh fenomena El Nino, yaitu terjadi pemanasan suhu muka laut (SML) diatas suhu normalnya yang terjadi di Samudera Pasifik tengah hingga timur. Pemanasan SML memicu tumbuhnya awan di Samudera Pasifik tengah dan mengurangi curah hujan di wilayah Indonesia.


Dilansir dari Badan Metereologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprediksi bahwa Indonesia akan mengalami kekeringan panjang dimulai Maret 2023. Puncaknya 32 Provinsi dari 34 Provinsi akan mengalami puncak kekeringan di bulan Agustus 2023. Indikasi kekeringan dapat diukur dari intensitas hujan dibawah 100 mm perbulan. Direktur Jenderal Sumberdaya Air Kementerian Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat (PUPR) Jarot Widyoko menyampaikan pada bulan Maret 2023 kekeringan akan terjadi di 4 Provinsi, pada bulan April 2023 meningkat 8 Provinsi, pada bulan Mei 2023, 19 Provinsi, pada bulan Juni 2023, 21 Provinsi, Juli 2023, 29 Provinsi dan puncak kekeringan pada bulan Agustus 2023 (www.liputan6.com)


Dampak Kekeringan 

1. Sumber air bersih berkurang

Air adalah kebutuhan utama manusia. Jika sumber air bersih berkurang maka akan mempengaruhi konsumsi air pada manusia. Jika konsumsi air berkurang maka akan menyebabkan dehidrasi yang membahayakan kesehatan manusia. Dehidrasi yang parah bisa menyebabkan kematian. 

Juga kegiatan sehari-hari manusia yang sangat membutuhkan air bersih juga akan tergangggu. 

2. Selain air, tanaman adalah sumber kehidupan yang penting bagi manusia. Berkurangnya air bersih akan menyebabkan banyak tanaman mati, panen gagal. Jika panen gagal akan mempengaruhi kehidupan manusia terutama sumber makanan pokok, seperti beras,jagung, dan sebagainya.

3. Meningkatnya Polusi. Dampak ketika banyak tanaman mati, maka polusi merajalela. Karena tidak ada tanaman yang menjadi agen untuk memproses karbondioksida menjadi oksigen bagi manusia.


Mitigasi Bencana Kekeringan 


Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi resiko bencana. Hal ini muat dalam Undang-Undang (UU) No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan  Bencana serta Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2008. Upaya mitigasi dilakukan baik melalui pembangunan fisik, upaya penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi bencana. Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Kekeringan adalah ketersediaan air yang jauh dibawah kebutuhan air, pertanian,kegiatan ekonomi dan lingkungan. 


Sehingga mitigasi bencana kekeringan adalah serangkaian upaya untuk mengurangi dampak atau resiko dari bencana kekeringan yang melanda masyarakat di suatu wilayah yang terjadi bencana kekeringan. 


Kehidupan Masyarakat Fatal 


Pemerintah Kabupaten Bogor mencatat ada 33 Desa di 13 Kecamatan mengalami kekeringan. Sebanyak 53.103 jiwa terdampak bencana kekeringan. Di wilayah lain, Kepala Kedaruratan dan Logistik Pati , Sutarno mengatakan bahwa ada 17 Desa di 5 Kecamatan di Pati mengalami kekeringan. Tidak hanya itu areal pertanian, sumur-sumur resapan yang dibuat masyarakat serta pansimas juga sudah mengering (www.medcom.id). Sebanyak 1.682 KK (Kepala Keluarga) atau sekitar 6.566 jiwa mengalami krisis air bersih (www.medcom.id)


Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo Mengungkapkan dampak kekeringan akibat El Nino bisa menyebabkan sekitar 870 ribu lahan pertanian gagal panen karena kekeringan. Jika kekeringan dalam kondisi normal, lahan yang mengalami kekeringan sekitar 200ribu, namun di musim kemarau (kekeringan) tahun 2023, kekeringan bisa terjadi pada 560 sampai 870ribu lahan pertanian. Jika pertanian gagal panen bisa dibayangkan akan berdampak pada naiknya harga-harga bahan pokok. Kehidupan masyarakat semakin berat.


Upaya Apa Yang Telah Dilakukan?


Krisis air bersih sebagai dampak dari kekeringan disikapi oleh Pemerintah dengan solusi jangka pendek. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BPBD) Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta menyiapkan 29 tangki air setara 145 ribu liter air bersih. Perum Jasa Tirta (PJT1) wilayah Bengawan Solo menyiapkan 50 tangki air bersih untuk  di Kabupaten Lamongan dan Ngawi. Semantara di Pamekasan Madura,BPBD menyiapkan 8 tangki karena dampak kekeringan langka, dimana orang memenuhi kebutuhan airnya harus menempuh jarak hingga 3 kilometer. 


Solusi yang dilakukan Pemerintah tidak berdampak jangka panjang, setiap musim kemarau (kekeringan) pengiriman tangki-tangki ke wilayah terdampak selalu menjadi solusi praktis tanpa melakukan mitigasi yang memiliki dampak jangka panjang sehingga lebih siap saat menghadapi musim kemarau. 


Mitigasi Bencana Kekeringan Dalam Sistem Islam 


Mitigasi bencana dalam islam benar-benar untuk kepentingan rakyat. Lain halnya dengan mitigasi bencana yang  di “drive” oleh Kapitalisme yang justru memberi peluang para Kapitalis menari diatas kesusahan rakyat. Air bersih bisa menjadi barang dagangan yang bernilai tinggi saat terjadi krisis air bersih. Solusi jangka pendek yang dilakukan tidak menyentuh akar masalah.


Sementara dalam sistem Islam, air adalah termasuk kepememilikan umum yang tidak boleh dikuasai oleh individu atau korporasi. Hal ini disampaikan dalam hadist Rasulullah, "Kaum muslimin berserikat dalam tiga hal; air, rumput dan api. Dan harganya adalah haram." Abu Sa'id berkata, "Yang dimaksud adalah air yang mengalir."


Daulah Khilafah mengelola negara dengan aturan Islam. Khilafah akan menerapkan aturan bahwa Individu ataupun Korporasi tidak boleh mengelola sumberdaya air.  Khilafah mempersilahkan rakyat untuk mengambil air untuk keperluan konsumsi, pakan ternak, irigasi, pertanian hingga transportasi dengan pengawasan negara agar tidak menimbulkan kemudharatan dan bahaya. Khilafah akan memelihara sumber-sumber air dengan dana yang berasal dari Baitul Maal. Khilafah akan memelihara sungai, laut dan mata air agar terjaga kelestariannya. Misalnya menata tepian sungai, membersihkan sungai (bakriy al anhaar)Samarqandi (sekitar 540 H) dalam kitabnya Tuhfatul Fuqahaa menyatakan bahwa pemeliharaan sungai-sungai besar adalah kewajiban penguasa dan menggunakan dana dari Baitul Maal. Hal ini bisa menjamin ketersediaan air, terutama air bersih. 


Sementara untuk mengatasi bencana kekeringan (hidrometeorologi) maka Khilafah akan memanfaatkan teknologi juga para ahli, seperti BMKG, ahli hidrologi, geologi yang dimiliki oleh negara untuk menyusun strategi jangka pendek dan jangka panjang. Atas rekomendasi para ahli, khilafah akan menetapkan kebijakan agar rakyat  tidak mengalami krisis air. 


Hal ini pernah terjadi pada masa Kekhilafahan Abbasiyah memiliki teknologi bernama Qanat (teknologi saluran air bawah tanah) untuk mensuplai air ke wilayah gurun.


Khilafah akan bertindak tegas pada pihak yang melakukan perusakan lingkungan. Seperti deforestasi, Kapitalisasi air yang dilakukan oleh perusahaan- perusahaan air minum kemasan dan sejenisnya. Sesungguhnya potensi air di Indonesia sangat besar mencapai 2,83 trilliun meter kubik pertahun sangat mampu memenuhi kebutuhan air bersih rakyat asalkan dikelola sesuai syariat. Menghindarkan rakyat dari bencana kekeringan dengan mengelola sumberdaya air sesuai dengan syariat dalam Khilafah Islamiyyah. 

Wallahu’alam bisshowab.

1 تعليقات

  1. Menanti solusi pasti yg memfasilitasi segenap anak negeri agar benar.benar memperoleh mitigasi kekeringan yg sejati, bukan sekedar mitigasi sesaat dan juga sporadis.

    ردحذف
إرسال تعليق
أحدث أقدم