Mengurai Masalah Kekerasan di Dunia Pendidikan

 



Oleh: Kuntary (Aktivis Muslimah)


Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mecatat adanya empat kasus perundungan di lingkungan sekolah dari total 16 kasus selama Januari–Juli 2023. Empat kasus perundungan tersebut terjadi pada Juli 2023 di saat tahun ajaran 2023/2024 belum berlangsung satu bulan (Tempo, 4 Agustus 2023). 


Konflik sosial memang tampak semakin marak terjadi di kalangan anak dan remaja. Bahkan, aksi kekerasan dilakukan anak dan remaja belakangan sudah sangat meresahkan. Kekerasan yang dilakukan oleh remaja atau kalangan pelajar adalah masalah masyarakat yang terjadi secara global. Bentuk kekerasan tersebut mencakup berbagai tindakan mulai dari intimidasi (perundungan/ bullying), perkelahian fisik, kekerasan seksual, dan tindak kekerasan yang lebih parah hingga pembunuhan. Seperti yang baru-baru saja terjadi, yaitu pembunuhan atas seorang mahasiswa UI yang ditikam oleh seniornya sendiri dengan motif untuk menguasai harta. Jenazahnya ditemukan terbungkus plastik di kamar kostnya pada Jumat (4/8/2023). Sebelumnya, Senin (31/7/2023), ada juga kasus penusukan yang dilakukan oleh seorang siswa sebuah SMA Negeri di Banjarmasin terhadap temannya sendiri dengan alasan sakit hati karena sering di-bully.  Dan aksi penusukan tersebut terjadi di dalam ruang kelas. 


Ini menunjukkan Indonesia sedang darurat kekerasan hingga ke lingkungan pendidikan. Apa yang menjadi masalah utamanya? Padahal, kebijakan demi kebijakan telah diberikan untuk mengatasi maraknya tindak kekerasan di sekolah. Namun hal ini tetap terus terjadi.


Akar Masalah


Kasus perundungan dan pembunuhan untuk menguasai harta korban bukanlah kasus pertama yang ditemui dalam sistem sekuler. Ini hanyalah dua dari banyak kasus dampak penerapan sistem sekuler. Parahnya, ini terjadi pada generasi yang semestinya telah diperkenalkan akidah dan iman, agar tercipta ketakutan hanya kepada Allah Ta'ala saja.


Terkait hal ini ada beberapa faktor yang mempengaruhi maraknya perundungan: Pertama, kebijakan negara. Penerapan sistem sekuler menghasilkan kurikulum pendidikan tegak di atas nilai-nilai sekuler. Tak melihat sekolah umum maupun berbasis Islam, nyatanya kasus perundungan tak bisa dibendung, terus saja terjadi dan tak cukup mampu untuk menangkal kasus perundungan. Mengapa?


Hal ini karena konsekuensi penerapan kurikulum ala kapitalis yang rusak dan merusak. Tak perlu membuka mata sangat lebar, namun cukup peka dengan kondisi generasi saat ini. Maka kita akan melihat begitu banyak berita berseliweran, betapa perilaku generasi makin jauh dari karakter umat terbaik. Generasi pelajar jauh dari cita-cita untuk mendapat kemuliaan di sisi Allah SWT bahkan abai terhadap nilai-nilai baik-buruk, benar-salah, berdasarkan tuntunan Sang Pencipta. Kepuasan materi menjadi dambaan, tak mempedulikan bagaimana cara mendapatkan atau menyalurkannya. Maka sangat wajar jika pada iklim kehidupan yang jauh dari nilsi-nilai Ilahi ini perundungan, kekerasan seksual, narkoba, perzinaan, tawuran, bunuh diri, pembunuhan, dan sebagainya, kerap mengintai generasi kita. 


Kedua, pola asuh pendidikan sekuler dalam lingkup keluarga. Pola asuh sekuler tentunya sangat mendominasi kerentanan anak dalam berperilaku. Kebebasan berekspresi, kebebasan mengakses tontonan, dan kebebasan yang lain. Ini menjadikan anak dapat melakukan suatu perbuatan sesukanya dan sekehendaknya, tanpa tahu boleh atau tidaknya, halal atau haram dalam aturan agama. Tentu ini sangat penting untuk membangun suasana keimanan dalam lingkup keluarga. Sebagai contoh, mahasiswa AAB, pelaku pembunuhan terhadap mahasiswa UI di atas. Menurut penuturan sahabat satu kostnya, AAB mempunyai kegemaran menonton serial Narcos, yang menceritakan tentang Pablo Escobar, gembong narkoba dari Colombia yang hidup bergelimang harta. Mahasiswa ini didiagnosa oleh pakar psikologi mempunyai kecenderungan kuat untuk memiliki gaya hidup seperti tokoh yang ditonionnya. Dia mengikuti tren kripto dan ketika mengalami kerugian, mendorongnya untuk berhutang sampai melakukan pinjaman online. Jerat bunga pinjaman online ini membuatnya harus mencari cara lain untuk menutupi hutangnya hingga ia akhirnya menghabisi nyawa teman satu jurusannya sendiri untuk menguasai dompet, laptop, dan hp.


Ketiga, kehidupan masyarakat yang individualistis. Kapitalisme - sekulerisme menjadikan masyarakat minim akan kepedulian terhadap sesama, cenderung acuh tak acuh. Selagi bukan mereka atau keluarga mereka yang menjadi korban, cukup kasihan dan prihatin ataukah tak peduli sama sekali, sungguh ini tak memberi solusi. Masyarakat begitu jauh dari kata umat terbaik, dengan karakter amar ma'ruf nahi mungkar.


Ketiga poin di atas tentunya menunjukkan betapa pentingnya peran pemangku kebijakan (negara), orang tua, dan masyarakat dalam mencegah perundungan agar tidak semakin menjadi-jadi. Tentunya kita memerlukan solusi komprehensif, yang memutus rantai kekerasan ini.


Solusi Tuntas


Perundungan adalah salah satu penyakit sosial hasil peradaban sekuler Barat. Yang bukan hanya marak di Indonesia, tetapi juga di sekolah-sekolah luar Indonesia. Ini karena sistem sekuler telah membawa generasi saat ini ke dalam jurang kerusakan. Tentunya, apabila kita bercermin pada peradaban Islam, profil generasi saat ini dan dimasa Islam berbeda sangat jauh, sangat bertolak belakang.


Dalam sistem Islam, akidah Islam adalah landasan dasar, paling utama dalam pendidikan. Maka tak heran, pada masa kejayaannya, Islami tampil sebagai peradaban dunia melahirkan begitu banyak individu yang memiliki berkepribadian mulia, berakhlak karimah, serta sangat unggul dalam ilmu dunia.


Maka, ada empat faktor yang menjadi kunci kesuksesan tersebut:


Pertama, keimanan sebagai landasan dalam setiap perbuatan yang menjadi benteng dari perilaku jahat dan sadis. Seseorang yang memahami Islam dengan benar akan menjauhkan dirinya dari perbuatan tercela. Ia menyadari konsekuensi sebagai hamba Allah adalah menaati seluruh perintah-Nya dan menjauhi setiap larangan-Nya.


Kedua, penerapan sistem pendidikan Islam akan melahirkan individu berkepribadian dan berakhlak mulia secara komunal. Negara menerapkan sistem pendidikan ini di semua jenjang sekolah dan satuan pendidikan. Tatkala sistem pendidikannya baik, output generasi yang tercetak juga baik. Negara juga harus h media dan informasi yang mudah diakses anak-anak. Tidak boleh ada konten berbau kekerasan dan pornografi yang bertebaran di media mana pun.


Ketiga, dengan landasan akidah Islam, pola asuh orang tua dalam mendidik juga akan berubah. Suasana keimanan akan terbentuk dalam keluarga. Ketika anak kenyang perhatian dan kasih sayang orang tua, ia tumbuh menjadi pribadi yang hangat, peduli sesama, dan tidak mudah mencela orang lain.


Keempat, penerapan sistem pergaulan sosial berdasarkan syariat Islam akan melahirkan masyarakat Islam yang bertakwa. Membangun masyarakat dengan budaya amar makruf nahi mungkar harus dengan sistem Islam secara kaffah. Berdakwah akan menjadi karakter bagi setiap individu, yakni tidak akan menoleransi tindakan apapun yang bertentangan dengan syariat Islam, termasuk perundungan.


Demikianlah mekanisme Islam melahirkan generasi hebat, mulia, unggul, tak tertandingi selama kurang lebih 13 abad. Menjadi umat terbaik dengan peradaban terbaik. Generasi terjaga dari bullying dan segala kerusakan lainnya. Ini bukan sekedar konsep tapi membutuhkan sinergitas semua pihak agar terealisasi dalam kehidupan. Wallahu a'lam bish-shawab.[]

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم