Kekeringan Makin Ngeri, Mitigasi Minim Sekali

 



Oleh: Selly Nuramelia


Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi puncak musim kemarau di Indonesia akan terjadi pada minggu terakhir bulan Agustus hingga awal september 2023 dengan kondisi  lebih kering dibanding tiga tahun terakhir yakni 2020 hingga 2022. 


Kondisi ini terjadi akibat fenomena El Nino dan Indian Ocean Dipole (IOD) di samudra dalam kurun waktu bersamaan. Kepala BMKG Dwikorita Karnawati memaparkan musim kemarau di Indonesia tidaklah separah yang terjadi di Korea Selatan. Ia menyebut, perhitungan suhu muka air laut jika dihitung dalam indeks  atau anomali di Indonesia relative paling lemah di banding negara lain yang levelnya bisa lebih tinggi. BMKG pun memprediksi kondisi kekeringan yang terjadi tahun ini relative akan sama seperti yang terjadi di tahun 2019 dan tidak akan separah tahun 2015. Untuk menghadapi masa kekeringan ini, Masyarakat pun diminta untuk tidak membakar sampah dan menghemat penggunaan air. (Liputan6.com 12 agustus 2023).


Meski prediksi BMKG berkata demikian, pada nyatanya kekeringan di beberapa daerah di Indonesia ternyata sudah berlangsung lama bahkan hingga puluhan tahun. Warga Desa Binangun Kota Banjar, Jawa Barat mengaku sudah lebih dari 20 tahun desanya kesulitan air bersih. Mereka mengeluhkan air sumur yang asin dan tidak dapat digunakan untuk minum dan memasak. Sementara itu, keadaan pun diperparah karena pasokan air dari Perusahaan Air Minum Daerah (PDAM) Tirta Anom tidak tersedia. (tvonenews.com 7 Agustus 2023).


Krisis air bersih akibat musim kemarau pun mulai berdampak pada kesehatan warga, Dinas Kesehatan  Kabupaten Bogor mencatat kasus diare mengalami tren peningkatan. (republika 13 Agustus 2023).


Masalah kekeringan dan krisis air bersih bukanlah sesuatu yang baru, pemerintah saat ini hanya mampu memberi solusi jangka pendek tanpa sekali pun dapat menyentuh akar permasalahannya. Seperti halnya kasus yang dialami warga Banjar, memasuki musim kemarau warga akan semakin sulit memperoleh air bersih. Akhirnya, selain berpangku tangan pada bantuan dari BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) masyarakat terdampak kekeringan terpaksa harus merogoh kocek lebih dalam untuk memenuhi kebutuhan air bersih. 


Inilah sekelumit pengelolaan kebutuhan masyarakat dalam sistem kapitalisme. Penguasa mengurusi rakyat terkesan setengah hati bahkan tak punya hati. Ditengah bencana kekeringan air kemasan justru banyak di jual di jalan- jalan. Air kemasan yang dijajakan ini tentunya adalah hasil dari kapitalisasi sumber- sumber air oleh industri air kemasan. Sebetulnya teknologi yang bisa mengolah air laut menjadi air bersih sudah banyak digunakan di negara- negara lain, namun nyatanya di Indonesia sendiri masalah krisis air bersih masih menjadi sesuatu yang pelik dan belum bisa dituntaskan. Ini dikarenakan teknologi pengolahan air hanya digunakan untuk kepentingan industri, dan tidak digunakan untuk kepentingan rakyat.


 Akhirnya bencana kekeringan pun membuat nasib rakyat semakin sengsara dan menderita. Keadaan ini akan sangat berbeda dalam negara yang menerapkan aturan Islam. Dalam Islam negara dibebankan tugas mulia untuk mengurus kebutuhan rakyatnya. Negara Islam akan memastikan terpenuhinya semua kebutuhan rakyat termasuk kebutuhan air bersih. Negara tidak akan hanya memberi solusi jangka pendek saja seperti halnya saat ini yaitu dengan hanya dropping air bersih ke daerah yang kekeringan, ataupun membangun bendungan yang itupun belum mampu mengatasi masalah kesulitan air. Negara Islam mempunyai paradigma fundamental dalam pengelolaan air.


 Syekih Takiyuddin an Nabhani dalam kitab Nidzamul Iqtishadiyah dan syeikh Abdul Qadim Zallum dalam kitab Al Amwal menjelaskan bahwa sumber air yang jumlahnya melimpah seperti sumber- sumber mata air, sungai, laut, selat, teluk, danau termasuk dalam milkiyah ammah (kepemilikan umum) hal ini sejalan dengan sabda Rasulullah SAW “ manusia berserikat dalam tiga hal, dalam padang gembala, air dan api”  (HR. Abu Dawud)


Dalam negara Islam sumber air tidak akan dibiarkan dikomersialisasi oleh swasta seperti yang terjadi di negara kapitalisme hari ini.


 Sumber air akan dimanfaatkan rakyat secara langsung dengan pengawasan negara agar kemanfaatan yang dilakukan tidak menimbulkan bahaya. Negara akan mempersilahkan rakyat mengambil air dari sumbernya untuk keperluan konsumsi seperti minum, keperluan rumah tangga, pakan ternak hingga irigasi pertanian dan transportasi.


Negara juga melakukan pemeliharaan sumber air agar tetap lestari dengan menata dan membersihkan Sungai, dan memberlakukan pengelolaan air untuk menjamin kebutuhan air bersih Masyarakat. Untuk mencegah kerusakan lingkungan, negara akan bertindak tegas kepada pihak- pihak yang melakukan deforestasi dan kapitalisasi sumber air dengan demikian potensi air yang tersedia di dalam negeri akan mampu memenuhi kebutuhan air bersih masyarakat.


Ketika terjadi kekeringan akibat bencana hidrometeorologi yang merupakan fenomena alam, negara akan mengerahkan semua pakar dan ahli yang mumpuni dalam bidang ini seperti ahli hidrologi, geologi, dan BMKG, dan lainnya guna Menyusun strategi jangka pendek hingga jangka  panjang. Negara juga akan membuat kebijakan tertentu agar masyarakat terhindar dari keadaan bahaya krisis air sekalipun tempat tinggal mereka berada di daerah yang kering. Sejarah mencatat di masa khilafah Abbasiyah, negara memiliki teknologi Qanat (sistem saluran air bawah tanah) yang menyuplai persediaan air di daerah gurun.


Seperti itulah peran negara dalam memenuhi dan menjamin kebutuhan masyarakat termasuk kebutuhan air bersih agar Masyarakat terhindar dari kondisi bahaya dan sengsara.

Wallahualam bishawab.[]

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم