Aksi Pembakaran Al-Qur'an sering Terjadi, Swedia Terpenjara Hukum Sendiri



Oleh Diyani Aqorib

(Aktivis Muslimah Bekasi)


Aksi pembakaran Al-Qur'an dan islamofobia di Swedia semakin sering terjadi. Bahkan, Perdana Menteri Swedia, Ulf Kristersson sangat khawatir setelah polisi menerima banyak permohonan untuk menggelar demonstrasi anti-Islam di Swedia. Pasalnya aksi demonstrasi tersebut sangat berpotensi dalam melakukan aksi pembakaran Al-Qur'an. Sejalan dengan apa yang dikhawatirkan Ulf Kristersson, Kepala Dinas Intelijen Domestik (SAPO) Swedia, Charlotte von Essen mengatakan bahwa protes semacam itu dapat meningkatkan resiko keamanan. Dia mengatakan Swedia kini menjadi target "prioritas" di kalangan Islamis usai penodaan Al-Qur'an baru-baru ini. (cnnindonesia.com, 28/7/2023)


Dilansir dari news.detik.com, 29/7/2023, bahwa beberapa waktu lalu sekelompok kecil aktivis anti-Islam melakukan pembakaran Al-Qur'an di depan Kedutaan Besar Mesir dan Turki di Kopenhagen, Denmark. Aksi provokatif tersebut menyusul aksi serupa di Denmark dan Swedia dalam beberapa pekan terakhir. Bahkan, aksi terbaru di Kopenhagen pada Selasa (25/7) terjadi aksi pembakaran Al-Qur'an oleh sebuah kelompok yang menamakan dirinya "Patriot Denmark". Aksi serupa juga dilakukan kelompok itu pada Senin (24/7) di depan Kedutaan Besar Irak di Kopenhagen. 


Tak ayal aksi tersebut menyulut kemarahan umat muslim di seluruh dunia. Pada Rabu (26/7) ratusan demonstran di Irak menyerbu dan membakar Kedutaan Besar Swedia di Baghdad. Lain halnya dengan Arab Saudi. Kementrian Luar Negeri Arab Saudi mengeluarkan pernyataan resmi yang mengecam otoritas Swedia yang berulang kali mengizinkan aksi pembakaran Al-Qur'an. Pihaknya menyebut tindakan tersebut sebagai perilaku yang tidak bertanggung jawab dan memprovokasi perasaan umat Islam di seluruh dunia.


Kebebasan yang Kebablasan


Maraknya aksi pembakaran Al-Qur'an di Swedia tak lepas dari undang-undang (UU) yang mereka buat sendiri. Di mana negara menjamin kebebasan dalam menyalurkan atau menyampaikan pendapatnya tanpa batasan yang jelas. Tentu hal ini dilandasi oleh sistem demokrasi sekuler yang diterapkan di negara tersebut. Sebuah sistem yang mengagung-agungkan kebebasan, termasuk di dalamnya kebebasan berekspresi atau berpendapat. Sehingga mau tidak mau negara harus menjamin kebebasan ini yang diatur dalam bentuk UU.


Sekularisme sendiri merupakan paham pemisahan agama dari kehidupan. Artinya agama tidak boleh ikut campur dalam mengatur urusan kehidupan. Akibatnya muncul paham liberalisme atau kebebasan. Salah satunya kebebasan berpendapat. Jadi warga di negara tersebut bebas mengekspresikan pendapatnya  di muka umum, walaupun aksi itu menistakan agama tertentu. Lihatlah betapa rusaknya sistem ini!


Akibat kebebasan yang kebablasan ini akhirnya pemerintah Swedia kebingungan untuk menghentikan aksi-aksi penodaan agama yang dilakukan warganya. Karena hal tersebut dilindungi UU. Sehingga pemerintah Swedia seakan terpenjara oleh aturan yang dibuatnya sendiri. Kini Swedia merasa was-was akan akibat yang ditimbulkan dari aksi-aksi pembakaran Al-Qur'an tersebut. Hal ini membuktikan betapa lemahnya aturan buatan manusia. Di mana aturan-aturan tersebut muncul dari hawa nafsu manusia dan pastinya tidak dilandasi agama. Akibatnya kerusakan pemikiran dan tingkah laku warganya semakin mengkhawatirkan. Penodaan agama pun terjadi di mana-mana.


Kondisi ini sangat berbeda dengan sistem Islam yang sangat menghargai toleransi terhadap agama lain. Haram dalam Islam menghina dan menodai ajaran agama maupun kitab suci agama lain. Tidak boleh ada yang mengganggunya. Sesuai dengan apa yang disampaikan Rasulullah saw. dalam hadisnya:


" Siapa yang menyakiti (kafir) dzimmi, maka sungguh ia menyakitiku. Dan siapa yang menyakitiku, maka sungguh ia menyakiti Allah. " (HR. Thabrani)


Toleransi Beragama dalam Sistem Islam


Islam bukan hanya sekadar agama ritual, namun Islam merupakan ideologi yang memiliki aturan-aturan kehidupan. Aturan atau hukum-hukum tersebut harus diterapkan dalam sebuah sistem pemerintahan yaitu Khilafah. Dengan sistem Khilafah inilah akan terpancar cahaya Islam yang akan menerangi seluruh dunia. 


Sejarah membuktikan bahwa Khilafah tegak dan menaungi dua per tiga dunia selama hampir 13 abad. Selama itu pula dunia merasakan keadilan di dalamnya. Tak terkecuali toleransi beragama antar warga negara. 


Warga negara non muslim atau kafir dzimmi diberikan kebebasan untuk memeluk dan melakukan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya. Mereka tidak dipaksa sedikit pun untuk masuk ke dalam agama Islam. Mereka diperlakukan dengan adil, bahkan Khilafah sangat melindungi keberadaan mereka. Jika ada yang melakukan kejahatan atau kezaliman kepada mereka atau sebaliknya, maka Khalifah akan menindak tegas tanpa pandang bulu.


Sehingga ketentraman dan kehidupan saling menghormati ajaran masing-masing pemeluk agama tercipta dengan indah. Tidak ada yang berani melakukan penistaan agama terhadap agama apa pun itu, karena sanksi tegas telah menunggu. Jika penistaan agama terjadi di luar negeri, maka Khalifah tak segan-segan untuk mengingatkan mereka. Namun, jika penistaan terhadap agama Islam terus berulang, maka Khalifah dengan ketegasannya akan mengirimkan tentaranya untuk memberikan sanksi tegas kepada para pelaku. Dengan begitu tak ada lagi yang berani melakukan penistaan terhadap ajaran Islam, Al-Qur'an, dan Rasulullah saw. 


Inilah toleransi beragama yang benar yang diajarkan dalam Islam. Toleransi itu membiarkan mereka menjalankan ajaran agamanya dan tidak menghina ataupun menistakan agamanya. Bukan toleransi semu yang dilandasi kebebasan tanpa batas yang diemban sistem demokrasi sekuler yang rusak.[]

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم