Adzab Allah Mampu Membuat Sebuah Kota Hilang: Dari Legetang Indonesia Hingga Kota Pompei Romawi

 



Endah Sulistiowati (Dir. Muslimah Voice)


Islam datang untuk memerangi segala bentuk kemaksiatan, kemungkaran, dan kejahatan. Islam datang memberikan perlindungan penuh kepada seluruh umat manusia. Sayangnya banyak manusia yang bertahan pada kemungkaran. 


Mereka tidak mau tunduk pada syariah yang dibawa oleh Rasulullah. Menganggap sebelah mata hukum aturan Allah. Bahkan menganggap syariah itu bodoh dan terbelakang.


Mari kita perhatikan dan jadikan pelajaran apa yang terjadi pada umat terdahulu. Agar kita tidak menyesal dikemudian hari. Mulai dari nasib kaum Nabi Luth, Penduduk Kota Pompei, hingga yang terjadi pada warga Dukuh Legetang Banjarnegara Jawa Tengah. 


Nabi Luth AS diutus kepada sebuah kaum yang biadab, Sadum atau dalam bahasa populer disebut Sodom. Sodom ini kemudian diadopsi menjadi istilah hubungan menyimpang antarlelaki. Nabi Luth mendapat mandat yang berat. Berdakwah di tengah kaum Sodom yang gemar berbuat kejahatan, diyan pesta pora, dan satu lagi yang paling terkenal berperilaku seks menyimpang. Mereka adalah penyuka sesama laki-laki. Dalam berbagai riwayat diceritakan, tamu yang datang ke kota ini tidak akan lepas dari kejahatan mereka. Harta para tamu dirampok. Lantas, jika mereka lelaki, terlebih tampan atau menarik, kaum Sodom akan menjadi korban kaum Sodom.


Allah berfirman, 


“Dan (ingatlah) ketika Luth berkata kepada kaumnya: "Sesungguhnya kamu benar-benar mengerjakan perbuatan yang amat keji yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun dari umat-umat sebelum kamu. Apakah sesungguhnya kamu patut mendatangi laki-laki, menyamun dan mengerjakan kemungkaran di tempat-tempat pertemuanmu? Maka jawaban kaumnya tidak lain hanya mengatakan: "Datangkanlah kepada kami azab Allah, jika kamu termasuk orang-orang yang benar". (Q.S. Al-‘Ankabut 29:28-29).


“Maka tatkala datang adzab Kami, Kami jadikan negeri kaum Luth itu yang di atas ke bawah. (Kami balikan), dan kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi, yang diberi tanda oleh Tuhanmu, dan siksaan itu tidak jauh dari orang-orang yang zhalim.” (Hud: 82-83)


Dalam khazanah modern, bencana tersebut disebut likuefaksi yang biasanya beriringan dengan gempa bumi dahsyat.


Kemudian kita beralih ke Kota Pompeii adalah sebuah kota zaman Romawi Kuno yang terkubur karena peristiwa letusan Gunung Vesuvius pada 79 Masehi. Melansir History, jutaan ton abu vulkanik yang dimuntahkan Gunung Vesuvius menyelimuti kota hingga membuat Pompeii gelap gulita.


Peristiwa tersebut menewaskan lebih dari 10.000 orang dan Pompeii pun dibiarkan terkubur di bawah abu selama ratusan tahun. Kota Pompeii ditemukan kembali pada 1748 setelah tenggelam dalam abu sejak peristiwa letusan Gunung Vesuvius pada 79 Masehi.


Temuan-temuan tersebut tidak hanya menampilkan karya arsitektur menakjubkan, tetapi juga membantu mengungkap kehidupan sehari-hari masyarakat Kota Pompeii sebelum hancur, yang suka memamerkan kemewahan dan suka bermaksiat. Temuan-temuan itulah yang membuat Pompeii dijuluki kota maksiat, terlepas dari arsitekturnya yang megah dan keberagaman karya seninya. Dan Allah membayar tunai setiap kemaksiatan yang dilakukan oleh penduduk Kota Pompei.


Salah satu kejadian yang masih segar di benak banyak orang, terutama warga Dieng. Dukuh Legetang menghilang dalam satu malam karena terkena timpaan longsor dari Gunung Pengamun-amun. Kejadian ini terjadi pada malam hari tanggal 16 April 1955, pada malam itu hujan deras mengguyur kawasan Dieng dan sekitarnya, hanya bunyi petir dan angin kencang yang bersahut-sahutan. Pada dini hari, beberapa warga mendengar bunyi dentuman keras seakan langit runtuh ke bumi. 


Pagi harinya, warga berduyun-duyun menyaksikan dukuh tersebut tertimbun dan berubah menjadi sebuah bukit kecil. Korban yang berjatuhan tercatat sebanyak 351 orang, terinci dengan 332 berasal dari Dukuh Legetang dan 19 dari dukuh lain. Banyak desas desus beredar mengenai hilangnya dukuh dalam semalam, salah satunya adalah dukuh tersebut sudah berulang kali melakukan maksiat. 


Begitulah jika Allah berkehendak, tinggal kun fayakun, maka adzab mengerikan akan menimpa siapapun yang Allah kehendaki. Bisa jadi adzan tersebut tidak hanya mengenai para ahli maksiat, tapi juga orang-orang yang tidak bermaksiat. Maka senyampang hal tersebut terjadi, tugas kita adalah berupaya untuk menghentikan kejahatan dan kemaksiatan, dan kembali pada satu-satunya aturan kehidupan, yakni sistem aturan Islam yang tegak dalam bingkai Khilafah.[]

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم