Ripani Satia Pertiwi
Kali ini dunia pendidikan tinggi digemparkan oleh adanya kasus perdagangan manusia dengan modus magang ke luar negeri. Salah satunya baru saja terjadi pada mahasiswa sebuah Perguruan tinggi negeri di Padang yang menjadi korban perdagangan manusia. Para alumnus dari perguruan tinggi tersebut ditawari magang supaya mendapatkan pengalaman sehingga mendapatkan nilai lebih ketika melamar pekerjaan. Namun sayangnya mereka diperlakukan secara tidak adil dan tidak manusiawi yaitu dengan mempekerjakan mereka sebagai buruh selama belasan jam dengan waktu istirahat yang sangat singkat. Mereka juga dilarang untuk melakukan ibadah karena waktu istirahat yang sangat sempit. Disisi lain gaji yang mereka terima termasuk rendah dan juga mereka harus membayar sebagai bentuk kontribusi pada kampus dan membayar sebesar dua juta Rupiah setiap bulannya. Beruntung para korban membongkar kejahatan ini sehingga pelaku bisa dihukum sesuai dengan hukum yang berlaku.
Magang sendiri merupakan kegiatan yang menggambarkan realita dunia kerja bagi seorang pelajar ataupun mahasiswa. Sehingga dengan kegiatan ini mahasiswa atau pelajar akan mendapat gambaran dan pengalaman yang dapat di informasikan oleh mereka di dunia kerja. Hanya saja, dibalik latar pendidikan ternyata magang juga bisa dijadikan ajang untuk mengambil keuntungan oleh pihak pihak yang tidak bertanggung jawab Seperti pelaku pada kasus ini.
Di tempat lain, sudah menjadi rahasia umum bahwa peserta magang di perusahaan senantiasa menjadi sumber daya manusia yang dapat dibayar murah dan tidak akan menolak jika diminta untuk lembur. Bisa dikatakan di sini yang ‘membutuhkan’ adalah peserta magang bukan perusahaan. Ditambah lagi dengan program integrasi perguruan tinggi dengan perusahaan yang membuka peluang mahasiswa untuk bisa merasakan kerja nyata sebelum lulus. Maka semakin besar peluang bagi perusahaan untuk mendapatkan sumber daya yang bisa dimanfaatkan untuk perusahaan.
Sebenarnya hal ini muncul karena adanya efek Komersialisasi pendidikan yang di mana pendidikan pada akhirnya harus menjadikan sumber dayanya sesuai dengan keadaan industri hari ini. Para pelajar atau mahasiswa dituntut mampu untuk menempati posisi sebagai pekerja atau ambil bagian di sebuah industri. Sehingga fokus utama dari pendidikan tersebut tidak sesuai dengan tujuan utama dari pendidikan.
Di Indonesia, menurut undang undang, pendidikan bertujuan untuk membentuk individu yang Yang bermoral dan mending tinggi Nilai agama dan kebudayaan serta kemajemukan. Hari ini, dunia pendidikan dipenuhi dengan komersialisasi dan materialisasi. Contohnya dimulai dari pendidikan SD SMP SMA, yang di mana sekolah akan dikatakan favorit jika menghasilkan individu yang memiliki nilai tinggi. Lalu bisa menghasilkan alumni yang masuk perguruan tinggi favorit yang kelak akan mendapatkan pekerjaan di perusahaan bergengsi. Di sini, pada akhirnya Karakteristik generasi yang dididik oleh sekolah akan membentuk karakteristik individu yang sesuai dengan kebutuhan industri. Sehingga yang menjadi landasan utama dalam proses pendidikan ini bukanlah sesuai tujuan utamanya, melainkan sesuai kebutuhan industri hari ini.
Dalam pandangan Islam Pendidikan memiliki posisi yang krusial. Karena Islam memandang orang yang berilmu akan di tinggi kan derajatnya beberapa derajat sesuai apa yang Allah firmankan. Bahkan dikatakan seorang muslim harus mencari ilmu dari mulai ia lahir sampai dikuburkan. Karena dalam Islam ilmu adalah hal yang sangat penting, khususnya ilmu agama. Dalam Islam ilmu Sains menjadi fardu kifayah atau wajib dimiliki oleh sebagian individu. Pada masa kejayaan Islam, banyak ilmuwan ilmuwan muslim yang termotivasi mempelajari Sains dan menghasilkan karya untuk mempermudah Ibadah dan kehidupan masyarakat. Pada masa itu juga, ilmu dinilai dengan sangat berharga. Salah satunya adalah apresiasi negara bagi para penulis, dengan menghargai sebuah buku dengan emas sesuai berat buku yang ditulisnya.
Namun hari ini, individu banyak yang berlomba menghasilkan inovasi Sains untuk kepentingan materialistis semata. Di sisi lain juga, jika ditemukan penemuan baru yang inovatif tetapi dianggap mengancam pengusaha, maka ilmuan tersebut akan disia-siakan dan bahkan penemunya diancam oleh pihak tertentu. Sehingga sangat sulit untuk ilmuan hari ini menghadirkan kontribusi bagi kehidupan masyarakat. Juga, rendahnya dukungan negara untuk menghadirkan penemuan membuat ilmuan semakin sulit untuk berinovasi. Sehingga pada akhirnya negara seharusnya hadir untuk senantiasa mengembalikan lagi esensi pendidikan yang sebenarnya. Namun hari ini tidak akan dapat terjadi karena negara sendiri secara sistematis menciptakan lingkungan negara yang cocok untuk ditumbuhi bisnis bisnis para kapitalis. Ruang inovasi, meskipun terbuka atau bebas, pada kenyataannya akan sulit berkembang karena alasan material. akhirnya potensi individu tidak terbentuk sebagaimana yang seharusnya. Seandainya negara bisa menerapkan hukum Islam, maka negara dapat mengembalikan esensi pendidikan sebagaimana yang seharusnya. Para ilmuwan tidak akan terhambat penelitiannya jika negara mampu mendukung riset yang dilakukan oleh ilmuwan. Disisi lain para ilmuan yang terbentuk adalah ilmuan ilmuan yang senantiasa berkontribusi bagi kemudahan kehidupan dan ibadah bukan hanya karena materi semata.[]