Marak Nikah Beda Agama, Apa Penyebabnya?



Oleh : Aqila Farisha 


Pernikahan beda agama saat ini menjadi fenomena yang tidak asing lagi, baik di kalangan artis maupun masyarakat umum. Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta, sebanyak 48.302 pernikahan beda agama tercatat pada tahun 2021 (Databoks, 16/9/2022).


Baru-baru ini, hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengabulkan permohonan pernikahan pasangan beda agama. Permohonan tersebut disampaikan JEA (mempelai laki-laki) yang beragama kristen dan SW (mempelai perempuan) yang beragama islam. Selain berdasarkan UU No. 23 Tahun 2006, tentang administrasi kependudukan, hakim juga mendasarkan keputusannya pada alasan sosiologis yaitu keberagaman masyarakat (CNN Indonesia, 25 Juni 2023).


Beberapa waktu sebelumnya pengadilan di daerah lain telah lebih dulu membolehkan pernikahan beda agama. Yaitu pengadilan negeri di Surabaya, Yogyakarta, Tanggerang, hingga Jakarta Selatan. (detikcom, 25/6/2023). 


Pada dasarnya pernikahan beda agama di Indonesia dilarang. Bahkan Majelis Ulama Indonesia (MUI), dalam fatwanya yang di keluarkan pada juli 2005 dan ditandatangani oleh ketua MUI KH. H. Maruf Amin, menyebutkan bahwa hukum pernikahan beda agama di Indonesia adalah haram dan tidak sah. 


Meski demikian, sangat disayangkan, ada UU Administrasi Kependudukan No. 23 Tahun 2006, yang membuka peluang pencatatan pernikahan beda agama di kantor Catatan Sipil dengan syarat sudah ada penetapan pengadilan. Aturan inilah yang menjadi pintu maraknya pernikahan beda agama yang dilegalkan.


Inilah dampak penetapan sistem sekularisme di negeri ini. Sekularisme adalah paham yang memisahkan agama dari kehidupan. Sehingga pembuatan hukum negara tidak di dasarkan pada tuntunan agama islam. Bahkan cenderung melanggar aturan agama. Seperti halnya fakta pernikahan beda agama ini. 


Sistem sekularisme membentuk masyarakat yang tidak mampu berpikir dengan benar (shahih). Sistem ini melegalkan liberalisasi atau kebebasan dalam bertingkah laku. Sehingga standar kebahagiaan akan disandarkan pada materi dan hawa nafsu belaka. Sistem sekularisme juga menyebabkan masyarakat mengabaikan aturan dari Al Khaliq (Pencipta manusia dan alam semesta). Masyarakat dalam sistem sekularisme disibukkan mengejar dunia hingga lupa tempat kembalinya yakni akhirat. 


Pemikiran sekuler akan semakin menancap di pemikiran masyarakat melalui pendidikan yang bernuansa sekuler dan kapitalis. Negara menjadi regulator untuk menanamkan pemahaman tersebut di dunia pendidikan. Tak ayal, dapat dikatakan negara dengan sistem sekulernya tidak berfungsi menjaga tegaknya hukum Allah SWT dan melindungi rakyat agar tetap dalam ketaatan kepada Allah SWT.  


Semua permasalahan ini sebenarnya akan tuntas dengan penerapan aturan islam dalam seluruh aspek kehidupan. Aturan yang bersumber dari Allah dan rasulnya. Di dalam islam, negara wajib mendidik dan melindungi umatnya dari pemahaman yang keliru. Seperti halnya pernikahan beda agama. Pasalnya hal ini merujuk pada dalil-dalil syara yang menjadi sandaran hukum islam. Pernikahan antara laki-laki non muslim dan perempuan muslim dilarang secara mutlak. 


Dalam QS. Al-Baqarah  ayat 221, Allah SWT berfirman : Dan janganlah kamu nikahkan orang (laki-laki) musyrik (dengan perempuan beriman) sebelum mereka beriman. Sungguh hamba sahaya laki-laki yang beriman lebih baik daripada laki-laki musyrik meskipun ia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedangkan Allah mengajak ke surga; dan ampunan dengan izin-nya. (Allah) menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia agar mereka mengambil pelajaran. (QS. Al-Baqarah : 221).


Dalam islam negara adalah pengurus (raain) dan pelindung (junnah), oleh karena itu negara adalah pihak yang bertanggung jawab menjaga akidah umat dan memastikan umat berada dalam ketaatan terhadap syariat Allah. Pernikahan beda agama adalah perbuatan yang haram, maka negara wajib mencegah pernikahan tersebut terjadi. Negara juga menghukum pelaku pernikahan tersebut termasuk pihak-pihak yang mengadvokasinya. 


Hal ini sangat didukung dengan penerapan sistem pendidikan islam, yang mampu diakses oleh seluruh warga negara khilafah. Sistem pendidikan islam bertujuan untuk membentuk kepribadian islam pada setiap masyarakat, selain juga mengajarkan dan mengembangkan pendidikan sains untuk menunjang kemaslahatan hidup di dunia. Tujuan ini akan mampu membuat masyarakat berpikir benar (shahih), sehingga seluruh persoalan hidup mereka akan disandarkan pada aturan Allah. Ketaatan pada Allah akan sangat mudah dilakukan masyarakat, karena negara menanamkan akidah yang kokoh pada diri setiap individu. Yang mana di dalam sistem islam ridha Allah adalah visi besar yang harus di capai di dunia dan menjadi sumber kebahagiaan hakiki. Oleh karena itu mereka akan memahami bahwa pernikahan bukan hanya sekedar cinta dan penyaluran hawa nafsu. Melainkan bentuk ketaatan pada Allah SWT. Demikianlah mekanisme islam dalam mengurai problem nikah beda agama di negeri ini, yang semakin marak. Namun semua mekanisme itu hanya akan terwujud dalam institusi negara yang bersistem Islam. Wallahua'lam.[]

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم