Jama'ah Haji Terlantar, Siapa yang Bertanggung Jawab?

 



Oleh: Ummu Ghifa


Jama'ah haji regular Indonesia mengeluhkan kurang nya pelayanan dari mulai terlambat nya jatah makanan yang di distribusikan, makanan yang seadanya, juga sempat terlantar selama tujuh jam tanpa makan dan minum karena terlambat nya bus penjemputan, keluhan para jama'ah haji tersebut muncul ketika puncak ibadah haji di Arafah, Muzdalifah dan Mina. 


Seorang jemaah Haji asal Batam, Dhea Arizona, 34 tahun, menceritakan kepada BBC News Indonesia bagaimana menu makanan yang disajikan untuk para jemaah haji selama Armina ‘sangat seadanya’ dan beberapa kali terlambat didistribusikan.“Menu seadanya. Pernah lauknya daging itu entah digoreng atau direbus saja, nggak berbumbu, makannya nggak nafsu. Banyak yang akhirnya nggak menghabiskan makanannya. Saya juga merasa makanannya kurang layak dikonsumsi,” kata Dhea kepada BBC News Indonesia, Jumat (30/6).


Namun menurut kemenag RI layanan katering selama ini hanya diberikan kepada jemaah haji saat berada di Madinah, sebanyak 18 kali makan dalam rentang sembilan hari.Layanan katering juga diberikan pada fase puncak haji di Arafah – Muzdalifah – Mina (Armina), sebanyak 15 kali makan.Saat di Makkah, jemaah diminta membeli makanan sehari-harinya secara mandiri, berbekal uang saku (living cost) sebesar SAR1.500 yang diberikan kepada mereka di asrama haji Embarkasi, jelang keberangkatan ke Arab Saudi. Baru pada operasional haji 1436 H/2015 M, layanan katering diberikan juga kepada jemaah Indonesia ketika mereka berada di Makkah. Meski sudah ada layanan katering di Makkah, living cost tetap diberikan kepada jemaah.


Ketua PPIH Arab Saudi 1444 H/2023 M Subhan Cholid menjelaskan kebijakan penyediaan layanan katering mulai 2015 tidak terlepas juga dari perubahan kebijakan yang diberlakukan Pemerintah Arab Saudi. Sejak 2015, katering menjadi salah satu syaratdalam pelaksanaan elektronik haji (e-hajj), selain akomodasi dan transportasi.


Subhan Cholid menjelaskan, terhitung sejak 2015, layanan katering bagi jemaah haji Indonesia di Makkah sudah berjalan dalam tujuh kali musim haji. Sebab, Indonesia tidak memberangkatkan jemaah haji pada dua tahun masa pandemi, 2020 dan 2021. "Dalam rentang tujuh tahun itu, jumlah layanan katering di Makkah tidak selalu sama setiap musimnya,” terang Subhan Cholid di Makkah, Minggu (18/6/2023).


Selain jatah makanan yang tidak layak juga terlambat sebagian kemudian menemui berbagai hambatan setelah sampai di lokasi penampungan. Salah satu jemaah Indonesia cerita ketersediaan tenda yang tidak mencukupi membuat jemaah terpaksa istirahat beralaskan karpet di luar, meski panas sangat terik melebihi 40 derajat pada siang harinya. Permasalahan lain adalah makanan hingga pasokan air, termasuk untuk di toilet. "Waktu jamarat juga ada peserta yang tidak kuat melempar. Padahal sepertinya belum lansia. Apakah karena terlalu lelah atau menahan lapar. 


Ia juga menyaksikan jamaah yang harus berhenti di jalan karena tak sanggup meneruskan berjalan kaki dan jemaah yang kemudian dibawa petugas medis untuk mendapat pertolongan. Hingga Rabu (28/6) malam sebelum menerima jatah makan siang, jemaah sempat menerima pemberian buah namun mereka tetap berharap bisa makan makanan berat. Sebagian jemaah yang cukup beruntung karena sempat menerima pemberian sedekah makanan di jalan yang dilalui menuju tenda setelah jamarat. Belum ada penjelasan pihak berwenang pemegang kendali pengurusan jemaah Indonesia terkait pembagian jatah makan yang terkesan sporadis dan tidak merata ini. (CNNIndonesia.com) 


Beberapa persoalan terjadi dalam penyelenggaraan ibadah haji di Makkah, perlu ada mitigasi agar kedepan tidak terulang lagi, negara wajib menjamin pelayanan yang baik untuk para jama'ah haji. Pengelolaan dana haji harus di jaga agar sesuai peruntukan nya dan aman dari tindak penyalahgunaan, sumber dana haji berasal dari dua sumber: (1) Dana bersumber dari jamaah haji yang disebut,dengan biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH), (2) Dana bersumber APBN. Selain dari dua sumber pendanaan di atas, ada juga dana haji yang berasal dari hasil optimalisasi setoran awal (Indirect Cost)


Dana Haji adalah dana setoran biaya penyelenggaraan ibadah haji, dana efisiensi penyelenggaraan haji, dana abadi umat, serta nilai manfaat yang dikuasai oleh negara dalam rangka penyelenggaraan ibadah haji dan pelaksanaan program kegiatan untuk kemaslahatan umat Islam.


Adapun infrastruktur secara umum, arti infrastruktur seringkali dikaitkan struktur fasilitas dasar untuk kepentingan umum. Beberapa contoh infrastruktur dalam bentuk fisik antara lain jalan, jalan tol, stadion, jembatan, konstruksi bangunan, jaringan listrik, bendungan, dan sebagainya. Pembangunan infrastruktur merupakan modal atau kapital dalam upaya peningkatan produktivitas perekonomian negara serta usaha peningkatan taraf hidup masyarakat secara luas. Sumber dana haji berasal dari dua sumber : 


(1) Dana bersumber dari jamaah haji yang disebut dengan biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH), (2) Dana bersumber APBN. Selain dari dua sumber pendanaan di atas, ada juga dana haji yang berasal dari hasil optimalisasi setoran awal (Indirect Cost).


Pengelolaan dana haji untuk pembangunan infrastruktur adalah bagian dari manifestasi UU No.34 Tahun 2014 tentang pengelolaan keuangan haji. Mengenai penggunaan investasi terhadap keuangan haji, UU tersebut memberi amanah pada Bab V tentang tata cara pengelolaan keuangan haji pasal 46 ayat 2 : “Keuangan Haji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat ditempatkan dan/atau diinvestasikan. Sementara itu dalam hukum Islam ada istilah maslahah mursalah. Maslahah mursalah adalah kemaslahatan yang keberadaannya tidak didukung oleh syara’ dan juga tidak ditolak oleh syara’ melalui dalil dalil terperinci. Artinya, tidak ada dalil yang menunjukkan atas pengakuannya atau pembatalannya.


Pengelolaan keuangan haji untuk investasi pembangunan infrastruktur sebagian dana tersebut diinvestasikan pada Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) atau sukuk negara, serta investasi lain yang memungkinkan untuk ditetapkan oleh BPKH yang sesuai dengan prinsip – prinsip syariah.


Pengelolaan dana haji untuk pembangunan infrastruktur dari sudut pandang maslahah mursalah diperbolehkan selama penerapannya tidak menyalahi prinsip syariah, serta manfaat yang dihasilkan harus dapat dirasakan langsung oleh masyarakat khususnya calon jamaah haji yang sudah mendaftar. Namun pada kenyataannya bukan hanya kali ini saja jama'ah haji Indonesia mengalami masalah. 


penyelenggaraan ibadah haji harus berpijak pada prinsip pelayanan yang cepat dan profesional. Ibadah haji merupakan rukun Islam, sehingga dalam pelaksanaannya negara wajib memperhatikan maksimalnya pelayanan yang baik terhadap jama'ah haji.

 

Islam menghormati jama'ah haji, karena mereka adalah tamu Allah yang wajib di muliakan, datang ke Baitullah untuk melakukan kewajiban , memenuhi panggilan Allah SWT. Penyelenggaraan ibadah haji ini pun akan di mintai pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT, terlebih pengelola dan pelaksana dalam hal ini adalah negara yang wajib memberi keamanan dan kenyamanan kepada para tamu Allah tersebut. 

Wallahu'alambishowab.[]

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم