El Nino Bertandang, Impor Beras Bak Banjir Bandang

 


Oleh: Rut Sri Wahyuningsih

(Institut Literasi dan Peradaban)


Perum Bulog menjamin ketenangan masyarakat Indonesia dalam menghadapi ancaman El Nino, dengan menambah impor beras sebanyak 2 juta ton. Dilakukan secara bertahap. Direktur Bisnis Perum Bulog Febby Novita mengatakan pihaknya sudah merealisasikan penugasan impor dari pemerintah pusat melalui Badan Pangan Nasional untuk 2023 sebanyak 500 ribu ton tahap pertama dan saat ini sedang jalan tahap kedua sebanyak 300 ribu ton. Impor beras ini dilakukan untuk memenuhi cadangan beras pemerintah (CBP).


Total impor 2 juta ton. Pasokan beras impor itu untuk memenuhi kebutuhan cadangan beras pemerintah (CBP) yang harus tetap terjaga 1,5 juta ton pada akhir tahun. Stok beras Bulog di gudang saat ini sebanyak 750.000 ton. Kemudian, total sejak awal tahun Bulog telah menyerap beras petani dalam negeri sebanyak 700.000 ton.  Sekretaris Perusahaan Perum Bulog Awaludin Iqbal mengatakan ," impor beras tahap dua ini dibeli dari tiga negara dari Vietnam, Thailand, dan Pakistan. "Nggak ada (dari India), itu Thailand Vietnam dan Pakistan. Sudah mulai masuk sudah hampir selesai,"(Detikcom, 20/7/2023).


El Nino menjadi Kambing Hitam Impor Beras?


Alasan kembali pemerintah membuka kran impor dalam rangka menghadapi El Nino, El Nino merupakan satu gejala yang menunjukkan adanya perubahan pada iklim di bumi, di mana suhu air laut yang ada di Samudra Pasifik memanas di atas rata-rata suhu normal. Fenomena El Nino menyebabkan curah hujan di sebagian besar wilayah Indonesia berkurang yang menyebabkan hari hujan berkurang di musim hujan. 


Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memperingatkan fenomena el nino akan mencapai puncaknya di Indonesia pada Juli, Agustus, dan September tahun 2023. Tentunya akan berdampak pada sektor-sektor pangan Indonesia, terutama pertanian disebabkan pasokan air yang bakal tidak menentu. Kebutuhan rumah tangga juga akan terganggu disebabkan persediaan air yang kurang. 


Namun mengapa harus impor? Menjadi pertanyaan besar, sebab siklus El Nino adalah siklus tahunan yang semestinya sudah bisa diprediksi tahun sebelumnya. Apalagi di berbagai wilayah Indonesia sedang panen raya. Salah satunya di Cirebon, Wakil Bupati Cirebon, Wahyu Tjiptaningsih (Ayu), menghadiri tasyakuran sedekah bumi panen raya padi di Desa Wargabinangun, Kecamatan Kaliwedi, Kabupaten Cirebon, Minggu 18 Juni 2023 ( inilahkoran, 18/7/2023). 


“Kabupaten Cirebon sejak dahulu dikenal sebagai daerah pertanian dan lahannya sangat luas,” kata Ayu. Melalui panen raya ini, diharapkan masyarakat di wilayah Kabupaten Cirebon semakin sejahtera. Mengingat, Kabupaten Cirebon menjadi salah satu lumbung padi nasional. Artinya, cadangan beras kita lebih dari cukup jika digabungkan dengan panen raya di wilayah lainnya. Paling tidak stok dalam negeri sudah melimpah. Jika tetap dibuka kran impor apakah tidak ada dampak buruknya? 


Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies, Bhima Yudhistira Adhinegara, mengatakan kebijakan impor beras tersebut terlihat dilakukan tanpa persiapan yang matang. Pasalnya, El Nino merupakan kondisi yang sudah bisa diperkirakan tahun sebelumnya. Dia mengatakan, pengadaan beras Bulog seharusnya sudah ditingkatkan sejak tahun lalu. 


Pemerintah juga seharusnya bisa menambah produksi sejak jauh hari dengan meningkatkan kualitas benih dan bantuan pupuk. "Kebijakan impor beras dalam jumlah besar menunjukkan jika pemerintah panik menghadapi El Nino, padahal seharusnya bisa disiapkan sejak tahun lalu," ujarnya. 


Bhima mengatakan, kebijakan impor bisa menjaga keamanan pangan dalam jangka pendek. Namun demikian, hal itu bisa merugikan dalam jangka panjang terutama pada petani. Apalagi kebijakan impor dilakukan saat saat panen raya sehingga berpotensi mengganggu harga gabah di tingkat petani.  "Banyak petani yang kapok menanam padi lagi karena kebijakan beras terlalu diintervensi. Lama-lama mereka akan keluar dan mencari mata pencaharian lain," ujarnya. 


Lonjakan impor beras tahun ini mengingatkan kebijakan serupa pada 2018. Impor beras melonjak setahun jelang tahun politik, adakah hubungannya? Pendapat ahli telah ada, nyatanya pemerintah tetap pada haluannya yang tidak berpihak pada kepentingan rakyat. Kebijakan impor tentulah melibatkan pihak yang memegang izin impor, berupa perusahaan dagang. Tentulah ada banyak kepentingan di dalamnya terutama keuntungan ( Katadata.co.id, 17/6/2023). 


Jelas, El Nino hanyalah kambing hitam, guna menutupi ketidakmampuan pemerintah menjamin ketahanan pangan bagi rakyatnya, ironinya malah dijadikan kesempatan untuk berbisnis. Padahal kebijakan impor bisa berakibat mematikan minat petani untuk tetap menanam padi. Sekaligus mematikan minat generasi muda untuk jadi petani. Tak ada pembelaan pada nasib petani yang dihadapkan pada kendala pupuk, alat-alat pertanian yang memadai dan lain sebagainya. 


Ibarat menyiram luka dengan perasaan jeruk nipis, impor menghabisi nasib padi rakyat hingga hancur. Apalagi harga beras impor terbilang lebih murah dari beras dalam negeri. Bagi sebagian besar rakyat Indonesia, akan sangat membantu meringankan beban belanja harian saat harga kebutuhan pokok melambung tinggi. 


Ketahanan Pangan dalam Islam


Berbeda dengan Islam dalam mewujudkan ketahanan pangan. Islam mewajibkan negara mengurusi rakyat. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw, “Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari). Maka wajib bagi pemimpin Islam untuk terus menerus memikirkan kesejahteraan dan kemaslahatan umat. Tentulah Allah SWT tidak akan membebani hambaNya maka, telah disiapkan syariat yang berisi aturan serta solusi bagi semua problema manusia. 


Maka, penetapan kebijakan harus berpihak pada rakyat dan memudahkan hidupnya.  Selain itu juga memperhatikan segala hal yang terjadi sehingga dapat  tepat melakukan antisipasi tanpa merugikan petani. Kebijakan yang komprehensif dan menyeluruh di segala aspek akan diutamakan dan diupayakan, melalui pendidikan, agar tercetak para ilmuwan dan sekaligus pribadi yang bertakwa. Ini dicapai melalui kurikulum yang berdasarkan akidah Islam. 


Mitigasi bencana akan dilakukan oleh negara dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi. Pasca bencana pun negara hadir tidak sekadar basa-basi. Namun hingga tuntas, termasuk mereka yang telah kehilangan harta benda dengan memberikan bantuan langsung. Tanpa pandang bulu apalagi ras. 


Kemudian, perekonomian tidak disusun berlawanan dengan syariat. Segala praktik seperti riba, penimbunan, penetapan harga oleh negara dan lainnya akan dilarang. Akan ada sanksi yang tegas dan adil jika terjadi pelanggaran.  Semisal dalam pertanian, maka negara akan mendorong secara optimal bagi para petani hingga bisa mandiri dan bertahan. Negara tidak akan melakukan impor, melainkan mendorong swadaya rakyatnya. 


Pembiayaan seluruh proses pembangunan infrastruktur dan pelatihan untuk pertanian, perkebunan dan lainnya diambil dari kas Baitul mal, yaitu dari pos kepemilikan umum dan negara. Baitul mal lebih stabil dibandingkan dengan APBN. Telah terbukti sepanjang sejarah dunia, bagaimana Islam mampu bertahan dalam segala krisis dan bencana. Hal ini tidak akan terwujud jika sistem kapitalisme sekuler hari ini masih bercokol. Maka sebagai bentuk hijrah tertinggi, kita tak hanya menghendaki pemimpin baru tapi juga sistem baru. Wallahu a'lam bish showab. []




*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم