Oleh : Irawati Tri Kurnia
(Aktivis Muslimah)
Menko Polhukam (Menteri koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan) Mahfud MD membentuk Tim Percepatan Reformasi Hukum untuk mengevaluasi dan memberi rekomendasi untuk kementerian dan lembaga dalam menuntaskan berbagai persoalan, khususnya terkait penanganan hukum yang selama ini tersendat. (www.rm.id, Jumat 9 Juni 2023) (1).
Kemenkopolhukam telah mengeluarkan surat keputusan Menkopolhukam Nomor 63 tahun 2023 tentang Tim Percepatan Reformasi Hukum yang ditandatangani pada 23 Mei 2023. Masa kerja berdasar SK sampai 31 Desember 2023 dan nantinya bisa saja diperpanjang sesuai dengan kebutuhan dan keputusan Menkopolhukam yang baru.
Dalam keterangannya di kantor Kemenpolhukam Gambir Jakarta Pusat, pada Jumat 9 Juni 2023, Mahfud memberikan penjelasan bahwa latar belakang terbentuknya tim ini adalah ditemukannya berbagai permasalahan hukum di sektor peradilan dan penegakan hukum. Diantaranya adalah kasus tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh oknum Hakim Agung, padahal putusannya sudah inkrah.
Penyebab lainnya adalah banyaknya permasalahan pada sektor agraria dan Sumber Daya Alam (SDA), yang rentan penyelewengan hukum oleh mafia pertanahan dan pertambangan. Seperti sertifikat ganda, beralihnya sertifikat tanpa diketahui oleh yang punya, berpindahnya saham pada seseorang tanpa transaksi sah. Dengan demikian tim percepatan reformasi hukum ini akan melahirkan naskah akademik dan rancangan perundang-undangan. Hasilnya tetap akan disalurkan pada institusi-institusi yang berwenang.
Pembentukan Tim Percepatan Reformasi Hukum oleh Kemenpolhukam ini sejatinya menunjukkan kegagalan aparat penegak hukum dan para hakim dalam menyelesaikan persoalan hukum di negeri ini. Sehingga rakyat tidak dapat merasakan keadilan.
Langkanya keadilan karena aturan bermasyarakat dan bernegara yang berlaku di negeri ini, bersumber dari sistem pemerintahan demokrasi sekuler kapitalisme. Sistem pemerintahan ini telah memisahkan agama dari kehidupan. Dampaknya, pemerintah maupun penegak hukum memutuskan perkara manusia menggunakan akal manusia yang lemah. Padahal sekularisme hanya akan menggerus keimanan seorang muslim, hingga bertindak semaunya, dan tidak menghiraukan aturan Sang Pencipta. Keadilan pun menjadi barang langka.
Sistem demokrasi hanya menjadikan berpihak pemerintah pada kepentingan segelintir orang, yaitu para kapitalis alias pemilik modal (korporasi). Karena terbukti pemilu dalam demokrasi berbiaya tinggi, butuh sponsor besar dari para pemilik modal. Dari sini akan terjadi kerja sama antara calon pemimpin dan para pemilik modal. Akibatnya pemimpin yang terpilih tidak berdaya di hadapan kapitalis yang membiayai aktivitas politiknya untuk meraih kekuasaan. Inilah yang disebut politik balas budi.
Di mana posisi rakyat, yang katanya, menjadi fokus utama ide demokrasi? Ternyata ide demokrasi hanya sebatas angan. Fakta berbicara, suara rakyat hanya dipakai untuk memenangkan kompetisi pemilu. Akhirnya kebijakan penguasa tidak akan berpihak pada rakyat. Berbagai kebijakan yang memudahkan para pemilik modal dalam melancarkan bisnisnya di negeri ini didukung, meskipun harus mengorbankan keselamatan dan kesejahteraan rakyat. Contohnya UU KPK dan UU Cipta Kerja yang merugikan rakyat, justru disahkan oleh Wakil Rakyat. Karenanya Reformasi Hukum dalam bentuk apa pun, tidak akan berarti; selama hukum tersebut masih dibangun di atas sistem politik demokrasi yang berasas sekuler.
Rakyat saat ini membutuhkan perubahan total aturan-aturan yang bersumber dari akal manusia yang lemah dengan kecenderungan hawa nafsunya, menuju aturan yang bersumber dari Pencipta manusia Allah SWT. Inilah kunci utama keberhasilan peradilan dalam Islam, yang pernah diterapkan dalam negara Islam dengan sistem pemerintahannya Khilafah.
Hukum peradilan Islam pada masa itu, menjadi hukum terbaik sepanjang zaman dan masa. Sebagaimana firman Allah SWT :
“Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki. (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (QS Al-Isra’ [17] : 80).
Dalam hukum Islam terdapat keadilan. Keadilan merupakan sifat yang melekat pada Islam. Menurut Imam Ibnu Taimiyah, keadilan adalah apa saja yang ditunjukkan oleh Al-Qur’an dan As-Sunnah, baik dalam hukum-hukum hudud, yakni istilah dalam hukum Islam, yang sudah ditetapkan oleh Allah SWT jenis sanksinya, maupun hukum-hukum lainnya (Ibnu Taimiyah dalam kitab As-Siyasah as-Syar’iyah, halaman 15). Ketika keadilan terwujud dalam masyarakat, maka akan terwujud pula cara pandang dan perlakuan yang sama terhadap individu di masyarakat. Semua mendapat tempat yang sama di hadapan hukum, tanpa memandang status sosialnya di masyarakat.
Islam telah menetapkan bahwa fungsi pemimpin adalah mengarahkan dan menjaga rakyat agar tetap berada dalam koridor keimanan; untuk meraih keadilan, keseimbangan, dan kesejahteraan. Baik di dunia maupun di akhirat. Oleh karena itu, Islam mewajibkan negara tunduk sepenuhnya kepada aturan Allah SWT dalam mengatur rakyatnya. Sebab pemutus perkara dalam Islam adalah Allah SWT. Sedangkan manusia adalah pelaksana hukum Islam. Firman Allah SWT :
“..menetapkan hukum itu hanyalah hal Allah...” (QS Al An’aam [6] : 57).
Islam memiliki tatanan politik yang menjamin praktik perpolitikan pasti bebas dari kepentingan nafsu duniawi. Sehingga kepentingan rakyat akan diakomodasi. Karena fungsi penguasa dalam Khilafah adalah sebagai Ri’ayatunnaas (pengurus urusan umat dan pelayan rakyat, bukan pelayan korporasi). Sehingga hanya dengan menerapkan Syariat Islam kaffah dibawah naungan Khilafah Islamiyyah, keberkahan hidup terwujud di dunia dan di akhirat. Wallahu’alam bishshawab.[]
Catatan Kaki :
(1) https://rm.id/baca-berita/government-action/175299/indeks-persepsi-korupsi-turun-mahfud-bentuk-tim-percepatan-reformasi-hukum