Pengaburan Sejarah, Kebangkitan Hakiki, dan Peran Pemuda Muslim

 


Oleh: Yusra Dahnia


Peringatan Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) setiap tanggal 20 Mei dianggap momen istimewa di Indonesia. Penetapan Harkitnas dicetuskan di awal masa kemerdekaan tahun 1948 oleh Soekarno pada 20 Mei. Tanggal itu bertepatan dengan berdirinya organisasi Budi Oetomo (BO) pada 1908. Soekarno memandang BO sebagai pelopor berdirinya berbagai organisasi kebangsaan lainnya. Masih menurut Soekarno, pendirian BO merupakan tonggak awal kebangkitan bangsa Indonesia.


Kebangkitan Semu


Tak banyak disadari, Kebangkitan nasional yang dipelopori oleh para ulama dan santrinya ketika masa penjajahan, berhasil membangkitkan semangat rakyat Indonesia untuk berani melawan penjajah Barat. Mereka rela berkorban menyerahkan harta, jiwa, dan raganya untuk mengusir para penjajah dari Indonesia. Peran mereka terdapat di setiap aspek kemerdekaan, sejak awal penjajahan hingga detik-detik kemerdekaan Indonesia.  


Penghadangan Kebangkitan Ulama dan Pemuda Hari ini begitu mengenaskan akibat dominasi sistem kapitalisme-sekulerisme yang diterapkan oleh kafir Barat. Hukum-hukum Allah dicampakkan dan dijauhkan dari kaum muslimin. Dalam situasi ini, peran ulama tentu sangat diharapkan. Mereka semestinya berada di garda terdepan dalam amar makruf nahi mungkar, menjadi pelopor kebangkitan, sekaligus siap mendidik umat dengan Islam dan mengajak umat agar mau menjadi para pejuang kebangkitan. 


Namun, para penjaga kekufuran dan musuh-musuh Islam sangat paham akan peran penting ulama sehingga mereka membuat rancangan pemberdayaan demi menghadang persatuan kaum muslimin dan mengukuhkan penjajahan. Akhirnya, muncul istilah “moderasi beragama”. Barat menebar racun moderasi beragama yang menyasar seluruh elemen kaum muslimin, baik para ulama maupun generasi mudanya. Mereka mengkotak-kotak kaum muslimin berdasarkan istilah “Islam moderat” yang diversuskan dengan istilah “Islam radikal”. 


Muslim yang pro Barat, menerima dan mengakomodasi kepentingan Barat akan disebut “moderat”. Sebaliknya, muslim yang menolak penjajahan Barat dan menentang kepentingan Barat akan disebut “radikal” dan sah untuk diperangi. Padahal sejatinya, moderasi beragama berasaskan sekularisme, ditujukan untuk melucuti ajaran Islam dari tubuh umat, dan menciptakan permusuhan kepada kaum muslim yang ingin taat beragama, lalu menyetir umat agar tunduk pada peradaban Barat, seperti demokrasi, mendukung LGBT, liberalisme, kesetaraan gender, dan sebagainya. 


Para pemuda muslim pun tak luput dari sasaran moderasi beragama. Ajaran Islam kaffah kian pudar dari benak para pemuda. Hasilnya adalah para pemuda muslim moderat yang sekuler. Mereka sibuk mengejar kesalehan pribadi dan mengamalkan ajaran Islam sebatas ritualnya saja. Identitas keislaman mereka hilang dan berkarakter inklusif. Mereka tidak mau tampak beda dengan teman-teman non muslimnya. Mereka juga sangat “toleran” hingga menoleransi kekufuran dan kemaksiatan atas nama menghormati perbedaan. Mereka pun begitu kompromistis dan adaptif, serta membebek pada semua pemikiran, standar, dan arah peradaban Barat. 


Kebangkitan Hakiki Hanya Dengan Penerapan Islam


Ketidaksadaran bahwa penyebab utama penderitaan, kezaliman, berbagai krisis yang terus menghimpit, dan kerusakan generasi umat adalah karena diterapkannya sistem kehidupan kapitalisme, menjadikan umat terbiasa dengan kondisi kehidupan seperti ini. Mereka cukup puas dengan menjadikan Islam sebatas ibadah ritual, lalu abai terhadap hukum-hukum Islam lainnya. Padahal, sangat jelas Allah Swt memerintahkan kaum muslim berhukum hanya dengan syariah-Nya. 


“Maka hukumilah mereka menurut hukum yang Allah turunkan dan janganlah mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu.” (Q.S. al-Maidah [5]: 48). 


Oleh karena itu, umat Islam harus menyadari bahwa kondisi mereka akan semakin hancur jika tidak bersegera mengayunkan langkah perubahan dari sistem kapitalisme-sekularisme (yang rusak dan merusak) menuju sistem yang diridhai Allah Swt. 


Lalu, seperti apa kebangkitan yang hakiki itu? Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani menyampaikan bahwa bangkitnya manusia tergantung pada pemikirannya tentang alam, manusia dan kehidupan, serta hubungan ketiganya dengan sebelum (adanya pencipta) dan sesudah kehidupan dunia (akhirat) –yaitu syariat Allah swt–, kelak pemikiran tadi akan menjadi persepsi dalam mengarungi kancah kehidupan. (an-Nabhani, Nizham al-Islam, 2001: 4-5). Pemikiran-pemikiran yang berasal dari akidah dan syariat Islam inilah yang disebut dengan ideologi. Ideologi Islam akan membangkitkan pemikiran umat sehingga mereka terdorong ikut serta berjuang melakukan perubahan hakiki dari sistem kapitalisme-sekulerisme menuju sistem Islam yang dicita-citakan. 


Hanya dengan ideologi Islam, umat akan beranjak menuju kebangkitan hakiki. Bangkit dengan penerapan Islam kaffah di dalam negeri dan mendakwahkannya ke seluruh dunia. 


Napak Tilas Dakwah Rasulullah Saw. 


Para pemuda muslim di zaman Rasulullah adalah generasi terbaik di masa awal Islam. Mereka hidup mendampingi Rasulullah, serta berjuang dan berdakwah bersama beliau. Cinta dan pembelaan mereka kepada Allah dan Rasul-Nya tidak perlu kita ragukan. Mereka para pengemban Islam garda terdepan dan menjadi perisai bagi dakwah Rasulullah. Keberadaan mereka (para sahabat Rasulullah) bagaikan mata air. Aliran jejaknya menghidupkan titik awal tegaknya peradaban gemilang. 


Munculnya sosok para pemuda terbaik di masa Rasulullah bukan karena keajaiban. Mereka dibina oleh Rasulullah melalui kelompok-kelompok perhalaqohan (tatsqif murakazah) di dalam kelompok politik (kutlah) agar mampu melanjutkan estafet dakwah Rasulullah. Sistem pembinaan yang dilakukan Rasulullah berperan menginkubasi generasi muda dengan pencerdasan perihal tsaqafah Islam politik sehingga mereka peka terhadap berbagai urusan umat, serta mampu melepaskan umat dari segala problematika kehidupan. 


Selain berperan sebagai pemimpin perubahan dan pengemban dakwah Islam politik, para pemuda binaan Rasulullah juga kelak mampu menjadi para ahli/pakar/intelektual di sektor-sektor kemaslahatan publik. Berikut beberapa pemuda kebanggaan Rasulullah yang berhasil beliau bina dan menjadi teladan bagi generasi muda muslim. Ali bin Abi Thalib ra. (10 tahun), pemuda alim, zuhud, dan pemberani. Usamah bin Zaid (18 tahun), memimpin pasukan yang anggotanya adalah para pembesar sahabat, seperti Abu Bakar dan Umar, untuk menghadapi pasukan terbesar dan terkuat di masa itu. Zaid bin Tsabit (13 tahun) sebagai penulis wahyu. Al Arqam bin Abil Arqam (16 tahun), menjadikan rumahnya sebagai markas dakwah Rasul selama 13 tahun berturut-turut. 


Berkaca dari generasi assaabiquun alawwaliin di atas, generasi muslim saat ini pun harus menjadi pemimpin kebangkitan dan penjaga Islam yang terpercaya. Generasi muda muslim harus menjadi duta-duta Islam sebagaimana sosok Mush’ab bin ‘Umair ra. yang diutus Rasulullah untuk mengemban dakwah dan mempersiapkan Madinah sebagai pusat kekuasaan Islam. Mush’ab bin ‘umair adalah pemuda yang faqih fiddin, mahir berdakwah, dan pribadinya sangat menarik. Masyarakat Madinah mengenalnya seolah-olah Mush’ab adalah pemuda dari surga. Maka berkat perjuangannya, dalam tempo kurang dari setahun, hampir seluruh penduduk Madinah masuk Islam. 


Menyiapkan pemuda sebagai pemimpin kebangkitan umat adalah tugas kita bersama. Karena peran pemuda sangat besar dalam mewujudkan peradaban gemilang, baik pada masa lalu maupun masa mendatang. Pemuda muslim yang memahami hakikat kebangkitan sejati akan menjadi kekuatan luar biasa bagi kemajuan umat Islam. Para pemuda yang memahami Islam sebagai sebuah mabda (ideologi), lurus akidahnya, dan selalu terikat dengan syariat, merupakan aset berharga yang akan membangkitkan umat menuju tegaknya peradaban agung yang Allah ridhai, yaitu Khilafah Islamiyah. Wallahu a’lam bi ash-shawab.[]


*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم