Oleh: Nina Iryani S.Pd.
Pangan merupakan kebutuhan pokok hidup bagi setiap individu, sehingga keberadaannya menjadi penting bagi kelangsungan hidup manusia hingga di masa mendatang. Melimpahnya makanan, ketersediaannya yang memenuhi kualitas gizi, halal dan baik bagi kesehatan diperlukan sebagai sumber energi bagi kebutuhan manusia.
Kenyataannya, ketahanan pangan yang terus dikampanyekan belum dikatakan merata, baik dari sisi jumlah, standar gizi dan penggunaanya bagi seluruh rakyat Indonesia. Misalnya, dari sisi produktivitas lahan pertanian, berkurangnya lahan pertanian ditengah kebutuhan pangan makin meningkat, menjadi sumber masalah baru yang belum tuntas penanggulangannya. Belum lagi, ditambah lagi lahan perikanan yang notabene diserahkan kepada asing sebagai bentuk kerjasama dalam pengelolaannya. Timbullah masalah stunting (gagal tumbuh kembang anak) yang banyak terjadi di berbagai negeri ini yang di sebut - sebut sebagai negara agraris dan negara maritim.
Berbagai kampanye dan usaha sudah digelontorkan untuk menekan keberadaan anak yang terjangkit stunting ini akibat kurang gizi. Masalah berikutnya, masih banyak orang kelaparan, pengemis dengan pola makan kurang dari 3x sehari, tinggal ditempat kumuh, tercemarnya lingkungan dan pola makan tidak teratur ditambah lagi asupan yang tidak memenuhi gizi seimbang membuat terjangkitnya manusia terhadap penyakit. Diantaranya ya gizi buruk, busung lapar dan sebagainya.
Belum lagi beredar makanan impor luar negeri yang ternyata mengandung babi dan penggunaan bahan pangan yang kualitas gizinya buruk (disana digunakan untuk pakan ternak) malah di Indonesia dikonsumsi manusia, makanan-makanan instan yang diragukan kualitas halal dan baik. Seperti halnya makanan yang ternyata menggunakan pewarna tekstil dan bahan senyawa kimia yang berbahaya bagi tubuh manusia.
Masalah-masalah pangan tersebut kian merebak namun belum tuntas penyelesaiannya hingga ke akarnya. Padahal dalam Islam ketahanan pangan diatur mulai dari pengadaan lahan pertanian beserta sarana dan prasarana, penanaman, pemberdayaan hingga dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan sebagai sumber energi dan kesehatan rakyat. Firman Allah Subhanahu Wata'ala :
"Dan sungguh Kami telah menempatkan kamu di bumi dan disana Kami sediakan (sumber) penghidupan untuk mu.... "
(TQS.Al-A'rof :10)
"Alloh lah yang menjadikan bumi ini untuk kamu yang mudah dijelajahi, maka jelajahi lah disegala penjuru nya dan makan lah sebagian dari rezekinya... "
(TQS. Al-Mulk : 15)
Betapa pentingnya menjaga ketahanan pangan bahkan, Rasulullah sallallohu 'alaihi wasalam bersabda :
"Tiadalah seorang muslim pun yang bertani, lalu hasil pertaniannya dimakan oleh burung atau manusia atau binatang, melainkan dia akan menerima pahala di atas hal itu." (Hadits riwayat Bukhori dan Muslim)
Dalam hadits lain Rasulullah Sallallahu 'alaihi Wasallam bersabda :
"Tiada seorang lelaki menanam sesuatu tanaman, melainkan Allah menetapkan baginya ganjaran sebanyak jumlah buah yang dihasilkan oleh tanaman tersebut."
(H.R Imam Ahmad).
Dalil lain pada Surat Yusuf ayat 47 :
"Dia (Yusuf) berkata "Agar kamu bercocok tanam tujuh tahun (berturut-turut) sebagaimana biasa, kemudian apa yang kamu tuai, hendaklah kamu biarkan di tangkainya, kecuali sedikit untuk kamu makan."
Konsep ini merupakan strategi ketahanan pangan yang dilakukan nabi Yusuf AS pada kondisi yang diperkirakan mengalami kelangkaan makanan akibat kemarau panjang tujuh tahun berturut-turut. Selain itu, Islam juga mengajarkan kita untuk bersyukur seperti hal nya tertera dalam surat Yasiin ayat 35 :
"Supaya mereka dapat makan dari buahnya, dan dari apa yang di usahakan oleh tangan mereka, maka mengapakah mereka tidak bersyukur?"
Demikian Islam memberi solusi tuntas terkait persoalan ketahanan pangan, bahwa sejatinya hidup perlu aturan memadai sebagai upaya menjaga distribusi dan pengelolaan makanan demi kesejahteraan kehidupan masyarakat. Islam datang sebagai rahmatal lil'alamin sebagai pondasi makmurnya negeri menjadi baldatun toyyibatun warobbun ghofur.
Saatnya mencampakkan sistem kapitalis yang tata pengelolaan, distribusi dan impor makanan yang kurang layak bagi rakyat, sejatinya hanya makanan yang halalan toyyiban yang dianjurkan dalam Islam. Wallahu'alam bishawab.[]