Oleh: Siti Muslikhah
Sungguh malang nasib seorang istri di Kecamatan Baturaja Timur Kabupaten OKU, Sumatera Selatan harus meregang nyawa ditangan suaminya sendiri. Peristiwa berdarah ini terjadi pada Sabtu (10/6/2023) sekitar pukul 03.00 WIB. Sang istri yang bernama Siti Rahma dicurigai memiliki pria idaman lain oleh suaminya, lantaran beberapa waktu sebelumnya pelaku meminta user name dan password akun media sosial facebook milik korban namun tidak diberi. Akibatnya suaminya menjadi emosi, lalu menusuk korban dengan pisau sebanyak 4 tusukan di bagian perut dan rusuk sebelah kanan hingga korban meninggal di TKP (sumsel.inews.id, 10/6/2023).
Kejadian ini sungguh memilukan hati, sebab suami yang seharusnya menjaga dan melindungi istrinya justru tega menghabisi nyawa sang istri lantaran emosi. Emosi yang memuncak membuat nalar tak lagi berperan hingga perbuatan haram pun dilakukan. Perselingkuhan kerap terjadi dan menjadi sumber masalah bagi kehidupan suami istri. Mulai dari pertengkaran yang berujung pada KDRT, perceraian hingga pembunuhan.
Sistem sekulerisme kapitalisme yang diterapkan dalam kehidupan saat ini telah membuat seseorang lemah imannya, bahkan jauh dari ketakwaan. Sebab sistem ini memberikan kebebasan pada manusia untuk berbuat semaunya tanpa di batasi oleh nilai-nilai agama. Halal dan haram tak lagi jadi patokan perbuatan. Suami atau istri berani melakukan perselingkuhan hanya karena tidak puas dalam berhubungan atau sekedar ingin mencari kesenangan. Jika seseorang telah merasa bosan dengan pasangannya, dengan mudahnya bisa mencari pasangan di luar pernikahan. Begitu juga orang bebas meluapkan emosi dengan melakukan tindakan apa saja asal dia puas atau senang.
Dalam sistem kapitalisme sekulerisme, ikatan pernikahan menjadi rapuh. Fungsi qawwamah (kepemimpinan) dari suami dan fungsi ummun wa rabbbatul baiti (ibu dan pengurus rumah tangga dari istri hilang. Keinginan suami untuk melindungi dan memenuhi seluruh kebutuhan istrinya memudar. Begitu juga dengan ketaatan dan pelayanan seorang istri pada suami akan menjadi minimalis. Kontrol masyarakat atas kehidupan yang rusak jadi melemah. Bahkan, peraturan dan hukum yang diterapkan tak membuat jera pelaku kejahatan.
Lain halnya jika kehidupan diatur dengan aturan agama yang diturunkan oleh pencipta jagad raya. Pastinya akan membawa keberkahan bagi seluruh penghuninya. Islam dengan aturannya yang sempurna mampu menyelesaikan persoalan manusia seluruhnya termasuk masalah-masalah dalam kehidupan berumah tangga.
Pernikahan dalam Islam dipandang sebagai ibadah yang memiliki sejumlah tujuan mulia. Diantaranya adalah mewujudkan mawadah dan rahmah, yaitu terjalinnya cinta kasih dan tergapainya ketenteraman hati (Sakinah) demi menggapai ridho Allah SWT. Perkawinan diibaratkan mitsaqan ghalidhzan (ikatan yang kokoh), sebab itu Allah SWT melarang untuk melepaskannya. Namun, dalam kenyataan kehidupan bermasyarakat ada hal-hal yang menjadi pemicu konflik rumah tangga salah satunya adalah suami yang menuduh isterinya berbuat selingkuh (berzina).
Dalam Islam, jika seorang suami yang menuduh istrinya berselingkuh (berzina), sementara dia tidak dapat mendatangkan bukti apapun maka layak dikenakan hukuman (had) yaitu cambuk 80 kali karena dianggap telah melakukan qadzaf (tuduhan palsu) jika menolak untuk melakukan li’an. Akan tetapi, jika dia bersedia melakukan li’an sedang istrinya menolak untuk melakukannya, maka istrinyalah yang layak dikenakan hukuman (had).
Li’an diambil dari kata al-la’nu (laknat), karena suami-istri masing-masing melaknat dirinya pada ucapan yang kelima kalinya, jika satu sama lain dianggap berdusta. Dasar hukum li’an adalah firman Allah SWT yang artinya: “ Dan orang-orang yang menuduh istrinya (berzina), padahal mereka tidak mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri, maka kesaksian masing-masing orang itu ialah empat kali bersumpah dengan (nama) Allah bahwa sesungguhnya dia termasuk orang yang berkata benar. Dan (sumpah) yang kelima bahwa laknat Allah akan menimpanya, jika dia termasuk orang yang berdusta. Dan istri itu terhindar dari hukuman apabila dia bersumpah empat kali atas (nama) Allah bahwa dia (suaminya) benar-benar termasuk orang-orang yang berdusta, dan (sumpah) yang kelima bahwa kemurkaan Allah akan menimpanya (istri), jika dia (suaminya) itu termasuk orang yang berkata benar.” (QS an-Nur[24]:6-9).
Penulis kitab Bidayatul-Mujtahid menjelaskan bahwa karena ikatan resmi (pernikahan) antara laki-laki dan perempuan menjadi penyebab adanya hubungan nasab, maka menjadi hal yang penting bagi seseorang untuk menolak tuduhan zina dengan cara tertentu, apabila tuduhan itu tidak benar, yaitu li’an.
Li’an bisa terjadi apabila memenuhi persyaratan. Pertama, Lian terjadi atas putusan hakim. Proses lian harus dilakukan di hadapan hakim. Namun, sebelum lian terjadi, hakim harus mengingatkan dan menasehati sang istri, seperti nasihat ini. Rasulullah SAW bersabda: “Perempuan mana pun yang menasabkan anak yang dihasilkan dari laki-laki lain kepada suaminya, maka Allah SWT tidak akan merahmati, memaafkan, dan memasukkannya ke dalam surga. Dan laki-laki mana pun yang memungkiri nasab anaknya, sementara dia mengetahui bahwa anak itu adalah anak kandungnya, maka Allah SWT akan menjauhkannya dari rahmat-Nya dan akan menghinanya (pada hari Kiamat) di hadapan semua manusia”
Kedua, li’an harus dilakukan oleh suami-istri yang berakal sehat dan baligh.
Kemudian apabila kedua suami istri telah melakukan li’an maka mereka telah terpisah selama-lamanya. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Sahal ibn Sa’ad yang berkata: “Telah berlaku ketentuan as-Sunnah mengenai suami istri yang telah saling melakukan li’an, bahwa keduanya dipisahkan dan tidak boleh berkumpul lagi selama-lamanya.” (HR Abu Dawud).
Demikianlah Islam menyelesaikan persoalan rumah tangga jika suami curiga atau menuduh istrinya berselingkuh (berzina).
Selain itu aturan Islam juga menjamin terpeliharanya jiwa manusia. Rasulullah SAW: “Hilangnya dunia itu lebih ringan bagi Allah SWT dibandingkan dengan terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.” (HR. Nasa'i).
Islam menetapkan hukum qishas sebagai solusi atas persoalan pembunuhan. Allah SWT berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu (melaksanakan ) qishas berkenaan dengan orang yang dibunuh. Orang merdeka dengan orang merdeka, hamba sahaya dengan hamba sahaya, perempuan dengan perempuan. Tetapi barang siapa memperoleh maaf dari saudaranya, hendaklah dia mengikutinya dengan baik, dan membayar diyat (tebusan) kepadanya dengan baik (pula). Yang demikian itu adalah keringanan dan rahmat dari Tuhanmu. Barang siapa melampaui batas setelah itu, maka ia akan mendapat azab yang sangat pedih.” (QS. Al-Baqarah ayat 178).
Hukum qishas ini dilakukan di hadapan khalayak umum tanpa ditutup-tutupi, sehingga semua orang dapat menyaksikannya. Ketika ini dijalankan, siapapun akan berfikir ulang untuk melakukan tindak kejahatan pembunuhan.
Inilah solusi yang diberikan oleh Islam. Semua ini akan terlaksana dengan sempurna jika diterapkan oleh negara yang menerapkan Islam secara kaffah yaitu Khilafah Rasyidah. Wallahu a’lam bishawab.[]