Oleh : Gayuh Rahayu Utami
Kebijakan ekspor pasir laut yang diterbitkan oleh orang nomor satu di negeri ini mengalami dampak yang tidak sedikit dan rakyat terkena imbasnya. Salah satu peristiwa rencana ekspor pasir Laut terjadi di Wilayah Desa Paseban Kabupaten Jember Jawa Timur. Warga desa setempat ramai-ramai menolak adanya tambang pasir.
Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti berharap Presiden Joko Widodo membatalkan keputusannya dalam membuka keran ekspor pasir laut.
"Semoga keputusan ini dibatalkan. Kerugian lingkungan akan jauh lebih besar. Climate change sudah terasakan dan berdampak. Janganlah diperparah dengan penambangan pasir laut," tulis Susi dalam akun resmi Twitternya, Senin 29 Mei 2023. (cnn.indonesia.com).
Sebelumnya, Jokowi menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut, dan memasukkan ketentuan baru baru soal pengelolaan dan pemanfaatan pasir laut. Namun dikembalikan lagi bahwa kebijakan ini adalah kebijakan yang menimbulkan kerugian yang signifikan bagi rakyat. Dampak yang terjadi jika ekspor pasir laut dilakukan adalah ekosistem laut menjadi terganggu, abrasi semakin mengkhawatirkan, dan yang ketiga rakyat tidak menikmati hasil tambang pasir karena diekspor ke asing. Sedangkan rakyat mendapatkan remahan dan terkena dampak negatif tersebut. Lingkungan laut menjadi tidak elok akibat keserakahan kaum kapitalis.
Memang kebijakan ini cukup meresahkan, maka wajar jika banyak pihak yang menolak. Pada faktanya di sistem kapitalisme untuk menambang tidak memperhatikan efek jangka panjang, tidak peduli apakah lingkungan menjadi rusak atau tidak. Yang penting dapat untung yang besar dan mengekploitasi secara berkala tanpa melihat kondisi rakyat yang sedang mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Akibatnya, kehidupan rakyat di sistem kapitalisme ini semakin sengsara dan miskin di negeri sendiri. Untuk mendapatkan bahan pokok harus membayar dengan harga mahal karena disetir oleh kapitalis. Hasil tambang lari ke asing rakyat diperas tanpa belas kasihan dan terjadi kemiskinan secara sistemik. Tidak heran kalau saat ini semuanya serba uang dan kebutuhan publik pun dikomersilkan.
Pengelolaan tambang dalam Islam sangat jauh berbeda dengan pengelolaan tambang di sistem kapitalisme hari ini. Dalam Islam, tambang adalah kepemilikan umum. Negara wajib mengelola dengan sebaik-baiknya. Tidak boleh dikuasai asing dan dimiliki oleh individu. Ketika akan melakukan tindakan penambangan, negara wajib memperhatikan kondisi daerah pertambangan apakah mengakibatkan dampak yang buruk atau tidak bagi rakyat dan benar-benar memastikan keamanan rakyat yang dekat dengan kawasan tambang. Di samping itu mengirim tenaga ahli yang mengutamakan dari dalam negeri terutama dari lulusan sarjana teknik dan ilmunya teraplikasikan secara mudah ketika Islam diterapkan dalam skala negara. Hasil sumber daya alam diberikan kepada rakyat.
Maka tidak heran Islam berjaya selama 13 abad karena hasil sumber daya alam dikelola dengan benar dan sesuai Al Qur'an dan As-Sunnah. Hasil Sumber daya alam saat ini jika pengelolaannya diatur sesuai Islam maka akan bisa dinikmati rakyat. Dari hasil sumber daya alam yang melimpah akan masuk ke baitul mal dan baitul mal akan mengeluarkannya untuk kebutuhan rakyat seperti membiayai pendidikan yang dibutuhkan umat, membiayai kesehatan umat tanpa adanya diskriminasi antara orang kaya dan orang miskin, keamanan terjaga, bahan pokok dan BBM didapatkan dengan harga murah tanpa disetir asing.
Tambang pasir akan berkah jika diatur oleh sistem Islam. Kehidupan dalam sistem Islam akan lebih makmur dan sejahtera. Mustahil mendapatkan kesejahteraan yang hakiki di sistem kapitalisme. Hanya Islam yang dapat mengelola tambang dengan tepat dan adil karena bersumber dari Allah 'Azza wa Jalla. Rakyat tidak akan mengalami kerugian dan tidak mengalami kesulitan jika tambang dikelola dengan benar sesuai petunjuk Allah dan Rasul-Nya.[]