Remisi: Masalah atau Solusi?



Oleh Ramsa


Kegembiraan hari raya idul fitri dirasakan oleh semua kalangan. Dari yang muda dan tua,  kaya atau si miskin. Kebahagiaan ini dapat dinikmati oleh orang-orang bebas atau bukan penghuni tahanan. Dan sudah umum diketahui bahwa setiap lebaran akan ada keceriaan yang bertambah bagi penghuni lembaga pemasyarakatan.


Tak terkecuali tahun ini,  kabar gembira bagi narapidana sudah tersebar,  bahwa ada ribuan napi yang akan dapat remisi dan 40 orang bisa langsung bebas. Tentu ini hal yang menyenangkan bagi sang napi dan keluarganya. 


Sebagaimana dikutip dari kompas.com 23 April 2023 bahwa tahun ini Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemkumham) mengeklaim bahwa memberi  remisi Idul Fitri  bagi 146.260 dari 196.371 narapidana beragama Islam di Indonesia menerima remisi khusus (RK) Idul Fitri 2023. 


Sengkarut Hukum Di Indonesia


Sepintas hukum dan pemberian hukuman bagi pelaku kejahatan di negeri ini seolah hanya permainan atau sandiwara. Tak terasa keadilan di mata hukum.  Jika hukuman itu sudah ditetapkan di majelis persidangan, lalu mengapa dengan mudah di rubah, atau diringankan atas nama remisi, grasi dan pengampunan lainnya? 


Apa guna hukum ditegakkan jika selesai ketuk palu bisa dengan mudah diutak-atik lagi. Apakah hukum seperti ini mampu mendatangkan efek jera bagi pelaku kejahatan? Dapatkah hal seperti ini mencegah orang lain agar tidak jadi pelaku kejahatan?  Atau malah membuat pelaku kejahatan senang dan bisa membuat kejahatan baru,  toh hukuman bisa diringankan. 


Sebagai contoh seorang narapidana korupsi dapat hukuman 10 tahun penjara, lalu akan dipotong masa tahanan satu tahun. Setelah itu, dengan alasan berkelakuan baik di penjara maka setiap lebaran idul fitri dan hari kemerdekaan dapat diskon atau remisi (pemotongan)  masa hukuman,  sebut saja dapat potongan hukuman 3 bulan,  jika awalnya 10 tahun,  tersisa 9 tahun,  sudah dijalani 5 tahun lalu berturut-turut dapat  remisi hari raya dan hari kemerdekaan maka, masa kurungan harusnya sepuluh tahun tersisa 5 tahun. Dengan kondisi demikian bisa dipastikan sang koruptor tidak akan pernah jera. Begitu pun dengan pelaku kejahatan lainnya. Bisa jadi ketagihan korupsi dan ajak orang lain. Toh masa kurungan singkat, ada banyak potongan hukuman.  


Kalau pelaku kejahatan yang dapat remisi itu terdiri dari pembunuh,  pengedar narkoba,  pelaku korupsi,  pemerkosa, semua dapat remisi apakah ini bisa jadi solusi bagi masyarakat? Ibarat kata menyelesaikan satu masalah namun mengundang banyak masalah baru. Tak ada ujung pangkalnya kejahatan, malah pelaku akan semakin banyak dan makin kreatif membuat dan merancang kejahatannya.  


Alasan di Balik Remisi Massal 


Salah satu yang menjadi alasan diadakan remisi adalah penghematan anggaran negara. Yakni penghematan dana konsumsi napi. Di sisi lain, yang sering diopinikan adalah kurangnya kapasitas Lembaga Pemasyarakatan. Atau juga untuk mempercepat proses reintegrasi atau pembauran dan penyatuan mantan napi dengan masyarakat sekitar.


Digadang-gadang dengan adanya remisi ribuan narapidana akan menghemat anggaran negara sekitar 70 milyar lebih. Angka yang cukup signifikan. Di satu sisi remisi merupakan hak narapidana sesuai hukum di negeri ini, di sisi lain rasa  keadilan semakin jauh dari harapan rakyat.


Islam Kaffah Memberi Efek Jera Pelaku Kejahatan


Dalam sistem hukum Islam tidak dikenal adanya remisi atau pemotongan masa hukuman.  Syariat Islam sudah menetapkan bahwa keputusan majelis hakim atau qadhi dalam persidangan adalah final. Tidak bisa diganggu gugat bahkan oleh Khalifah atau pemimpin  negara sekalipun. 


Dalam sistem sanksi Islam begitu tegas bagi pelaku kejahatan.  Misalnya seorang pezina yang sudah menikah terbukti berzina dan mengakui dirinya berzina maka hukumnnya dirajam atau dilempari batu hingga meninggal. Proses berlangsungnya hukuman ini disaksikan oleh orang banyak. Tidak boleh ada rasa kasihan bagi pelaku zina. Sehingga diberlakukannya hukuman ini akan menimbulkan kengerian dan menjadikan efek jera bagi pelaku dan masyarakat umum. 


Selain itu, bagi pelaku yang sudah dihukum sesuai syariat Islam akan mendapatkan pengampunan dosa dari Allah. Karena fungsi hukum atau sistem sanksi dalam Islam itu ada dua yakni sebagai penebus dosa bagi pelaku dan pencegah dosa bagi orang lain. Bagi yang menyaksikan jalannya hukuman tentu akan  mencegah mereka untuk berbuat hal serupa.


Tegasnya hukum dalam Islam sebagai bentuk ketaatan pada seruan Allah subhanahu wa ta'ala, sebagaimana firmanNya dalam surat Al-Baqarah ayat 208,


يٰٓأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا ادْخُلُوا فِى السِّلْمِ كَآفَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِ ۚ إِنَّهُۥ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ


Artinya :

Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.


Maka tidak ada pilihan lain bagi seorang Muslim selain masuk dan mengambil aturan hidup sesuai Islam yang kaffah atau totalitas. Mulai dari aturan tidur, masuk kamar mandi, urusan makanan, pakaian, perkataan baik, berbuat baik pada orang tua, hingga urusan hukum dan kriminalitas, atau urusan negara semua mesti sesuai syariat Allah.  Semuanya sudah disebutkan dalam al-Qur'an. Jika syariat diterapkan niscaya Allah menurunkan berkah dan ridaNya. Ayo pelajari syariat Islam, pahami aturan hukum dalam Islam dan dakwahkan atau sebarkan di masyarakat. Wallahu A'lam bishshawwab. []

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم