Azizah Rasad
(Mahasiswi Ekonomi Yogyakarta)
Hari buruh internasional atau May Day yang selalu diperingati setiap 1 Mei. May Day hadir karena di bulan Mei banyak sekali peristiwa yang terjadi, mengenai tuntutan para buruh untuk mendapatkan hak-hak mereka. Hingga tahun ini para buruh berusaha untuk menyampaikan tuntutan-tuntutan yang merupakan hak bagi mereka.
Tahun ini ada empat tuntutan yang disampaikan oleh Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia Said Iqbal, yakni cabut Omnibus Law UU Cipta Kerja, cabut parliamentary threshold 4%, sahkan RUU PPRT, tolak RUU Kesehatan (CNN Indonesia, 27/4/2023).
Tuntutan yang buruh perjuangkan sebenarnya sama saja seperti tuntutan di tahun-tahun sebelumnya, artinya bertahun-tahun mereka belum mendapatkan kesejahteraan yang merupakan hak bagi setiap individu. Berbagai macam aturan lahir, dengan alih-alih menyelesaikan persoalan kaum buruh, namun pada faktanya semua aturan yang dibuat lebih menguntungkan para pengusaha. Sehingga persoalan ini seperti tidak ada ujungnya.
Kondisi saat ini adalah hasil dari penerapan sistem kapitalisme, dimana kekuasaan alam dimiliki oleh segilintir kapitalis dengan legalitas dari penguasa, sedangkan posisi rakyat hanya menjadi buruh kasar yang mendapatkan upah minimal yang jauh dari layak, bahkan sebagian mendapatkan upah yang tidak manusiawi.
Sehingga dalam sistem ini kondisi buruh tidak akan mendapatkan kesejahteraan sebab mereka seperti terjepit dari dua sisi, yaitu tekanan pekerjaan yang mengeksploitasi mereka dan juga tekanan kebutuhan yang harus dipenuhi secara mandiri. Apalagi, negara juga semakin kapitalistik, berbagai layanan publik dikapitalisasi sehingga beban hidup rakyat semakin berat.
Berbeda halnya dengan sistem Islam, Ijarah (kontrak kerja), buruh dan pengusaha dalam posisi sama tinggi dan sama rendah. Pekerja (ajir) dan yang mempekerjakan (musta’jir) bekerja sama untuk menghasilkan produk yang bermanfaat bagi masyarakat. Akad yang syar’i akan mengikat keduanya agar sama-sama menjalankan kewajibannya dan mendapatkan haknya secara baik.
Musta’jir akan menjelaskan pekerjaan secara jelas dan memberikan upah secara tepat waktu berdasarkan jumlah yang disepakati. Buruh akan bekerja secara profesional sesuai akad yang ditetapkan di awal kesepakatan. Dengan demikian, tidak ada penindasan maupun kezaliman dar pengusaha terhadap buruh.
Adapun ketika terjadi perselisihan di antara ajir dan muta’jir, masalah itu akan diserahkan ke pihak ahli, yang dapat memahami masalahnya. Bukan diambil alih oleh negara, kemudian negara mematok nilai upah. Sebab negara sendiri sebenarnya haram untuk mematok upah.
Sedangkan peran negara adalah yang menjamin semua kebutuhan rakyat terpenuhi. Jika ada pekerja yang memang tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup karena sebab tertentu, seperti cacat, sakit, dan lainnya, negara wajib untuk memberikan bantuan. Bisa berupa zakat atau lainnya. Intinya, negara memastikan agar semua kebutuhan individu bisa tercukupi.
Kesejahteraan buruh yang hakiki akan terwujud jika kita menerapkan sistem Islam secara menyeluruh (kaffah) di tengah-tengah kita, bukan sekedar mencari solusi-solusi parsial. Maka dari itu kaum buruh harus bersatu bukan hanya menuntut kesejahteraan tetapi menuntut perubahan yang sistemis dari sistem kapitalisme menuju sistem Islam. Wallahu'alam.[]