Ramadhan Bulan Jihad: Menteladani Rasulullah dan Para Khalifah Menyelesaikan Konflik




Endah Sulistiowati (Dir. Muslimah Voice)


Pada suatu hari, Umar bin al-Khaththab ra. bertanya pada rekan-rekannya, “Siapakah manusia yang terbesar pahalanya?” Mereka mulai menyebutkan orang yang puasa, salat, dan mereka mengatakan anu dan anu setelah Amirul Mukminin. Umar berkata, “Maukah kalian aku beritahu manusia yang terbesar pahalanya daripada orang-orang yang kalian sebut dan juga daripada Amirul Mukminin?” Mereka berkata, “Ya, tentu.” Umar berkata, “Pemuda Syam yang mengambil kendali dari kudanya, yang berjaga-jaga di perbatasan negeri kaum muslim. Ia tidak tahu apakah binatang buas menerkamnya, hewan beracun menggigitnya, atau para musuh menyerangnya. Inilah yang terbesar pahalanya daripada orang-orang yang kalian sebutkan, dan juga daripada Amirul Mukminin.” (Hayātu al-Sahābat, 1/320).


Ramadan menjadi saksi terjadinya peperangan dan pertempuran bersejarah. Sebut saja Perang Badar, penaklukan Makkah, penaklukan Spanyol, pertempuran Hittin, pertempuran Buwaib, penaklukan Nubah dan Amoriyah, serta banyak lagi yang lainnya. Kaum muslim menjadikan Ramadan sebagai bulan kemenangan dan penaklukan. Bulan jihad dan pertempuran. Namun, semua itu ada dan bisa terjadi karena kaum muslim memiliki satu negara yang menerapkan Islam dan memiliki Khalifah sebagai pemimpin yang menyerukan kemuliaan Islam.


Bagaimana dengan saat ini? Sekarang umat Islam telah melewati beberapa dekade ketidakberdayaan sejak kaum muslim kehilangan Khilafah. Negeri-negeri mereka tercabik-cabik. Kafir penjajah menguasai kehidupan dan juga pola pikirnya, penjajah juga mengalihkan mereka dari masalah utamanya, yaitu menjadikan Islam sebagai pandangan hidup serta menerapkan sistem Islam dalam bingkai Khilafah dalam seluruh aspek kehidupan. Umat saat ini telah menjadikan dunia/materi sebagai misi terbesarnya dan target perjuangannya.


Tidak heran jika kepedulian terhadap sesama muslim kian luntur. Rasa empati semakin luntur. Apalagi daya juang! Hampir semua umat Islam sudah terbius dengan kehidupan kapitalis. Mereka merasa di zona nyaman merasa cukup dengan kehidupannya saat ini. Ditambah tidak adanya pemimpin yang menggerakkan umat untuk berlaga membantu sesama, hal ini semakin menina-bobokan umat dalam tidur panjang.


Di dalam negeri Indonesia saja, di Papua contohnya. Di awal Ramadhan, Polres Puncak Jaya mengimbau umat Islam di Distrik Ilu, Kabupaten Puncak Jaya, Provinsi Papua Tengah, agar melaksanakan salat Tarawih di rumah masing-masing, menyusul adanya insiden penembakan yang menyebabkan dua anggota TNI-Polri meninggal dunia, Sabtu (23-3-2023). 


Umat Islam yang minoritas di wilayah minoritas di negeri muslim terbesar ini kondisi keamanan sering labil. Beberapa kali menjadi sasaran penyerapan kelompok-kelompok bersenjata. 


Bagaimana di luar negeri. Kondisi umat Islam jauh sangat memprihatinkan. Sebut saja Kongo. Muslim di Kongo yang terdampak konflik kelompok bersenjata M23 terpaksa harus tinggal di pengungsian dan merasakan kesulitan saat Ramadan. Di Masjid Mugini, sekitar 500 orang mengungsi di kamp yang serupa gubuk darurat. Mereka berdesakan dengan akses makanan dan air yang sangat terbatas.  


Bagaimana di negeri-negeri muslim yang sedang terjadi konflik? Kondisi mereka di bukan Ramadhan ini tidak jauh beda dengan di Kongo ataupun Papua. Kondisi seperti ini tidak bisa dibiarkan terus menerus. Kita harus melangkah, melakukan suatu perjuangan untuk perubahan bagi saudara-saudara kita. 


Allah berfirman: 


إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُوا۟ مَا بِأَنفُسِهِمْ,


Artinya: 

"Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri." (TQS. Ar Ra'du, 11).


Melihat fenomena di atas sudah selayaknya sebagai seorang muslim hati kita tersentuh, berusaha bangkit kembali. Serta bersegera untuk menyambut seruan perjuangan penegakan Islam kaffah untuk yang kedua kalinya. Sehingga untuk memompa semangat itu hadir, setidaknya ada beberapa hal yang perlu dibahas dalam tulisan ini, yaitu: 


1) Bagaimana Rasulullah dan para sahabat menjalankan perjuangan di bulan Ramadhan?


2) Bagaimana Rasulullah, Sahabat, dan Para Khalifah Menjaga Umat dari Konflik?


Rasulullah dan Para Sahabat Menjadikam Ramadhan sebagai Bulan Perjuangan, Bulan Jihad 


Dari Abdullah bin Amr bin al-Ash, bahwa Rasulullah saw. bersabda: _“Puasa dan Al-Qur’an akan memberi syafaat kepada seorang hamba pada hari Kiamat. Puasa berkata: ‘Ya Tuhanku, aku telah menghalanginya dari makan dan minum pada siang hari maka jadikanlah aku sebagai pemberi syafaat baginya.’ Al-Qur’an berkata: ‘Aku telah menghalanginya tidur di malam hari, maka jadikanlah aku sebagai pemberi syafaat baginya.’ Akhirnya keduanya dapat menjadi pemberi syafaat.”_ (HR Ahmad).


Di antara para sahabat, ada yang mengkhatamkan Al-Qur’an dalam semalam, ada yang separuh, dan ada yang sepertiga. Sehingga, hampir tak ada satu pun dari mereka meninggalkan waktu demi makanan, pakaian, ataupun aktivitas mubah lainnya. Begitulah mereka menghidupkan Ramadhan. 


Adapun di siang harinya, mereka gunakan untuk berjuang di jalan Allah dan mengemban dakwah Islam. Kala itu, selama beberapa abad saat Ramadan, hampir tidak pernah kosong dari pengiriman pasukan, peperangan, atau pertempuran melawan orang-orang musyrik. Mereka memahami besarnya pahala pertempuran di jalan Allah, sehingga mereka bersemangat menyebarkan Islam dan mengemban petunjuk bagi umat manusia.


Sungguh telah tiba saatnya bagi kaum muslim untuk mengembalikan Ramadan pada kewibawaan dan sukacitanya. Umat harus menata kembali skala prioritasnya, menjadikan rida Allah SWT sebagai tujuan tertinggi dan tolok ukur aktivitas mereka. Hal ini hanya bisa terjadi dengan mengembalikan syariat Allah dalam kehidupan dengan mendirikan Daulah Khilafah _‘ala minhājin nubuwah_, yang merupakan janji Allah Swt. dan kabar gembira dari Rasul-Nya SAW.. Namun perjuangan ke arah sana cukup berat, kita sebagai umat Islam harus bersatu padu memperjuangkannya apapun warna bajunya.


Rasulullah, Sahabat, dan Khalifah Menjaga Umat dari Konflik


Dalam peribahasa disebutkan _bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh_. Ibarat lidi, jika hanya satu, mudah patah; tetapi jika dipersatukan menjadi sapu, sulit untuk bisa dipatahkan. Begitu pula kaum muslim, akan kuat dan tidak mudah tercerai berai, tidak mudah dijajah, jika seluruh negara muslim di dunia ini bersatu dalam naungan satu kepemimpinan.


Gambaran persatuan itu bisa kita contoh dari Rasulullah saw. dan para sahabat yang berhasil menyatukan jazirah arab dan wilayah lainnya menjadi satu negara adidaya (negara Islam). Di bawah kepemimpinan beliau saw. dan Khulafa (Khalifah - Khalifah) setelahnya, Islam menjadi agama yang diperhitungkan keberadaannya. 


Pemimpin negara Islam (Khalifah) akan langsung bertindak ketika ada kasus penghinaan kepada Islam atau pembunuhan atas kaum muslim. Baginya, kehormatan agama dan darah kaum muslim sangat berharga. 


Rasulullah saw. bersabda, _“Hilangnya dunia lebih ringan bagi Allah dibandingkan terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.”_ (HR Nasai 3987, Tirmidzi 1455)


Khalifah akan berusaha semaksimal mungkin untuk melepaskan umat dari berbagai masalah. Kita ambil contoh bagaimana Khalifah Abu Bakar Ash - Shidiq menyelesaikan konflik dengan Musailamah. Khalifah memberikan peringatan sampai akhirnya  menumpasnya hingga ke akar-akarnya. Kemudian Khalifah Al-Mu'tashim Billah menyelesaikan kasus seorang muslimah di Amuria. Tidak ada kompromi bagi penjahat, apalagi jika ini sudah wilayah yang di jajah oleh negara lain.


Islam yang memiliki fikrah (pemikiran) dan thariqah (metode penerapan) akan mampu meluruskan dan menunjukkan cara yang benar dalam menghadapi orang-orang yang memusuhi Islam. Seluruh negeri-negeri muslim tidak akan kebingungan bagaimana jika terjadi konflik dengan negara lain. Karena penjajahan tidak akan dibiarkan masuk oleh Khalifah. 


Rasulullah saw. bersabda, _“Sesungguhnya Al-Imam (Khalifah) itu perisai yang (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)nya.”_ (HR Al-Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud).


Dengan demikian, jalan satu-satunya untuk membungkam musuh-musuh Islam hanyalah dengan mempersatukan seluruh negeri Islam dalam satu kepemimpinan. Tidak akan lagi ada kaum muslim yang hidup dalam kecemasan, hidup dalam kesengsaraan sebab ada Khalifah yang berperan sebagai junnah. 


Hanya Khilafah yang mampu membersihkan kekuasaan kufur dari negeri-negeri muslim dan mengembalikan kemurnian Islam. Khilafah yang akan membawa mereka lebih dekat dengan Allah Swt., mengembalikan aktivitas dakwah dan jihad, serta membuat Ramadan menjadi bulan ketaatan, bulan kemenangan.


Khatimah 


Dalam bulan Ramadhan di masa Rasulullah ada dua kemenangan besar, yaitu: pertama, ketika para sahabat yang mulia ini meyakinkan Rasulullah SAW akan kesiapan mereka menjadi pembela Dinullah, membersamai Rasulullah SAW dalam perjuangan hingga kaum muslim pun meraih kemenangan gemilang dalam jihad Badar al-Kubra. 


Kedua, Menandai momentum meluasnya kekuasaan politik negara Rasulullah SAW, dari Madinah berekspansi hingga ke Makkah hingga kaum musyrik Quraisy tunduk kepada kekuasaan Islam dan secara sukarela berbondong-bondong masuk Islam menyaksikan keluhuran akhlak Islam. 


Sehingga hal ini menandakan bahwa di bulan Ramadhan tidak ada kata bermalas-malasan. Giat dalam segala bidang, termasuk dakwah dan jihad. Apalagi saat ini kondisi umat Islam di titik terendah. Bahkan beberapa negeri menjadi bangsa jajahan. Sehingga kalau hanya Khalifah dan Khilafah yang bisa membebaskan mereka, mari kita perjuangkan agar keberadaannya segera terwujud. Wallahu'alam.[]

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم