Flexing, Gambarkan Peribahasa Adigang Adigung Adiguna

 


Oleh: Pipit Agustin


Istilah flexing kembali ramai diperbincangkan di media sosial. Flexing yang mengakar pada bahasa Inggris tersebut lebih dikenal dengan arti pamer. Sebagai bahasa gaul, istilah flexing dipakai untuk menyebut tindakan pamer, terutama pamer harta.


Belum lama ini gaya hidup keluarga pejabat yang suka flexing di media sosial menjadi sorotan. Sebabnya, tak jarang tindakan flexing keluarga pejabat tersebut mengundang kegaduhan dan ketidaknyamanan di masyarakat. Bukannya iri atau suudzon, hal itu pun berbuntut pada penelusuran harta kekayaaan pejabat tersebut sebagaimana yang terjadi pada ayah Mario Dandy beberapa waktu lalu. 


Selain Rafael Alun, ada lagi tindakan flexing istri dan anak Sekda Riau SF Hariyanto yang juga jadi sorotan. Lalu istri Pejabat Pembuat Komitmen Direktorat Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Muhammad Rizki Alamsyah juga ditengarai flexing di media sosial. Kasus ini mungkin masih berderet panjang dan menunggu untuk diungkapkan.


Fenomena flexing keluarga pejabat seolah menandakan terjadinya badai disrupsi keluarga pejabat. Pejabat yang seyogiyana adalah publik figur, semestinya mampu memberikan contoh hidup sederhana kepada masyarakat luas. Tindakan flexing, justru mencederai kesederhanaan itu sendiri dan lebih dekat kepada kesombongan. 


Dalam budaya Jawa, ada peribahasa adigang adigung adiguna. Artinya, kesombongan seseorang diibaratkan seperti sifat ular yang mengandalkan bisanya (adigang), sifat gajah yang mengandalkan kekuatannya (adigung), dan sifat kijang yang mengandalkan kemampuan melompatnya (adiguna). Makanya, ada sebuah petuah Jawa yang berbunyi ‘Ojo Dumeh’ (jangan mentang-mentang). Jangan mentang-mentang jadi pejabat, bisa bergaya apa saja, meskipun itu harta hasil keringatnya. Ternyata kan yang terjadi pada kasus di atas, ada sebagian harta yang diperoleh dari hasil korupsi. Ini kan jadi masalah. Di tengah rakyat yang hidupnya banyak yang kesusahan, pejabatnya seenak perutnya bertingkah adigang adigung adiguna. Sungguh menyakitkan, bukan?


Perlu diingat, jabatan bukanlah prestise, melainkan amanah. Harta bukanlah milik kita, melainkan titipan yang harus di jaga. Dan keluarga adalah juga titipan, yang harus dijaga agar tidak tergelincir atau menggelincirkan kita kepada jurang kebinasaan. Karenanya, orang hidup butuh pedoman agar hidupnya tidak mengalir begitu saja. Orang hidup butuh agama. Agama dalam bahasa sansekerta yang artinya a= tidak, gama= kacau. Keberadaan agama adalah sebagai way of life agar hidup tidak kacau. Sedangkan hidup tanpa pedoman agama akan kacau, itulah hidup bebas atau liberal dan sekuler. Seseorang bebas berbuat apa saja karena termasuk hak asasi.


Dalam kamus sekuler liberal, hedonism dan juga flexing adalah tabiat yang ditularkan melalui habitat dan komunitas. Kita kenal ada grup moge kemenkeu, misalnya. Ini adalah contoh komunitas pejabat yang sehobi, yang tidak representatif dengan jabatannya. Semacam ada split antara pekerjaan dan kehidupan sehari-hari. Kondisi ini tidak sehat bagi sebuah instansi publik. 


Ada baiknya, pejabat berlaku rendah hati dalam tindak tanduk. Melestarikan budaya hidup sederhana dan menjauhi pamer harta. Bukankah hal itu diajarkan dalam agama? Terlebih jika ia adalah seorang muslim. Sungguh, Allah telah menggambarkan betapa buruknya sifat flexing ini, yakni dalam surat at-Takatsur ayat 1-8. 


Menurut tafsir Kemenag, Allah memperingatkan bahwa bermegah-megahan itu tidak pantas dikerjakan karena akibatnya buruk serta menimbulkan kekacauan dan permusuhan. Sebaliknya Allah menganjurkan agar diciptakan kerukunan hidup, bantu-membantu dalam menegakkan kebenaran dan tolong-menolong dalam kebajikan dan dalam melestarikan hidup bermasyarakat, dengan membina akhlak yang luhur serta budi pekerti yang baik. Keinginan untuk berlebih-lebihan dapat menyibukkan seseorang untuk mengerjakan pekerjaan yang tidak bermanfaat. 


Allah menerangkan sebagian azab yang akan dialami oleh orang yang bermegah-megahan itu karena kelalaian tersebut. Mereka akan ditimpa azab di akhirat, dan pasti akan melihat tempat itu dengan mata kepala mereka sendiri. Oleh sebab itu, mereka hendaknya selalu merenungkan kedahsyatan azab itu dalam pikiran agar membawa mereka kepada perbuatan yang baik dan bermanfaat. azab itu benar-benar akan dirasakan oleh orang yang teperdaya. Oleh karena itu, siapa saja dan dari golongan apa saja hendaklah bertakwa kepada Tuhannya serta menghindari perbuatan-perbuatan yang menyebabkan mereka disiksa. 


Hendaknya seseorang itu memperhatikan nikmat-nikmat Allah yang ada padanya untuk dipelihara dan dipergunakan sesuai dengan fungsi nikmat tersebut. sesungguhnya mereka akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan-kenikmatan yang mereka megah-megahkan di dunia, apa yang mereka perbuat dengan nikmat-nikmat itu. Apakah mereka telah menunaikan hak Allah daripadanya, atau apakah mereka menjaga batas-batas hukum Allah yang telah ditentukan dalam bersenang-senang dengan nikmat tersebut. Wallahua’lam.[]

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم