BERKACA PADA KCJB DAN MACET HOROR JAMBI

 


Oleh: Fitriyanti


Transportasi merupakan hal yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan manusia. Adanya ketersediaan fasilitas transportasi yang baik tentu akan mempermudah akses perpindahan manusia dari satu tempat ke tempat yang lain. Transportasi yang baik haruslah didukung oleh dua hal, yaitu alatnya yang baik dan jalanannya yang baik pula. Semakin baik fasilitasnya maka akan semakin mempermudah proses perpindahan manusia ke suatu tempat.


Proyek pembangunan Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) adalah salah satu upaya pemerintah dalam memenuhi moda transportasi yang baik bagi masyarakat. Semua pihak diminta harus mendukung pembangunan ini. Tentu saja setuju jika tujuannya untuk kepentingan rakyat. Karena hakekatnya alat transportasi yang baik itu sangat dibutuhkan masyarakat.


Proyek KCJB juga dibangun sebagai solusi mengatasi kemacetan lalu lintas. Sebagaimana dikutip dari Laman Resminya Kementerian Perhubungan Republik Indonesia Biro Komunikasi dan Informasi Publik, Menhub mengatakan, pembangunan proyek infrastruktur transportasi publik seperti kereta cepat ini diperlukan untuk mengatasi berbagai permasalahan, salah satunya yaitu masalah kemacetan, "Kita tahu bahwa cost dari kemacetan itu triliunan. Oleh karena itu Bapak Presiden Jokowi memberikan tantangan kepada kami untuk membangun MRT, LRT, Kereta Cepat, dan transportasi publik lainnya, yang diharapkan bisa mengurangi kerugian yang ditimbulkan akibat kemacetan" (dephub.go.id, 28/01/2023).


Menarik untuk dicermati, jikalah kemacetan menjadi bagian dari alasan pembangunan proyek KCJB, apakah ini benar-benar pilihan yang tepat, solusi yang baik dan benar-benar untuk kepentingan rakyat ?


Proyek KCJB sejatinya bukanlah proyek yang mendesak. Sudah ada beberapa pilihan transportasi Jakarta-Bandung, seperti pesawat yang bisa ditempuh dalam waktu sekitar 20-30 menit saja, kereta lainnya dengan durasi waktu 3 jam, mobil pribadi, dan moda transportasi lainnya.


Dalam perjalanannya proyek ini juga ternyata mengalami masalah keuangan. Biaya proyek semakin membengkak. Wakil Menteri BUMN II Kartika Wirjoatmodjo menjelaskan, nilai pembengkakan biaya dalam proyek Kereta Api Cepat Jakarta-Bandung yang telah disepakati oleh Indonesia dan China adalah sebesar $1,2 miliar. Untuk dapat menutupi pembengkakan biaya tersebut Indonesia lewat PT KCIC, berencana meminjam dari China Development Bank (CDB) senilai $550 juta atau sekitar Rp8,3 triliun (Ghita Intan, voaindonesia.com, 17/02/2023).


Membangun kerjasama dengan investor asing melalui ikatan utang disertai bunga akan membahayakan kedaulatan negara. Apalagi di tengah minimnya dana negara pasca pandemik covid 19.


Belum lagi harga tiket kereta cepat itu bisa terbilang mahal. Seperti dikutip dari tulisan Dany Saputra, Direktur Manajemen Proyek dan Pengembangan Bisnis PT Kereta Cepat Indonesia China atau KCIC Allan Tandiono menjelaskan bahwa kelas penumpang akan terbagi menjadi tiga kelas yakni Second Class, First Class, dan VIP,  "Jadi terdapat different seats yang ada di Kereta Cepat dari Second Class, First Class, sampai VIP. Kalau Second Class sekitar Rp250.000 sampai Rp350.000. Kalau First Class kita bicara Rp400.000. Kalau VIP mungkin Rp500.000 dan di atas" (BISNIS.COM, 27 Okt 2022 03:25 WIB).


Harga tiket yang terbilang mahal tersebut tentu bukanlah hal yang bisa dijangkau oleh seluruh kalangan masyarakat. Justru akan memberatkan biaya perjalanan masyarakat di atas beban berat biaya kebutuhan hidup lainnya. Mungkin pada akhirnya kereta cepat ini hanya akan dinikmati oleh segelintir orang saja dari masyarakat umumnya.


Sehingga proyek KCJB telah menunjukkan adanya perencanaan yang tidak tepat dan bukan menjadi program prioritas serta tidak memberi manfaat bagi banyak orang atau rakyat. Padahal banyak problem yang seharusnya segera mendapat perhatian khusus dan serius untuk bisa diselesaikan secara tuntas seperti mengentaskan kemiskinan, stunting, rumah layak huni, bangunan sekolah, jalanan yang rusak, dan lain-lain.


Seperti halnya kemacetan sepanjang 15 kilometer selama 22 jam di Jambi beberapa waktu lalu, Selasa, 28 Februari 2023 menjadi kemacetan  yang horor. Pemicunya adalah adanya penumpukkan kendaraan truk batu bara di jalan lintas Sorolangun-Batanghari akibat belum adanya jalan khusus untuk truk-truk tersebut ditambah lagi memburuknya jalan karena hujan besar.


Peristiwa macet 22 jam di Jambi hanyalah satu dari sekian banyak kemacetan yang pernah terjadi. Hal ini menunjukkan buruknya transportasi publik negeri ini, diantaranya infrastruktur jalan. Seharusnya pemerintah memprioritaskan perbaikan jalan-jalan yang rusak ini yang menjadi kebutuhan mendesak rakyat dibandingkan harus membangun Kereta Cepat Jakarta-Bandung.


Walaupun proyek kereta cepat itu dibangun dengan rancangan teknologi yang canggih yang diharapkan salah satunya bisa menyelesaikan masalah kemacetan, tetapi apakah ini efektif ? Sebab pembangunan ini hanya terpusat di tempat-tempat tertentu saja. Sebagian besar rakyat tidak bisa mengaksesnya secara leluasa dari tempat tinggal terdekatnya. Misal jika dari Bogor, haruslah ke Jakarta dulu.  Padahal akan lebih praktis, murah, dan cepat  jika dari Bogor ke Bandung dilakukan cukup menggunakan kendaraan melalui tol layang Jakarta Cikampek (Japek) II Selatan.


Sehingga perlulah  meninjau ulang perencanaan pembangunan infrastruktur saat ini  dengan memfokuskan terlebih dahulu pada pembangunan perbaikan jalan yang rusak, pengaturan lalu lintas yang baik, pembatasan penggunaan kendaraan pribadi dan menggantinya dengan sarana umum yang murah, mudah, bahkan gratis. Kemudian menutup akses leasing kendaraan yang dianggap memudahkan kepemilikan kendaraan pribadi yang selanjutnya akan berkontribusi pada peningkatan volume lalu lintas.


Berkaca pada dua masalah ini, proyek KCJB dan macet horor Jambi, telah memperlihatkan adanya beberapa masalah yang terdapat pada proyek infrastruktur yaitu adanya kesalahan dalam perencanaan sejak awal hingga pelaksanaannya, munculnya resiko disebabkan karena  rancangan pembiayaan berdasarkan pada utang berbunga dan bersandar pada investor asing, tidak dirasakannya banyak dampak positif dari pembangunan infrastruktur padahal seringkali digadang-gadangkan untuk kepentingan rakyat. Malah ongkos transportasi termasuk tarif tol semakin mahal, jalanan juga masih banyak yang rusak, kemacetan pun terjadi rata di hampir seluruh wilayah.


Semua ini terjadi karena pembangunan infrastruktur dibangun atas dasar sistem kapitalisme neolib. Sistem ini tidak akan berpihak pada kepentingan rakyat, tapi pada kepentingan korporasi. Selanjutnya proyek-proyek tersebut akan membuka peluang swasta atau asing untuk menguasainya.


Lain halnya dengan Islam. Islam memandang bahwa jalan merupakan salah satu infrastruktur yang sangat penting dalam membangun dan meratakan ekonomi untuk kesejahteraan rakyatnya. Karenanya negara dalam Islam yang dinamakan Khilafah wajib membangun infrastruktur yang baik dan merata di seluruh wilayah. Pada pelaksanaannya Islam akan mendorong untuk memilih skala prioritas pembangunan yang benar-benar dibutuhkan rakyatnya. Islam juga akan memilih sumber-sumber dana pembangunan yang bersumber dari pendapatan Negara (Khilafah) saja. Seperti dari harta kepemilikan umum (contohnya pertambangan), zakat dan sedekah, ghanimah, kharaj, harta yang tak ada ahli warisnya, dsb. Pada akhirnya negara tidak akan tergantung pada negara lain apalagi sampai berutang dengan riba yang jelas-jelas diharamkan dalam Islam. 


Khilafah juga akan menyediakan sarana transportasi umum yang aman, nyaman, dan ongkos murah bahkan gratis. Serta akan membatasi produksi dan distribusi kendaraan pribadi dan melarang transaksi leasing dan ribawi yang jelas-jelas dilarang dalam Islam.


Semua itu dilakukan Khilafah untuk kepentingan kesejahteraan rakyat dan tidak menjadikan setiap proyek pembangunan sebagai ladang bisnis karena Khilafah yang dikepalai oleh Khalifah adalah raa'in yaitu periayah, pelayan dan pelindung bagi rakyatnya, sebagaimana Nabi saw bersabda, 


"Imam (Kholifah) itu pengurus rakyat dan dia akan dimintai pertanggungjawabannya atas rakyat yang dia urus" (HR al-Bukhori dan Ahmad).[]

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم