Semut Ibrahim Lebih Mulia



Endah Sulistiowati
Dir. Muslimah Voice


Alkisah ada dua ekor binatang yang turut 'berpihak dan berkontribusi' baik terhadap Nabi Ibrahim a.s atau kepada Namrud. Kedua binatang tersebut adalah semut dan cicak.


Semut tersebut berlari-lari dengan susah payah berusaha memadamkan api yang membakar Nabi Ibrahim a.s dengan membawa butiran air di mulutnya. Semua heran dan bertanya, "Wahai semut untuk apa kamu bawa butiran air kecil itu, tidak akan ada gunanya dibanding dengan api Namrud yang akan membakar Nabi Ibrahim?"


Semut itu menjawab, "Memang air ini tidak akan bisa memadamkan api itu, tapi paling tidak semua akan melihat bahwa aku dipihak yang mana."


Disisi lain, cicak ikut meniup api yang dibuat oleh Namrud agar semakin membesar. Memang tiupan cicak tidak seberapa dan tidak akan membesarkan kobaran api itu, tapi dengan apa yang dilakukannya semua tau cicak ada di pihak yang mana.


"Dari Sa'ad ibn Abi Waqqash bahwasanya Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wassallam memerintahkan untuk membunuh cicak. Dan beliau menamakannya (cicak ini) hewan kecil yang fasik" (HR. Muslim).


Lalu, dimanakah keberpihakkan kita saat ini? Di golongan 'semut' yang membela kebenaran atau di golongan 'cicak' yang membela kefasikan??


Beberapa waktu lalu, Nahdlatul Ulama (NU) dengan tegas menolak pendirian negara khilafah. Sebaliknya, NU mendukung persatuan seluruh umat beragama di dunia.
Sikap NU ini tertuang dalam rekomendasi Muktamar Internasional Fikih Peradaban I yang dibacakan oleh Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Ahmad Mustofa Bisri atau Gus Mus dan Yenny Wahid dalam acara Resepsi Satu Abad NU di Sidoarjo, Jawa Timur, Selasa (7/2/2023).


Padahal kita tahu, Khilafah adalah jelas-jelas ajaran Islam. Bahkan disebut secara langsung oleh Rasulullah SAW. Dan diadopsi oleh para sahabat, mereka mengangkat Khalifah sebagai pengganti Rasulullah untuk menjalankan perannya sebagai pemimpin untuk melaksanakan penerapan syariat Islam secara menyeluruh (Kaffah). Jelaslah bahwa penyebutan sistem pemerintahan Islam sebagai sistem khilafah adalah penyebutan dengan hadits. Bukan Istilah yang dibuat oleh para ulama. Meski demikian, sebuah istilah tentu tidak harus secara langsung menggunakan lafadz dalam nash. Hadits ini juga merupakan kabar gembira akan berdirinya khilafah di masa yang akan datang.


Dari Nu’man bin Basyir, ia berkata, “Kami sedang duduk di dalam Masjid bersama Nabi saw, –Basyir sendiri adalah seorang laki-laki yang suka mengumpulkan hadits Nabi saw. Lalu, datanglah Abu Tsa’labah al-Khusyaniy seraya berkata, “Wahai Basyir bin Sa’ad, apakah kamu hafal hadits Nabi saw yang berbicara tentang para pemimpin? Hudzaifah menjawab, “Saya hafal khuthbah Nabi saw.” Hudzaifah berkata, Nabi saw bersabda, “Akan datang kepada kalian masa kenabian, dan atas kehendak Allah masa itu akan datang. Kemudian, Allah akan menghapusnya, jika Ia berkehendak menghapusnya. Setelah itu, akan datang masa Kekhilafahan ‘ala Minhaaj al-Nubuwwah; dan atas kehendak Allah masa itu akan datang. Lalu, Allah menghapusnya jika Ia berkehendak menghapusnya. Setelah itu, akan datang kepada kalian, masa raja menggigit (raja yang dzalim), dan atas kehendak Allah masa itu akan datang. Lalu, Allah menghapusnya, jika Ia berkehendak menghapusnya. Setelah itu, akan datang masa raja diktator (pemaksa); dan atas kehendak Allah masa itu akan datang; lalu Allah akan menghapusnya jika berkehendak menghapusnya. Kemudian, datanglah masa Khilafah ‘ala Minhaaj al-Nubuwwah (Khilafah yang berjalan di atas kenabian). Setelah itu, beliau diam” (HR. Imam Ahmad).


Khilafah didefinisikan sebagai “kepemimpinan umum bagi semua kaum Muslim di dunia untuk menegakkan syariah (hukum) Islam, dan mengemban dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia.”


Khilafah-lah yang akan melindungi umat Islam di seluruh dunia. Mempersatukan mereka dalam satu ikatan aqidah. Menjunjung tinggi syariah dan menjaga kedaulatan rakyatnya. Dan Khilafah adalah satu-satunya yang bisa menerapkan Islam secara sempurna bukan sistem lain.


Allah SWT dengan firman-Nya:
“Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu.” (TQS. Al-Māidah [5] : 49).


Perintah tegas untuk berhukum dengan apa yang diturunkan Allah ini, hanya bisa dilakukan secara menyeluruh dengan Khilafah. Kalau Khilafah ditolak, lalu dengan apa kita umat Islam akan melaksanakan hukum Allah.
 

Allah SWT berfirman dalam surat Al Maidah ayat44 yang artinya,
“Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” (QS. Al Maidah : 44).  


Maka saat ini tugas kita adalah berdakwah mewujudkan tegaknya hukum-hukum Islam dalam bingkai Khilafah. Sehingga hak-hak umat Islam bisa terpenuhi, dan umat bisa hidup sejahtera.
 

Kalau memang tidak mau memperjuangkan tegaknya Khilafah lebih baik diam saja. Janganlah seperti cicak yang terus menerus meniup api yang membakar tubuh Nabi Ibrahim. Karena apa yang dilakukan cicak adalah salah satu cara orang-orang fasik.
 

Mengapa tidak memilih seperti semut-semut yang memanggul setetes air untuk memadamkan api yang membakar tubuh Nabi Ibrahim, sehingga Allah tahu betul dimana posisi kita. Wallahu'alam bishshawab. []

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم