Perdagangan Orang Tak Akan Berhenti Selama Kemiskinan Masih Terjadi



Oleh: Ria Anggraini (Muslimah Bangka Belitung)


Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri mengungkap tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang melibatkan jaringan internasional Indonesia-Kamboja, dengan menangkap dua tersangka.


"Pengungkapan ini berawal dari adanya laporan dari Kedubes RI untuk Kamboja di Phon Penh terkait tindak pidana perdagangan orang yang korbannya WNI," kata Direktur Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri Brigjen Pol. Djuhandhani Rahardjo Puro di Jakarta.


Pengungkapan ini berawal dari penangkapan tiga tersangka TPPO berinisial SJ, JR dan MN pada akhir 2022, kemudian dikembangkan diperoleh dua tersangka berinisial NU dan AN pada akhir Januari 2023 di wilayah Jakarta Selatan.


Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi menegaskan perlunya upaya pemberantasan tindak pidana perdagangan orang (TPPO), ketika ia memimpin pertemuan Bali Process di Adelaide, Australia, pada Jumat (10/2).


Terdapat dua pertemuan di bawah mekanisme kerja sama Bali Process yang dipimpin Menlu Retno bersama Menlu Australia Penny Wong, yaitu ministerial plenary serta Government and Business Forum (GABF).


“Di dalam plenary saya sampaikan bahwa isu tindak pidana perdagangan orang semakin kompleks dengan meningkatnya jumlah irregular migrant,” kata Retno ketika menyampaikan pemaparan media melalui akun YouTube resmi Kementerian Luar Negeri Indonesia.


Dia mengacu pada data Komisioner Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi (UNHCR), yang memperkirakan 10,9 juta orang di Asia Pasifik terancam terusir tahun ini akibat berbagai faktor, mulai dari konflik, perubahan iklim, hingga kesulitan ekonomi.


Pada pertemuan itu, Retno mengatakan dunia usaha harus berperan mengatasi tindak pidana perdagangan manusia dan kerja paksa dalam kegiatan usaha dan rantai pasok mereka.


Berdasarkan data Organisasi Perburuhan Internasional (ILO), setiap hari terdapat 27,6 juta orang yang menjadi korban kerja paksa, yang mayoritas dari kasus tersebut bermula dari buruknya proses rekrutmen —termasuk yang dilakukan melalui TPPO.


Tindak pidana perdagangan manusia dan kerja paksa telah memakan banyak korban. Data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) menunjukkan bahwa pada 2021 terdapat 678 korban TPPO.


Perdagangan orang merupakan kejahatan serius. Kedutaan Besar Amerika Serikat pada 2021 melaporkan bahwa Indonesia menjadi salah satu negara asal utama perdagangan orang. Indonesia juga menjadi negara tujuan dan negara transit dalam jalur perdagangan orang internasional.


Perdagangan orang banyak menyasar kelompok rentan, yaitu perempuan dan anak. Data dari Kemen PPPA menunjukkan bahwa sejak 2019—2021, sebanyak 1.331 orang menjadi korban perdagangan orang, 97% di antaranya adalah perempuan dan anak (kemenpppa[dot]go[dot]id, 14-9-2022).


Dengan tingginya angka TPPO, tampak bahwa negara gagal melindungi perempuan dan anak. Keduanya adalah kelompok rentan yang kerap dieksploitasi dan diperdagangkan. Mereka ditipu dengan iming-iming gaji besar dan kesejahteraan, tetapi ujungnya ternyata mereka diperdagangkan.


Penerapan sistem ekonomi kapitalisme di negeri ini telah menyebabkan penguasaan sumber daya alam oleh segelintir pengusaha kapitalis. Akibatnya, terjadi kemiskinan struktural. Alih-alih berusaha menyejahterakan, penguasa justru membebani rakyat dengan aneka pungutan. Pemerintah juga gagal mewujudkan harga pangan yang terjangkau oleh rakyat. Akhirnya, kebutuhan hidup melangit, sedangkan sumber penghasilan sulit dicari, atau bahkan tidak ada.


Kondisi demikian dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk memperoleh keuntungan. Mereka melakukan bujuk rayu sehingga banyak warga yang mengambil langkah instan, yaitu menerima tawaran bekerja di luar negeri, padahal itu hanya kedok dari perdagangan orang. Bukannya mendapatkan penghasilan besar, para korban justru dipekerjakan secara tidak manusiawi, tanpa upah, seperti perbudakan. Jika berusaha melarikan diri, mereka diancam akan dibunuh.


Ada juga korban yang dijual di tempat prostitusi, bahkan ada yang menjadi korban sindikat penjualan organ. Banyak sudah korban yang berangkat untuk bekerja di luar negeri, tetapi pulang dalam kondisi tidak bernyawa. Sungguh ngeri!


Pemerintah memang telah melakukan beberapa kebijakan untuk menyelesaikan TPPO. Pemerintah telah menerbitkan UU 21/2007 tentang Pemberantasan TPPO. Juga ada Perpres tentang Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan TPPO (GT PP TPPO). Indonesia juga sudah meratifikasi Konvensi PBB 1990 tentang Perlindungan Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya.


Namun, nyatanya, tindak pidana perdagangan orang tidak kunjung bisa terselesaikan, bahkan Indonesia menjadi negara asal utama perdagangan orang. Artinya, banyak warga Indonesia yang menjadi korban sindikat perdagangan orang internasional. Sungguh miris.


Dalam pertemuan Bali Process, Menlu Retno Marsudi memberikan tiga solusi untuk TPPO, yakni memperkuat upaya pencegahan, memerangi penyalahgunaan teknologi, dan mengoptimalkan dampak kerja dari Bali Process.


Namun, tawaran solusi ini sejatinya tidak menyentuh akar persoalan maraknya perdagangan orang. Komitmen untuk menghentikan perdagangan orang pada pertemuan Bali Process hanya berhenti sebatas acara seremonial yang jauh dari realisasi.


Faktor utama penyebab perdagangan orang adalah impitan ekonomi yang tidak kunjung terselesaikan. Negara gagal menyejahterakan rakyatnya sehingga rakyat harus berjuang sendiri mempertahankan hidupnya.


Menurut pemerintah, ada sepertiga dari 16,4 juta orang atau sekitar 5,5 juta orang sudah bekerja dan berbisnis. 


Berdasarkan data BPS per Agustus 2022, total pengangguran di Indonesia mencapai 8,42 juta orang. Lalu bagaimana dengan angka kemiskinan? Menurut data BPS 2022, jumlah penduduk angkatan kerja mencapai 143,72 juta jiwa. Lalu, mengapa jumlah sebanyak itu belum mampu menuntaskan angka kemiskinan di Indonesia? Per September 2022, tercatat sebesar 9,57% atau sebanyak 26,36 juta orang berada di bawah garis kemiskinan. 


Banyaknya penduduk bekerja ternyata tidak berbanding lurus dengan penurunan angka kemiskinan. Jumlah penduduk miskin tidak berkurang, mungkin juga menjadi lebih besar di tahun maraknya PHK. Kenaikan sejumlah bahan pokok dan tarif publik juga turut memicu naiknya angka kemiskinan karena menambah beban ekonomi masyarakat.


Masyarakat pasti ingin sejahtera. Yang dimaksud sejahtera adalah terpenuhinya kebutuhan pokok masyarakat dengan baik. Kebutuhan hidup terpenuhi, mendapat pendidikan yang berkualitas, layanan kesehatan yang memadai, dan rasa aman yang jauh dari kriminalitas. Setiap manusia pada dasarnya tidak ingin hidup susah dan sengsara. 


Dalam Islam, kesejahteraan adalah hak rakyat. Penulis menyimpulkan ada lima mekanisme Islam menjamin kesejahteraan rakyat, antara lain: 


Pertama, negara wajib menyelenggarakan pendidikan berkualitas, murah, bahkan gratis. Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan secara layak. Dengan akses pendidikan yang merata, program seperti Kartu Prakerja tidak perlu ada sebab negara akan menyediakan fasilitas dan sarana yang mendukung berbagai disiplin ilmu yang dibutuhkan masyarakat agar dapat bekerja.


Kedua, negara wajib menyelenggarakan layanan kesehatan gratis. Dengan menjamin dua dari kebutuhan pokok, yakni pendidikan dan kesehatan, masyarakat tidak akan memiliki beban berat ekonomi sebagaimana berlaku dalam sistem kapitalisme saat ini.


Ketiga, dalam sistem ketenagakerjaan, negara menjamin perusahaan atau industri harus mengikuti ketentuan Islam. Misalnya, akad ketenagakerjaan yang jelas mencakup hak dan kewajiban pekerja, pembayaran sesuai pekerjaan yang dilakukan secara wajar, pemberian upah sebelum kering keringatnya, dan rida antara majikan dan pekerja sehingga tidak ada kezaliman di antara keduanya.


Keempat, negara mengembangkan sektor riil, seperti perdagangan, pertanian, industri, dan jasa. Tidak boleh ada praktik monopoli, mafia/kartel, penipuan harga, penimbunan barang, dll. Setiap transaksi ekonomi harus berlandaskan pada syariat Islam. Jika ada pelanggaran atas hal ini, terdapat qadhi hisbah yang akan menyelesaikan perkara ini sesuai pandangan Islam.


Kelima, bagi masyarakat yang benar-benar miskin dan tidak berkemampuan bekerja, maka kerabat atau ahli waris yang mampu yang wajib menafkahinya. Jika tidak ada ahli waris, negaralah yang wajib menafkahi dan memenuhi kebutuhan pokoknya. Demikianlah jaminan kesejahteraan yang Islam berikan pada warga negaranya. 


Mekanisme serta pengaturan tersebut hanya bisa terterapkan di negara Khilafah dengan sistem Islam yang paripurna. Khilafah akan memastikan setiap individu masyarakat terpenuhi kebutuhan dasarnya, bukan menghitung dengan angka rata-rata yang diklaim sebagai pertumbuhan ekonomi ala kapitalisme.


Dengan demikian, kunci pemberantasan TPPO ada di tangan negara. Negara wajib menyejahterakan rakyatnya sehingga faktor pemicu perdagangan orang tidak akan ada. Ketika rakyat sudah sejahtera, mereka tidak akan terdorong untuk bertaruh nyawa mengejar kesejahteraan dengan bekerja di luar negeri.


Pemberantasan TPPO butuh dukungan sistem. Dukungan tersebut hanya ada dalam sistem Islam (Khilafah). Sistem politik Islam memposisikan penguasa sebagai ra’in (pengurus) dan mas’ul (penanggung jawab) sehingga tidak akan bersikap lepas tangan.


Imam Al-Mawardi dalam kitab Al-Ahkam ash-Shultaniyah menyebutkan salah satu kewajiban pemimpin dalam Islam ialah memberikan perlindungan dan rasa aman terhadap segenap rakyatnya agar mereka merasa aman dari berbagai macam gangguan dan ancaman, baik dari dalam maupun dari luar negeri.


Khilafah akan melarang pengiriman rakyatnya ke luar negeri sebagai tenaga kerja yang murah dan minim perlindungan. Khilafah akan membuka lapangan pekerjaan di dalam negeri secara massal sehingga setiap laki-laki yang mampu akan mendapatkan pekerjaan. Sedangkan kaum perempuan tidak wajib bekerja sehingga mereka kembali ke tugas utamanya sebagai ibu dan pengatur rumah. Anak-anak juga tidak perlu bekerja karena kebutuhan mereka sudah dipenuhi oleh orang tua atau walinya dan negara.


Selain itu, Khilafah akan menerapkan sistem sanksi yang efektif sehingga pelaku kejahatan perdagangan orang akan jera dan tidak mengulangi perbuatannya. Khilafah tidak akan segan-segan menghukum warga negara asing yang menjadi pelaku TPPO. Khilafah tidak akan takut dengan sindikat perdagangan orang internasional. Mereka akan diberantas dengan kekuatan militer.


Demikianlah jaminan kesejahteraan dan perlindungan oleh Khilafah akan memberantas perdagangan orang secara tuntas. 

Wallahu'alam.[]

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم