Pasal Abal-Abal dalam Sistem Kapital

 


Oleh : Anita Humayroh


Aturan mata pisau, tajam kebawah dan tumpul keatas. Begitulah kiranya sebutan yang pas dalam menyikapi kasus vonis Mantan Kadiv Propam Polri, FS, yang dijatuhi hukuman mati atas kasus pembunuhan berencana. 


Vonis mati ini mendapat perhatian khusus dari berbagai kalangan, seluruh masyarakat Indonesia sangatlah "kepo" dan mulai berbisik sana sini tentang keseriusan vonis yang jatuh, mengingat tidak sedikit masyarakat dibuat kecewa oleh aturan main sistem saat ini. 


Apalagi ditambah dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru tentang pidana mati yang menyebutkan bahwa hakim dapat menjatuhkan hukuman mati dengan masa percobaan 10 tahun (Fajar.co.id, 14022023).


Pasalnya hukuman mati yang dijatuhkan kepada terdakwa bisa saja tidak dijalankan jika terdakwa dalam masa percobaan 10 tahun tersebut menunjukkan sikap baik, atau berkelakuan baik.


Alih-alih mengedepankan Hak Asasi Manusia, hal ini sejatinya dapat menambah rentetan permasalah baru yang semakin kompleks dan semakin amburadul. Permasalahan bukan terselesaikan, justru semakin tidak karuan.


Sistem kapital yang diadopsi negeri ini menjadikan setiap aturan yang lahir, hanya dilandasi oleh asas manfaat semata. Seluruh aturan yang dipakai didalamnya dibuat semata untuk kepentingan sebagian golongan, terutama mereka yang secara sistemik mengambil keuntungan besar dari keberadaan sistem rusak ini. Walhasil yang lahir darinya, bukan hanya sistemnya yang rusak, akan tetapi seluruh perangkat yang menjadikan sistem ini berdiri pun rusak dan merusak tatanan kemanusiaan di dalamnya


Apabila sistem ini terus menerus dipakai, akan terus eksislah pasal abal-abal yang dibuat khusus untuk kepentingan sebagian golongan saja dan merugikan golongan lainnya. Karena seluruh aturannya dibuat hanya berasaskan manfaat.


Lain halnya dengan sistem Islam. Dalam sistem Islam, aturan yang dibuat oleh kepala negara haruslah aturan yang bersumber dari Sang Khaliq, Tuhan semesta alam yang maha mengetahui segala sesuatu. Seorang kepala negara dalam sistem Islam haruslah membuat aturan dengan tidak melanggar hukum syariat, termasuk juga sistem persanksian dari tindak kejahatan.


Pembunuhan itu sendiri sangatlah dilarang dalam Islam, dan melakukannya merupakan kejahatan tingkat tinggi. Karena efek yang ditimbulkan dari pembunuhan itu amatlah berkepanjangan sehingga menimbulkan dendam kesumat antara keluarga terbunuh dengan keluarga atau pembunuh itu sendiri. Allah Swt. berfirman:


Artinya: Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar. (QS. Al- Iara’[17]: 33)


Bahkan Islam  mengajarkan kepada seluruh umatnya untuk melindungi setiap nyawa, karena menghilangkan satu nyawa pada hakikatnya sama dengan membunuh seluruh umat manusia. Hal tersebut sesuai dengan firman Allah Swt :


مَن قَتَلَ نَفْساً بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي الأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعاً وَمَنْ أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَا أَحْيَا النَّاسَ جَمِيعاً


“Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya . Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya.” (QS: Al-Ma’idah [5]: 32)


Islam mengajarkan kepada ummatnya untuk berbuat baik kepada siapapun tanpa terkecuali. Bentuk aturan yang dipakai oleh Sistem Islam sangatlah sempurna dan paripurna. Islam tidak hanya menjatuhkan hukuman yang keras pafa seorang pembunuh, tetapi juga menjaga Aqidah setiap manusia yang hidup didalamnya. Menanamkan rasa cinta dan kasih sayang antar-umat manusia tanpa terkecuali. Semoga cahaya Islam dapat membawa kedamaian bagi seluruh umat manusia, dan semoga kita adalah bagian dari perjuangan merebut kembali cahaya kemuliaan Islam yang sebentar lagi akan bersinar. Wallahu alam bisshowaab.[]

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم