LIBERALISASI AIR, RAKYAT MAKIN TERPURUK




Oleh : Kikin Fitriani ( Ibu Rumah Tangga dan Aktivis Muslimah)


Sejatinya air adalah kebutuhan dasar atas individu yang pemenuhannya wajib dipenuhi negara secara gratis atau  tidak membebankan warga secara berlebihan.
Namun pada kenyataanya, tarif layanan Perusahaan Daerah Air Minum ( PDAM) dibeberapa daerah mengalami kenaikan. Di Surabaya tarif layanan PDAM dari Rp.600,- menjadi Rp.2.600,- per meter kubik.(Kenaikan ini mencapai 30%)
Hal itu disampaikan secara langsung oleh Eri Cahyadi Walikota Surabaya saat berada diruang kerja Balai kota Surabaya (24/11/2022). 

Sayangnya pemberlakuan kenaikan tarif ini tidak serta merta diikuti dengan peningkatan kualitas air yang layak untuk dikonsumsi, sehingga warga kadang masih harus membeli untuk kebutuhan sehari-hari.

Sangatlah wajar jika dalam hal ini  banyak warga mengeluhkan kebijakan kenaikan tarif PDAM karena kehidupan warga saat ini yang miris dari kata layak dan sejahtera jauh dari asa , warga masih kembali berjuang  untuk kembali bangkit pasca pandemi yang membuat perekonomian terpuruk.Beban hidup yang semakin lama semakin mahal yang harus ditanggung warga  tidak mungkin terelakkan.

Namun realitanya banyak terjadi PHK ( Angka pengangguran dan kemiskinan meningkat), ekonomi mengalami resesi, hingga saat ini warga masih harus berjibaku memutar otak untuk dapat mempertahankan hidup. Kenaikan ini jelas sangat memberatkan warga ,  beban hidup semakin bertambah berat untuk ditanggung.

Apa yang dialami masyarakat saat ini adalah bentuk kezaliman Sistem kapitalis penguasa. Sistem inilah yang melegalkan liberalisasi sumber daya alam yang notabene milik umum ( rakyat ). Konsekuensinya dari liberalisasi akan terjadi komersialisasi, yang akhirnya kekayaan umum yang biasa dinikmati oleh rakyat justru dijadikan sebagai ladang bisnis.
Prinsip inilah yang dipakai oleh penguasa kapitalisme untuk melayani kebutuhan warganya. Penguasa kapitalis seakan mati suri dihadapan para swasta pemilik modal yang menguasai sumber daya alam , jika dikelola oleh negarapun pasti melalui kerjasama dengan swasta. Atau bisa jadi pelayanan yang diberikan menganut prinsip untung rugi karena negara juga butuh pemasukan anggaran.

Akhirnya pelayanan yang seharusnya didasari prinsip atas jaminan sosial secara gratis justru diberikan prinsip bisnis. Maka tidak heran, air yang sedia nya bisa dinikmati rakyat secara gratis justru hanya dinikmati ketika berbayar.



SISTEM ISLAM SEBAGAI SOLUSI ATAS HAJAT ( KEBUTUHAN) RAKYAT


Dalam perspektif Islam kekayaan alam adalah harta kepemilikan umum.
Rasulullah SAW bersabda : " Tiga hal yang tidak boleh dimonopoli yakni air, rumput dan api " ( HR.Ibnu Majah)

Terkait kepemilikan umum, Imam At Tirmidzi juga meriwayatkan hadits dari Abyadh bin Hammal. Abyadh pernah meminta izin memiliki tambang garam, Rasulullah kemudahan menyetujui hal itu , kemudian Rasulullah diingatkan oleh salah seorang sahabat 
" Wahai Rasulullah tahukah Anda, apa yang telah Anda berikan kepada dia ? Sungguh , Anda telah memberikan sesuatu bagaikan air mengalir. " ( Mau al-iddu) ( HR. al - Bukhori).
Mau al-iddu adalah air yang jumlahnya berlimpah sehingga mengalir terus menerus. Hadist tersebut merupakan tambang garam yang sama banyak kandungannya dengan air yang mengalir.


Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani memberikan penjelasan terkait hal ini yaitu ketika Nabi Muhammad SAW mengetahui hal itu bahwa tambang tersebut (laksana) air yang mengalir yang mana air tersebut merupakan benda yang tidak pernah habis seperti mata air dan air bor.
Maka beliau mencabut kembali pemberian beliau, ini karena sunnah Rasulullah SAW dalam masalah padang, api dan air menyatakan bahwa semua manusia bersekutu dalam masalah tersebut karena itu beliau melarang siapapun untuk memiliki sementara yang lain terhalang.
Inilah prinsip ekonomi Islam mengelola kekayaan milik umum yakni :


1. Tidak boleh ada privatisasi.
2. Jumlah sumber daya alam itu sangat besar yang harus dikelola oleh negara dan hasilnya harus diberikan kepada warga seluruhnya.


Terkait pemanfaatannya, Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani dalam kitabnya " Nidhzam Iqtishadiyah " dan Syaikh Abdul Qodir Zallum dalam kitabnya " Al Amsal fi Daulah" menjelaskan ada 2 (dua) kelompok :

1. Kekayaan alam yang bisa dimanfaatkan secara langsung oleh warga contohnya: sungai, laut, padang rumput, sumber air dan sejenisnya. Khilafah cukup mengatur dan mengawasi atas kemanfaatannya agar bisa dinikmati oleh seluruh warga dan tidak menimbulkan kemudharatan (bahaya). Maka jika dalam Khilafah, PDAM bisa jadi gratis dinikmati karena air termasuk dalam kelompok ini.

2. Kekayaan alam yang tidak bisa dimanfaatkan secara langsung oleh warga contohnya : seperti barang tambang emas, perak, batu bara minyak bumi  dan sejenisnya. Agar hasil bisa dinikmati diperlukan proses eksplorasi, eksploitasi, tenaga ahli, biaya-biaya besar dan alat-alat yang canggih, maka pengelolaan jenis yang ke-dua dibebankan kepada negara dan hasilnya diberikan kepada rakyat baik secara langsung dalam bentuk subsidi.
Atau secara tidak langsung dengan memberikan jaminan kebutuhan pokok seperti kesehatan, pendidikan dan keamanan secara gratis karena dibiayai dari pengelolaan sumber daya alam secara mandiri.


Sudah jelas bahwa kenaikan tarif PDAM ini merupakan akibat dari masalah sistemik sehingga dibutuhkan solusi sistemik pula yaitu dengan penerapan syariah dalam naungan Khilafah.


Wallahu alam bi-shawab.

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم