Jika Sekulerisme Tak Dibasmi, Usia Pelaku Kejahatan Seksual Makin Dini



Oleh: Viedihardjo (Pegiat Komunitas Ibu Hebat) 


Seorang siswi TK di Kecamatan Dlanggu, Kabupaten Mojokerto diduga diperkosa 3 bocah laki-laki SD yang baru berusia 7 tahun. Anak perempuan berusia 6 tahun itu mengalami trauma karena sudah beberapa kali mengalami kejadian serupa (detik. com 24/1/2023) 


Peristiwa serupa terjadi juga di Baron, Nganjuk Jawa Timur pada  20 September 2022. Peristiwa memprihatinkan harus dialami MA (7), seorang siswa yang masih duduk di bangku kelas 1 Sekolah Dasar (SD). Dia diperkosa oleh tetangganya sendiri, MBN (11) dengan modus diajak bermain di sebuah lapangan yang sepi di Kecamatan Baron, Nganjuk, Jawa Timur (pikiran rakyat. com 21/9/2022) 


Fakta usia pelaku kejahatan semakin berusia dini seperti fenomena gunung es, yang tidak diberitakan lebih banyak. Jumlah yang semakin banyak itu tidak terlepas dari sistem kehidupan yang mengatur manusia saat ini, yaitu Sekulerisme. Sekulerisme adalah, pemisahan agama dari kehidupan. Sekulerisme mendorong manusia mengandalkan rasionalisme untuk mengatur kehidupannya. Manusia membuat standar baik dan buruk sesuai dengan rasio dan manfaat yang diperoleh. 


Manusia memiliki naluri (dorongan) seksual yang lebih aktif saat memasuki usia baligh, sekitar usia 13-14 tahun. Naluri ini  terus-menerus dirangsang melalui tayangan pornografi, pornoaksi yang mengeksploitasi fisik dan aurat melalui media elektronik juga berbagai platform media sosial. Sementara pada Undang-undang Pernikahan Nomor 16 tahun 2019 menyatakan usia minimal calon pengantin adalah 19 tahun. 


Sejak awal baligh naluri seksual dirangsang namun baru boleh menikah setelah 19 tahun, bahkan lebih tua dengan berbagai alasan, seperti kesiapan mental dan materi. Maka tidak heran pelaku kejahatan seksual berusia semakin dini didorong oleh faktor ingin mencoba atau tidak mampu mengendalikan dorongan seksual karena dirangsang terus-menerus dan tidak dibekali ilmu agama bahkan agama dipisahkan dari kehidupan. 


Menghentikan pelaku kejahatan seksual memerlukan kolaborasi tiga pihak, yaitu: individu, masyarakat dan negara. 


Ketaqwaan individu sangat penting agar dapat memilih baik dan buruk sesuai standar agama (hukum syara). Hukum syara memberi sejumlah aturan terkait dengan individu seperti menutup aurat baik laki-laki maupun perempuan, menundukkan pandangan, menghindari bercampur baur lelaki perempuan, menghindari berdua-duan lawan jenis sampai memisahkan tempat tidur sejak usia 7 tahun, dan sebagainya. 


Kontrol masyarakat akan menguatkan upaya yang dilakukan individu untuk meminimalkan kejahatan seksual. Masyarakat yang peduli pada keadaan lingkungan, akan mengawasi dan mencegah perilaku-perilaku yang merangsang terjadinya kejahatan seksual dengan amar ma'ruf nahi mungkar. 


Peran negara paling besar dalam mencegah terjadinya kejahatan seksual. Negara menerapkan aturan menghapus tayangan atau konten media sosial yang mempromosikan pornografi atau pornoaksi.. Negara juga dapat menerapkan sanksi terhadap para pelaku pornografi dan pornoaksi. 


Negara adalah pilar sebagaimana Rasulullah bersabda, 

" Sesungguhnya al-Imam (Khalifah) itu perisai, di mana (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan) nya"  (HR. Al-Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud, dll)


Hukuman cambuk (cambuk) 100 kali bagi pemerkosa yang belum menikah dan rajam bagi pemerkosa yang sudah menikah. Penyodomi dibunuh. Apabila melukai kemaluan anak kecil dengan persetubuhan dihukum 1/3 dari 100 onta atau sekitar 750 juta, selain hukuman zina (Abdurrahman Al Maliki, 1990, hal. 214). 


Sekulerisme (memisahkan agama dari kehidupan) harus segera dibasmi dan kembali menerapkan syariat islam secara kaffah dalam bingkai Khilafah'ala minhaj nubuwah agar mencegah usia pelaku kejahatan seksual makin dini. 

Wallahu'alam.[]

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم