Oleh : Aisyah QK, S.Si (Aktivis, Content Creator)
Kini dunia digital menjadi sebuah ruang baru yang mengakomodir berbagai kehidupan manusia yang bersifat maya dan artifisial. Total pengguna internet di seluruh dunia berjumlah 5.07 Miliar atau 63.5 % dari jumlah populasi di dunia 8 Miliar. Hal ini termuat dalam Data Reportal pada bulan Oktober 2022 tentang Overview of Internet Use. Peningkatan jumlah pengguna ini diprediksi akan terus meningkat dan mencapai status “Super Mayoritas” dengan rasio 2:1 aktivitas manusia online dibandingkan offline.
Begitupun Indonesia, pengguna internet makin meningkat berdasarkan laporan Profil Internet Indonesia 2022 yang dirilis oleh Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia atau APJII, menyebutkan bahwa pengguna internet di Indonesia di 2022 dilaporkan mencapai angka 210 juta orang atau sebesar 77,02 persen dari penduduk Indonesia. Angka tersebut naik dibandingkan periode sebelumnya sekitar 73,7 persen (196,71 juta jiwa). Pemerintah pun serius ‘menggarap’ dunia digital dengan target tahun 2030 mendatang, potensi ekonomi digital Indonesia ditaksir mencapai 328 miliar dolar AS atau 40% dari total potensi ekonomi digital di Asia Tenggara. Untuk itu, Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan bahwa Indonesia tidak boleh hanya menjadi pasar atau konsumen di tengah perkembangan perdagangan secara digital.
Sayangnya, industri digital hari ini memberikan efek kecanduan bagi masyarakat. Hal ini karena banyak diproduksi dengan memanfaatkan system dopamine. Dopamin adalah sejenis neurotransmitter yang dibuat ota. Neurotransmitter ini akan diproduksi otak Ketika mengharapkan imbalan atau penghargaan terutaman untuk perasaan senang dan motivasi termasuk kepuasan dan adiksi. “Dengan ekonomi dopamine, kita telah melampaui orang gila yang menciptakan “konsumen”, karena kita hari ini telah mencetak para pecandu algoritma.” Ekonomi ini dibagun oleh generasi marketer, teknolog, pemodal ventura, dan pengusaha.
Mereka secara semi-ilmiah telah menggunakan ekonomi, perilaku, neurobiology, dan teknologi, yang membuat jutaan orang (sebagai konsumen) kecanduan kegembiraan, gairah, kemarahan, Hasrat membara, dan lain sebagainya. (The Dopamine Economy: The Mad Men Created Consumers. We’ve Created Algorithmic Addic, Umar Haque, 2017)
Tidak bisa kita pungkiri bahwa strategi marketing sendiri telah berubah menjadi industri. Berkembangnya metode psycho-marketing bahkan neuromarketing yang kian berkembang sampai ke sendi-sendi saraf psikologis masyarakat. Faktor ini bertemu dengan perkembangan industri digital yang semakin mematangkan ruang virtual untuk interaksi sosial yang lebih intens dan massif. Maka dehumanisasi berjalan lebih cepat karena semakin banyak manusia yang terperangkap pada realitas semu sebagai konsumen akibat kooptasi pasar. Mereka ditarget dan diperlakukan sebagai objek yang loyal terhadap brand tertentu, terisolasi dalam dunia hyper realism dan ekosistem pasar yang dibuat oleh dunia industri.
Lalu siapakah yang paling berpengaruh dan diuntungkan kalua bukan para kapitalis?
Dalam tulisan Emily Bell, Direktur Tow Center for Digital Journalism di Sekolah Pascasarjana Culombia, beliau mengatakan, “Para pendiri media social memproklamirkan idealisme mereka, layaknya Sang Mesiah (imam Mahdi) zaman modern. Namun sebenarnya yang mereka inginkan hanyalah dominasi pasar global.”. Hal ini juga terjadi pada transisi visi misi Mark Zuckerberg yang awalnya merancang ruang yang lebih terbuka kemudia beralih pada berbagai macam platform media social yang lebih private. Dalam hal ini bukan berorientasi pada privasi pengguna, tetapi menambah margin keuntungan perusahaannya.
Belum lagi saat platform media social bertemu dengan industry lifestyle (misalnya game dan K-Pop). Banyak generasi muda yang kecanduan game dan akhirnya terjebak dalam dunia virtual mereka. Mereka tidak bisa membedakan antara benar dan salah, hingga terjadi banyak pelanggaran syariat dalam pergaulan dan minim adab. Begitupun fenomena K-Popers yang semakin mudah dekat dengan para idola mereka. Mereka menjadi konsumen industry KPop bahkan secara massif, halusinasi berlebihan, terlalu terobsesi dengan artis tertentu, gaya hidupnya, bahkan rela bunuh diri seperti seseorang yang dianggap sebagai panutan mereka.
Fikroh yang mendasari politik Kapitalisme yaitu sekulerisme, pemisahan antara agama dengan kehidupan yang terus disebarkan ke seluruh dunia. Adapun thoriqahnya adalah dengan penjajahan (imperialism), yaitu pemaksaan domoinasi politik, militer, budaya, dan ekonomi atas bangsa-bangsa yang dikuasai untuk dieksploitasi. Thariqah ini bersifat tetap meskipun berganti rezim dan undang-undangnya. Sementara uslub-uslub untuk mewujudkan penjajahan dan pandangan terhadap penjajahan mengalami perkembangan. (Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani, Mafahim Siyasi)
Dalam hal ini, kita dapat melihat dari berbagai fakta yang telah dipaparkan diatas bahwa Barat memainkan peranan utama dalam perkembangan teknologi yang ada. Pada hari ini, Barat telah beralih dari “penjajahan gaya lama” yang berpusat pada dominasi militer menjadi “penjajahan gaya baru” yang bertumpu pada hal-hal lain, seperti aspek ekonomi, para ahli, dan lain-lain, disamping tekanan politik dan embargo.
Generasi Hi-Tech dengan Pedoman yang Benar
Sebagai generasi muda muslim, tentu harus mampu berpikir kritis, menelaah fakta dengan benar sehingga bisa menilai ‘seabreg’ informasi yang dating setiap hari, tidak FOMO pada lifestyle yang terus diaruskan, dan tetap berpegang teguh pada prinsip-prinsip Islam. Tentu dalam hal ini dibutuhkan ilmu Islam yang matang, sehingga kita mampu membedakan benar dan salah menurut sudut pandang Islam. Hal ini tidak dapat dicapai kecuali dengan pembinaan Islam secara intensif sebagaimana Rasullah SAW membina kader setangguh para sahabat pada zaman dahulu.
Selain itu, kita juga harus memiliki sikap kritis terhadap berbagai pemikiran bathil di tengah masyarakat, dan ikut serta aktif dalam “amar ma’ruf nahi munkar” baik di dunia nyata maupun di dunia maya. Kesdaran politik juga sangat dibutuhkan, dengan hal ini kita mampu menganalisa akar masalah yang terjadi hingga menuju pada solusi kemerdekaan hakiki dengan menerapkan ideologi Islam secara kaffah, baik aspek individu, masyarakatm hingga negara.
Hal lain yang perlu kita ingat yaitu, perjuangan dalam menyelesaikan permasalahan besar ini tidak bisa hanya dilakukan oleh inidividu semata, melaikan secara kolektif, berjamaah bersama dengan partai politik yang shahih, mengemban ideologi Islam ke seluruh penjuru dunia. Partai politik yang senantiasa melakukan amar ma’ruf nahi munkar dan senantiasa menjaga para anggotanya agar menjadi orang-orang yang beriman kepada Allah SWT.
“Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka. Di antara mereka ada yang beriman, namun kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik.” (QS. Ali Imron:110)
Wallahu’alam bisshowab.