Regulasi Sekuler, Melahirkan Perilaku Menyimpang



Oleh : Siti Nur Rahma

Aktivis Muslimah Peduli Generasi


Bagai ikan hidup di darat, hidup terpontang panting tak berdaya. Bagai kapas terombang-ambing angin, lunglai tanpa pelindung. Bagai telur diujung tanduk, hampir enyah ditelan aturan. Tak ubahnya seperti itulah gambaran kehidupan muslim saat ini, yang sedang dalam keterpurukan. Hampir lenyap dalam kemaksiatan, sebab lemahnya sebuah aturan.


Saat ini, kaum muslim berada pada kehidupan yang sekuler, yakni kehidupan yang membuang aturan agama dari kehidupan sehari-hari dalam segala aspek kehidupannya. Baik dari aspek ekonomi, aspek pendidikan bahkan hingga aspek kehidupan sosialnya. Hal ini terlihat dari tidak tegasnya pelarangan L68T di sebuah negeri muslim, Indonesia.


Dewan Pimpinan Pusat Advokat Persaudaraan Islam (DPP API) menganalisa hanya dua pasal yang berpotensi menjerat L68T di KUHP baru yaitu Pasal 414 dan Pasal 411 ayat (1). Namun kedua pasal itu memang tak mengatur khusus soal L68T karena berlaku umum. Republika.com


Dalam KUHP yang disahkan DPR pada 6 Desember 2022 lalu mengatur ancaman pidana terhadap perilaku L68T. Aturan tersebut tercantum pada pasal 414 yang berbunyi, "Setiap Orang yang melakukan perbuatan cabul terhadap orang lain yang berbeda atau sama jenis kelaminnya: di depan umum, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun 6 bulan atau pidana denda paling banyak kategori III; secara paksa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 tahun; atau yang dipublikasikan sebagai muatan pornografi, dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 tahun."


Regulasi Sekuler Muncul


Pasal-pasal yang tercantum hanya bisa diterapkan sebagai ancaman pidana jika ada pihak yang mengadukan atau karena pasal tersebut bersifat delik aduan. Ancaman pidana penjaranya paling lama satu tahun atau pidana denda paling banyak kategori II.


Larangan dalam KUHP dinilai tidak tegas terhadap perilaku L68T sebab baru akan ada tindakan pidana jika terjadi pemaksaan. Sehingga menjadi sebuah persoalan tersendiri dalam perilaku penyimpangan seksual tersebut yang dilakukan dengan persetujuan atau consent. 


Adanya sekularisme yang menjangkiti berbagai pihak, termasuk pihak-pihak pencetus berbagai aturan di Indonesia yang membuat kehidupan manusia semakin jauh dari rel keberkahan. Banyak kerusakan yang terjadi atas lepasnya ketaatan manusia terhadap Sang Penciptanya sekaligus Sang Pengatur yang tampak nyata dalam kehidupan manusia.


Pelecehan seksual, aborsi, penindasan, KDRT, perzinahan, penghinaan agama bahkan penyimpangan perilaku seksual menjadi perilaku buruk manusia sekuler. Sehingga tak terbendung adanya penyakit kelamin, dan juga married by accident lantas berlanjut pada kerusakan nasab pada generasi merupakan hasil dari penerapan tatanan kehidupan yang berasas sekuler.


Tidak dapat dipungkiri, aturan yang lahir dari paham yang memisahkan asas agama dalam kehidupan akan membuat kehidupan manusia menjadi tidak sesuai dengan kehendak Penciptanya. Berjalan dengan aturan yang lahir dari akal manusia hanya akan membuat permasalahan kehidupan semakin pelik. Tidak hanya kosong dari ketentraman hati, namun juga nihil dari keberkahan. 


Dunia seakan hanya sekedar menggembar-gemborkan perjuangan hak asasi manusia untuk meraih kesejahteraan hidup. Pengusung HAM meminta untuk menghormati manusia atas hak seksual reproduksi, serta meminta untuk menghormati perasaan cinta sesama jenis, lantas meminta untuk menghormati kebebasan-kebebasan lainnya yang tidak sesuai dengan fitrah manusia. Namun upaya itu hanya ilusi yang tidak pernah ada solusi berarti dalam menyelesaikan masalah kehormatan dan kesejahteraan hidup manusia.


Itulah yang terjadi dari adanya regulasi sekuler yang menghalanginya ketaatan seorang hamba kepada Penciptanya. Bahkan lebih parahnya lagi kerusakan akan terjadi atas lepasnya ketaatan, termasuk hubungan menyimpang dari kalangan L68T. Hal ini akan semakin merembetnya permasalahan yang dihadapi kepada masalah cabang lainnya. Seperti terancamnya populasi terhadap generasi penerus bangsa.


Islam Melindungi Fitrah Manusia


Sesungguhnya dalam Islam sudah diatur tentang hubungan antar manusia. Fitrah bagi manusia dalam menjalin hubungan seksualnya ialah sebagai heteroseksual. Hal ini sudah tertuang dalam Al Qur'an surat Al Baqarah ayat 223 yang berbunyi, "... wanita (istri) adalah ladang bagimu…" Namun arus global L68T menyeret banyak orang dalam kubangan homoseksual dan bahkan hingga berlabuh pada pernikahan. 


Dalam Islam sudah dilarang dengan tegas tentang hubungan sesama jenis sebagaimana laknat Allah terhadap kaum Sodom yang menentang Nabi Luth. 


Secara khusus Allah berfirman dalam surat Al 'Araf, "Dan Luth ketika berkata pada kaumnya: mengapa kalian mengerjakan perbuatan fahisyah (keji) yang belum pernah dilakukan oleh seorang pun sebelum kalian. Sesungguhnya kalian mendatangi laki-laki untuk melepaskan syahwat bukan kepada wanita; malah kalian ini kaum yang melampaui batas. Jawab kaumnya tidak lain hanya mengatakan, 'Usirlah mereka dari kotamu ini sesungguhnya, mereka ini orang-orang yang berpura-pura menyucikan diri. 'Kemudian kami selamatkan ia dan pengikut-pengikutnya kecuali istrinya, ia termasuk orang-orang yang tertinggal (dibinasakan). Dan Kami turunkan kepada mereka hujan (batu); maka perhatikanlah kesudahan orang-orang yang berdosa itu." (QS. Al 'Araf :80-84).


Hidup Berkah dengan Aturan Islam


Secara fitrah, manusia yang memiliki naluri beragama akan menjadikan dirinya hanya menghamba kepada Dzat Yang Maha Agung yang berhak disembah dan yang bisa dimintai pertolongan. Islam merupakan agama yang sempurna dengan seperangkat aturan hidup yang benar sesuai fitrah manusia.


Dalam Al Qur'an, terdapat celaan bagi orang yang menolak mengikuti hukum Allah SWT dengan sebutan sebagai tindakan mencari hukum jahiliyah. Padahal tak ada satu pun hukum yang dapat menandingi, mengungguli, bahkan menyamai hukum Allah. "Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin? (QS Al Maidah [5]:50). 


Sedangkan regulasi yang manusia buat berdasarkan hasil pemikiran manusia itu sendiri merupakan sebuah kejahiliyahan. Seperti yang tertulis dalam kitab Tafsir Ayat Pilihan Al Wa'ie, hal itu disebabkan oleh tiga hal, yaitu:


1. Hukum produk manusia senantiasa menjadikan fakta empirik sebagai dasar argumentasinya. Kesalahan asumsi terhadap fakta akan lebih berpeluang terjadi sehingga berpotensi melahirkan hukum yang tidak benar dan tidak sempurna.


2. Hukum manusia sering didasarkan pada analisis dampak. Manusia hanya bisa menentukan baik buruknya hukum setelah diterapkan kepada masyarakat. 


3. Hukum buatan manusia senantiasa terbatasi oleh dimensi ruang dan waktu. Manusia tidak bisa mengetahui kondisi masa depan, sehingga tidak bisa membuat hukum yang tepat dan sempurna.


Itulah gambaran regulasi sekuler hasil pemikiran manusia yang terlihat jelas kejahiliyahannya dan ketidaksempurnaannya. Maka jika dengan aturan Islam hidup menjadi berkah, mengapa kita masih bertahan dengan aturan hidup selainnya? Yang telah jelas menimbulkan kesengsaraan dan keburukan?


Tak dapat dipungkiri kebutuhan akan hadirnya sebuah institusi yang mampu menerapkan aturan hidup yang sempurna, yakni Islam secara menyeluruh adalah kebutuhan penting untuk segera diwujudkan. Dalam bingkai tatanan negara, aturan Islam akan menjadi rahmat bagi semesta alam, membawa kepada keberkahan dan kesejahteraan hidup bagi seluruh manusia. Kini dan nanti. Maukah kita meraihnya?


 Wallahu'alam bish shawab.[]

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم