Oleh: Fatimah Abdul (Pemerhati Sosial dan Generasi)
Setujukah bila saat ini dikatakan bahwa perempuan dan anak sangat rentan menghadapi berbagai ancaman yang membahayakan? Mengapa harus perempuan dan anak-anak yang menjadi sasaran? Apa alasannya?
Tidak perlu mencari terlalu sulit untuk membuktikan kondisi ini karena memang sudah terlalu banyak fakta yang menunjukkan bahwa perempuan dan anak-anak memang yang paling empuk untuk dijadikan sasaran kejahatan. Hal ini disebabkan memang dari segi fisik mereka lemah. Kemudian juga minimnya jaminan perlindungan dari keluarga atau kerabat karena kesibukkan mencari nafkah serta sikap acuh dan egois yang tinggi dalam lingkungan bermasyarakat.
Seperti kejadian yang menimpa diri Malika. Gadis kecil yang diculik oleh seorang pemulung dan mendapatkan perlakuan kasar bahkan pemaksaan untuk membantu pelaku bekerja memungut sampah.
Atau kasus yang menimpa Angela Hindriati Wahyuningsih, eks aktivis Walhi yang dinyatakan hilang sejak tahun 2019. Angel dirampas nyawanya kemudian dimutilasi 2 minggu kemudian. Pembunuhan diduga dilakukan oleh kekasihnya sendiri.
Tak kalah mirisnya dengan kejadian yang menimpa seorang anak perempuan berusia 12 tahun di Binjai yang mengalami kekerasan seksual hingga menyebabkan dirinya hamil 8 bulan. Sudahlah terusir dari lingkungan tempat ia tinggal, dikeluarkan dari sekolah dan harus menanggung kondisi kehamilan yang kian berat.
Begitu beragamnya kasus yang menimpa perempuan dan anak-anak. Namun alasan utama atas kejahatan tersebut mayoritas adalah karena alasan ekonomi. Memang, kondisi negeri ini sedang mengalami goncangan keuangan. Ekonomi yang tidak stabil pasca pandemi dan meroketnya hutang sehingga berdampak pada naiknya harga bahan-bahan pangan. Ditambah susahnya mencari lapangan pekerjaan, pajak pun dinaikkan, maka lengkap sudah penderita rakyat.
Kasus-kasus yang sama terus saja berulang, hal ini disebabkan karena sistem hukum yang diadopsi oleh pemerintah pun tidak memihak pada rakyat. Hukum bagaikan pisau dapur yang hanya tajam kebawah namun tumpul keatas. Hukuman tidak setimpal dengan perbuatan akhirnya menjadikan para pelaku tidak jera keluar masuk penjara, bahkan hukum tak mampu memberikan efek pencegahan.
Hukum warisan kolonial merupakan hasil karya/rekayasa manusia yang tidak mengenal Tuhannya, yang memiliki akal terbatas sehingga hasil putusan yang dibuat pun tidak memberikan keadilan bahkan saling kontradiksi.
Hanya Islam yang mampu melindungi perempuan dan anak dari mara bahaya. Mereka hidup aman dan mulia dibawah naungan hukum Islam. Syariat mengatur segala sesuatu dalam hidup manusia. Fitrah seorang laki-laki adalah sebagai pemimpin yang bertanggung jawab atas nafkah keluarga. Perempuan berperan sebagai ibu pengatur rumah tangga sekaligus guru pertama bagi putra putrinya. Dengan demikian perempuan fokus pada kepengurusan rumah dan anak sehingga keduanya benar-benar terjaga. Tulang punggung keluarga adalah ayah bukan ibu, seperti halnya yang terjadi saat ini. Perempuan bekerja diluar rumah sehingga tugas utamanya terabaikan sehingga masalah kekerasan terhadap anak dan perempuan pun meraja lela.
Negara dalam Islam pun akan berperan untuk penyediaan lapangan pekerjaan bagi para pemimpin keluarga. Menjamin kebutuhan rakyat secara tidak langsung baik sandang, pangan maupun papan . Selain itu kebutuhan yang bersifat umum seperti pendidikan, kesehatan transportasi dan keamanan pun akan di layani dan disediakan oleh negara. Apa bila ada pelanggaran maka pemerintah akan bertindak tegas dalam memberikan sanksi sesuai hukum syariat. Tentu saja hukuman tersebut mampu memberikan efek jera. Dengan demikian rakyat akan hidup aman dan sejahtera dibawah kepemimpinan negara Islam yaitu Khilafah.
Wallahua'lam bishawab. []