Modifikasi Cuaca dan Ketangguhan Teknologi



Oleh : Ramsa

Akhir tahun menjelang, cuaca buruk rajin bertandang. Tidak terkecuali di akhir tahun 2022 ini di bumi pertiwi. Padahal banyak kalangan berharap cuaca cerah dan bersahabat. Harapan ini tentu beralasan karena tidak asik saat detik-detik pergantian tahun malah hujan, atau angin kencang. Kan jadi enggak seru saat bakar petasan atau kembang api dalam kondisi hujan. 

Saat cuaca sering tak menentu, atau terjadi cuaca ekstrim maka dibutuhkan langkah jitu yang bisa mengatasinya. Di sinilah diperlukan ilmu dan teknologi yang mampu berkontribusi dalam menyukseskan misi tertentu. Peranan lembaga seperti Badan meteorolgi dan geofisika cukup diandalkan, terutama dalam urusan prediksi cuaca atau biasa disebut perkiraan cuaca.

Ternyata untuk merekayasa atau memodifikasi cuaca dibutuhkan sebuah teknologi yang bisa dipraktekan yakni dengan "menggarami" awan.  Baru-baru ini tepatnya tanggal 31 Desember  2022 di Jakarta berhasil melakukan modifikasi cuaca. Yakni dengan menggarami atau tabur garam di awan yang ada di sekitar kota Jakarta dan Bandung. Yang menggawangi pelaksanaan teknologi ini adalah Badan Meteorologi dan Geofisika Jakarta, yang dipimpin oleh Ibu Dwikorita Karnawati. Walau misi ini dilakukan secara bersama oleh BMKG, BRIN, BNPB, TNI AU, Pemrov DKI, dan Pemrov Jabar,  hasilnya malam tahun baru di Jakarta tidak setetes pun hujan turun. Sehingga pesta kembang api jadi meriah. 

Dikutip dari Detik.com bahwa BMKG dan Pemrov DKI Jakarta dalam memodifikasi cuaca telah menaburkan sedikitnya 30 ton NaCl yang ditaburkan di atas perairan Selat Sunda, menggunakan pesawat Cassa 212 milik TNI angkatan udara. (31 Desember).

Teknologi Untuk Mitigasi Bencana

Perlu diapresiasi ketika teknologi berhasil menyelesaikan suatu masalah. Dan selayaknya teknologi ada untuk menyelesaikan berbagai masalah yang melanda suatu bangsa. Indonesia yang rawan bencana alam, tentu sangat membutuhkan teknologi handal untuk mampu berkintribusi dalam mitigasi atau pengurangan dan atau antisipasi akibat buruk  suatu bencana.

Bagaimana tidak, di bulan Desember saja dalam sepekan sudah terjadi berbagai bencana. Mulai dari banjir, erupsi gunung Semeru, gempa bumi dan lain-lainnya. Maka dibutuhkan keseriusan negara dalam memitigasi berbagai kemungkinan bencana agar bisa mengurangi korban materi dan korban jiwa. Jika teknologi mitigasi bisa diwujudkan akan banyak nyawa tertolong dan kehidupan lebih nyaman tanpa was-was.

Jika dalam hal cuaca sudah ada teknologi modifikasi cuaca, maka semestinya dalam peristiwa gempa bumi, gunung meletus pun negara juga mampu menghadirkan teknologi semisal sistem deteksi dini atau alat lain yang mampu memperingatkan warga negara atau masayarakat ketika ada tanda-tanda bencana, agar tidak berguguran korban yang banyak. 

Islam dan Mitigasi Bencana

Tidak ada satu negara pun menginginkan terjadinya bencana. Namun, bagi negara yang handal, baik dalam teknologi, politik dan ekonominya, kala bencana datang warga tetap aman, karena ada upaya serius dalam pengurangan resiko bencana. Ketika terjadi gejala alam yang merupakan pertanda tsunami misalnya masyarakat sudah tahu aoa yang bisa dilakukan, bagaimana caranya menyelamatkan diri. Kemana tempat aman agar selamat. 

Karena negara kita Indonesia berada di lempeng aktif dan memiliki banyak gunung berapi aktif maka mitigasi dan edukasi terhadap gejala bencana sangat penting. Apa saja yang perlu diselamatkan dalam kondisi bencana juga penting diedukasikan ke masyarakat.

Sebagai muslim tentu kita memiliki keyakinan bahwa hujan, angin atau bencana apapun yang terjadi merupakan kekuasaan Allah, sebagaimana Allah firmankan dalam surat An-Nur ayat 43 yang artinya :

"Tidaklah kamu melihat bahwa Allah mengarak awan, kemudian mengumpulkan antara (bagian-bagian)nya, kemudian menjadikannya bertindih-tindih, maka kelihatanlah olehmu hujan keluar dari celah-celahnya dan Allah (juga) menurunkan (butiran-butiran) es dari langit, (yaitu) dari (gumpalan-gumpalan awan seperti) gunung-gunung, maka ditimpakan-Nya (butiran-butiran) es itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan dipalingkan-Nya dari siapa yang dikehendaki-Nya. Kilauan kilat awan itu hampir-hampir menghilangkan penglihatan."

Dalam sistem islam langkah awal mitigasi bencana adalah dikembalikan kepada individu agar tidak merusak bumi. Tidak menebang pohon sembarangan. Sebagai bentuk keimanan pada aturan Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 30, bahwa tugas manusia adalah penjaga bumi, melestarikan bumi ini. 

Langkah berikutnya adalah penyadaran masyarakat untuk berperilaku taat pada Allah dan mencegah kemungkaran di tengah masyarakat sebagai cara alami mencegah bencana. Juga adanya pembangunan dengan perhitungan teliti mengenai dampak lingkungannya. Kekuatan bangunan terhadap gempa dan kemudahan akses infrastruktur saat musibah datang melanda. 

Di masa kini tentu saja pada wilayah-wilayah yang sudah terdeteksi jadi daerah rawan bencana akan dilengkapi teknologi sistem deteksi dini  gempa dan tsunami, juga memperbaharui alat pencatat gempa dengan ketelitian lebih signifikan. Termasuk memperbaiki kualitas sumber daya manusia yang bekerja dibidang deteksi bencana. 

Di sisi lain, negara akan memberikan perhatian besar dalam memenuhi kesejahteraan para tenaga khusus yang menangani bencana. Juga memberikan pelayanan mudah bagi korban agar mendapatkan hak-haknya saat bencana terjadi. Bantuan siap siaga, pelayanan terbaik dan melayani dengan penuh keimanan.

Juga adanya saling mendukung antara kebijakan politik, ekonomi dan ilmu pengetahuan guna menghadirkan negara handal dalam teknolgi handal dan mampu menyelamatkan rakyat dalam setiap bencana. Menerapkan asas teknologi bermanfaat buat umat dan negara adalah pelindung umat. Sehingga akan tercipta kekuatan dan keharmonisan dalan penyelenggaraan negara.

Wallahu A'lam

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم