Islam Memuliakan Anak dan Perempuan


Oleh: Tri Setiawati, S.Si


Melansir berita awal tahun 2023. Polda Metro Jaya menyatakan, Wanita korban mutilasi di Bekasi bernama Angela Hindriati Wahyuningsi, diketahui merupakan mantan aktivis Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) yang dinyatakan hilang sejak juni 2019. Persoalan asmara diduga kuat melatarbelakangi pembunuhan Angela. Dan motif pembunuhan tersebut diperoleh dari pengakuan tersangka M Ecky Listianto (34) saat diperiksa polisi (beritasatu.com, 07 Januari 2023).


Sebelumnya, kepolisian juga berhasil menangkap pemulung yang menjadi pelaku penculikan anak perempuan di Jakarta Pusat, Iwan Sumarno (42) pada Senin (2/1), setelah sempat buron. Sumarno sendiri tercatat sebagai eks narapidana. Dia pernah dipenjara tujuh tahun akibat pencabulan anak di bawah umur oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara dan baru bebas sekitar 2021 lalu (cnnindonesia.com, 03 Januari 2023).


Di tempat lain, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspa Yoga mengunjungi Bunga (nama samaran), anak perempuan berusia 12 tahun yang tengah hamil 8 bulan diduga akibat kekerasan seksual yang dialaminya. Dalam kunjungan tersebut, Menteri PPPA mendorong Pemerintah Daerah untuk memberikan perlindungan terbaik bagi korban sesuai tugas dan fungsinya masing-masing. Berdasarkan kesepakatan bersama, beberapa waktu ke depan korban masih akan tinggal bersama pasangan suami istri yang membantu merawatnya. Pemilik kebun karet tempat orang tua korban bekerja yang kemudian berinisiatif membuat konten edukasi dari kasus ini di media sosial. "Sembari nanti akan dilakukan proses pendekatan oleh Pemerintah Daerah untuk kemudian korban dibawa ke rumah aman", terang Mentri PPPA. (kemenpppa.go.id, Jumat 06 Januari 2023).


Menilik fakta-fakta di atas, pasti yang tergambar dalam benak kita sebagai manusia berperasaan adalah perilaku sadis. Perempuan dan anak-anak selalu menjadi tumbal rusaknya tatanan masa kini yang kapitalistik. Peristiwa-peristiwa yang menjadikan perempuan dan anak-anak sebagai korbannya, oleh cara pandang kapitalisme justeru diangkat menjadi topik perbincangan yang seksi dan menarik. Media-media komersial mengekspose-nya sebagai peristiwa terkini. Fenomena ini pula yang menjadikan alasan banyak aktivis membawa persoalan perempuan dan anak-anak ke forum-forum keumatan dan program perundang-undangan. Ada yang membahasnya dengan kacamata perasaan belaka. Ada pula menggunakan pemikiran dengan asas praduga tak bersalah, kemudian membuat analisa yang dirasa cukup untuk melahirkan kesimpulan dan kecenderungan. Dan ada pula sebagian yang memanfaatkannya sebagai sarana menguatkan dukungan atas proyek global turunan kapitalisme, yakni gerakan feminisme. 


Perempuan dan anak-anak menjadi ladang bisnis menggiurkan, ditelanjangi tanpa ampun kemudian dibungkus dalam kemasan ikonik bernama moderasi beragama. Kapitalisme tidak sedikitpun memberi ruang aman pada perempuan dan anak-anak. Walau dalam ranah pribadi dan lingkungan keluarga. Sebab regulasi yang berasaskan pemisahan agama dari kehidupan (sekularisme) begitu mengakar dan meluruh masuk ke setiap sendi kehidupan. Pendidikan, sosial, ekonomi, kesehatan, budaya, politik, termasuk teknologi. Tidak ada ruang ideologis yang mengenakan kostum mutiara Islam membentuk kepribadian kuat dan unggul. Agama disempitkan pada urusan pribadi, hubungan dengan Tuhan semata. Seluasnya adalah milik manusia, yang merasa berhak membuat dan mengatur urusan kehidupan dengan akal terbatasnya. Akibatnya, kondisi fatal menyasar setiap person dan komunal. Terkhusus perempuan dan anak-anak yang rentan dengan ketidakberdayaan. Kasus mutilasi, kekerasan seksual, penculikan anak adalah bagian kecil dari derita panjang perempuan dan anak-anak di negeri yang katanya "berbudaya" dan pemeluk agama Islam terbesar di dunia. Pada faktanya, tidak ada jaminan aman oleh penguasa dan undang-undang yang ada. Perjalanan hidup seperti hukum rimba. Yang kuat dan kuasa akan sanggup bertahan, sedang yang lemah dan tak kuasa terinjak hilang dalam percaturan.


Hukum pidana tidak sedikitpun memberi efek jera, bahkan semakin berani dengan dukungan media dan tontonan-tontonan niragama. Sebagian dari kita hanya menonton dengan perasaan iba, sebagian yang lain sibuk dengan kepentingannya emoh peduli sesama. Para pelayan umat terlihat berupaya menyelesaikan persoalan sebatas karena viralnya kasus dan terdesak menyelamatkan citra pemerintahan. Sementara biografi perempuan dan anak-anak disajikan di tengah-tengah kita dengan warna warni kehidupan yang semakin kapitalistik. Tentu sangat disayangkan, kita umat Islam yang memiliki karakter paling waras bin waratsah (pewaris peradaban gemilang) bertahan dengan sistem rusak dan merusak. Padahal kita punya fikrah kulliyah (Islam kaffah) yang sudah pernah memimpin bangsa-bangsa dan memuliakan perempuan, juga anak-anak hingga lanjut usia. Islam dengan ideologi sahihnya telah dan sedang berdiri berjaga memberi solusi dengan kesempurnaannya yang menyeluruh bagi persoalan dunia, lebih-lebih perempuan dan anak-anak. Memberi rasa aman dengan standar iman dalam keluarga, masyarakat dan negara, Qiyadah fikriyah Islamiyah terus memancar ke pelosok negeri-negeri membawa misi langit demi menyelamatkan bumi.


Islam memuliakan perempuan dan menjaganya. Dalam QS an-Nisa' : 19 Allah Swt berfirman tentang bagaimana seharusnya memperlakukan perempuan dan anak-anak, 


"Hai orang orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaulah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, maka (bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak" 


Rasulullah Saw juga sering mengingatkan dengan sabda-sabdanya agar umat Islam menghargai dan memuliakan kaum perempuan. Di antaranya: "Aku wasiatkan kepada kalian untuk berbuat baik kepada para wanita." (HR. Muslim).


Juga sabda Beliau yang lain: "Sebaik-baik kalian adalah yang berbuat baik terhadap istrinya." (HR. Tirmidzi).


Begitu juga dengan anak-anak, Islam sejatinya memposisikan anak sebagai amanah. Harus senantiasa dijaga dan dilindungi dari segala marabahaya dengan memperlakukan mereka lemah lembut dan membentuknya sebagai pribadi-pribadi yang kuat. Sebagaimana dalam QS at-Taghabun : 15 Allah Swt berfirman:


"Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi Allah pahala yang besar."


Kemampuan sistem Islam dalam melindungi perempuan dan anak-anak bisa kita lihat dalam rekam jejak sejarah peradaban Islam. Khalifah Al Mu'tashim Billah menyambut seruan seorang budak muslimah yang berbelanja di pasar dan berteriak meminta pertolongan karena dilecehkan oleh orang Romawi. Pasukan besar kaum Muslimin yang dipimpin sendiri oleh Khalifah Al Mu'tashim Billah akhirnya berhasil menaklukkan kota Ankara. Begitu juga perlakuan lembut atas anak-anak, telah diberikan Islam terhadap mereka. Ketika Rasulullah Saw memerintahkan pengasuhan anak dengan konsep Islam, hak-hak mereka untuk mendapat perlakuan lembut tetap harus diberikan sepanjang masa pendidikan. Kisah sahabiyah Rubayyi binti Mu'awidz r.ha, dia berkata: "Ketika Rasulullah Saw memerintahkan kami agar berpuasa tanggal 10 Muharram, maka sejak saat itu kami selalu berpuasa dan menyuruh anak-anak berpuasa bersama kami. Apabila mereka menangis karena lapar, maka kami menghibur mereka dengan mainan agar mereka diam hingga waktu berbuka."


Betapa sempurna ajaran Islam sebagai sistem kehidupan yang menjamin keamanan dunia, melindungi kehormatan dan hak-hak dasar perempuan dan anak-anak. Alhasil, hanya dengan Syariat Islam yang diterapkan secara menyeluruh oleh negara khilafah yang akan mampu menghapus bentuk kekerasan dan pelecehan yang seringkali menimpa mereka.


Islam telah menempatkan perempuan dan anak-anak pada posisi yang mulia dan tidak mudah untuk dieksploitasi. Peran perempuan di dalam kehidupan, tidak hanya sebatas menjadi ibu rumah tangga melainkan bisa berprofesi banyak hal selama masih dalam ketentuan Syar’i. Namun fenomena perempuan saat ini sungguh memprihatinkan. Segala persoalan yang dialami kaum perempuan bukan menjadi rahasia umum lagi. Kemiskinan, pelecehan, penindasan dan eksploitasi menghimpit kaum perempuan dimana pun ia berada. Di sadari atau tidak, hal ini terjadi karena sistem yang diterapkan adalah sistem kapitalis yang menjerat banyak negara serta mempengaruhi cara pandang dan kebijakan yang di ambil oleh pemerintah. Perempuan dipandang dan diperlakukan sebagai komoditas dan mesin pencetak uang. Sistem kapitalis juga menciptakan gaya hidup materialistik dan hedonisme, menyebabkan manusia menjadi para pemuja fisik, kemolekan, kecantikan sehingga perempuan dijadikan aset dalam meraup keuntungan sebesar-besarnya, bahkan dijadikan objek iklan, model, film dan lainnya sehingga dapat menyumbangkan pajak yang besar bagi negara.


Belum lagi tersebarnya virus feminisme yang menjangkit di pemikiran kaum perempuan. Mereka menuntut ingin mendapatkan semua yang pria bisa dapatkan. Sederhananya, ketika seorang pria bisa bekerja satu harian diluar rumah, kenapa seorang perempuan tidak bisa. Padahal, perempuan memiliki derajat yang sama terlepas dari jenis kelaminnya. Mereka juga menganggap pria telah menyalahgunakan kekuasaan dan hak yang mereka miliki. Ini bisa kita lihat faktanya bahwa lapangan pekerjaan ternyata banyak memberikan prioritas terhadap kaum perempuan. Sehingga menciptakan perempuan yang sibuk berkarir dan lupa akan tanggung jawabnya sebagai seorang anak, istri dan juga ibu bagi keluarganya, di sisi lain  sebagian besar keluarga hidup dalam kemiskinan yang mengharuskan para perempuan banting tulang bekerja meninggalkan anak dan suami bahkan sampai keluar negeri, untuk meningkat perekonomian dalam keluarga. Kalaulah begini yang terjadi, maka hakikatnya peran perempuan telah hilang atau terlupakan.


Padahal ada sebuah ungkapan, “ Al-ummu madrasatul ula, iza a’dadtaha a’dadta sya’ban thayyibal a’raq”. Artinya ibu adalah sekolah utama, bila engkau mempersiapkannya, maka engkau telah mempersiapkan generasi terbaik bangsa dengan integritas kepribadian yang baik.


Mengisyaratkan betapa pentingnya peran perempuan atau ibu yang berpengaruh bagi majunya generasi berimplikasi tehadap majunya sebuah peradaban. Adalah perempuan al-madrasatul al-ula yang menanamkan akhlak dan kepribadian kepada anak-anak mereka. Perempuan yang mengenalkan kepada anak-anaknya hakikat tugas manusia dimuka bumi. Juga merupakan sumber segala ilmu. Itu sebabnya, ketika membaca biografi orang-orang hebat, maka akan kita dapati ada peran ibu yang luar biasa di dalamnya. Islam menempatkan posisi kaum perempuan pada kedudukan yang terhormat, hal ini tidak lain karena peran dan tugas besar yang dimilikinya. Islam memandang kedudukan perempuan sama dengan laki-laki dalam hak dan tanggung jawabnya. Keduanya memiliki potensi akal yang sama sehingga mampu menjalankan peran dan fungsinya sesuai koridor yang telah di atur oleh Allah.


Peran perempuan yang esensial adalah sebagi seorang istri dan seorang ibu, sehingga tidak diwajibkan kepadanya untuk bekerja diluar rumah, tetapi jika perempuan mampu menjalankan perannya sebagai seorang istri dan ibu dengan baik serta mampu bekerja membantu perekonomian keluarga maka pahala yang besar untuknya. Islam memandang setiap perempuan memperoleh hak yang sama dengan laki-laki dalam berkepemilikan selama tidak menyalahi syari’at. Juga memberikan hak waris pada perempuan, meski setengah dari porsi laki-laki , namun tetap tidak bisa disebut diskriminasi karena perempuan berhak atas mahar dan nafkah. Ini berbeda dengan pandangan kaum feminisme di sistem kapitalis yang menganggap kemuliaan perempuan ditentukan oleh kesetaraan hak dan kewajiban terhadap laki-laki, ini artinya tolak ukur yang digunakan adalah kuantitas bukan kualitas.


Sehingga bagi mereka kaum perempuan yang hanya berperan sebagai ibu rumah tangga dipandang kurang mulia, mengalami pengekangan dari laki-laki. Inilah ide-ide feminis yang menjadi alat kontrol neo-imperialisme yang menjerat kaum perempuan untuk menerimanya dengan kemasan yang sangat cantik. Seakan-akan mereka mengembalikan hakikat perempuan sejati, memerdekakan kaum perempuan dari penindasan kaum laki-laki dan sebagainya.


Padahal, Allah menciptakan manusia baik laki-laki maupun perempuan dengan seperangkat aturan yang  melekat padanya. Dengan aturan tersebut Allah menjelaskan tugas dan perannya dalam menjalani kehidupan. Ada yang sama dan berbeda. Namun, hal itu tidak dapat dipandang sebagai sebuah kesetaraan atau diskriminasi. Selayaknya kita harus mampu melaksanakan peran sebagai seorang hamba tanpa menuntut kesetaraan yang seharusnya tidak perlu dipermasalahkan. Karena sebenarnya segala persoalan yang ada pada saat ini adalah buah dari pemahaman-pemahaman yang tidak disandarkan kepada syari’at  Allah, maka dari itu hanya Islamlah yang mampu memuliakan manusia baik laki-laki maupun perempuan sesuai dengan fungsi dan perannya masing-masing.[]

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم