Oleh : Triani Agustina
Tahun berganti begitu cepat hingga tidak terasa beberapa waktu lalu telah memasuki awal tahun 2023, kini nasib umat kembali dipertanyakan. Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, terlalu banyak cerita sedih yang terjadi pada 2022 yang akan ditinggalkan. Berbagai musibah, kerusakan hingga kezaliman terus menghujani kehidupan rakyat secara keseluruhan. Pihak penguasa tampaknya berusaha keras meyakinkan bahwa 2022 bisa dilalui dengan aman-aman saja. Tidak terkecuali yang dilakukan oleh Wakapolres Majene Kompol, Syaiful Isnaini. Berdasarkan berita dari humas.polri.go.id mengawali tahun baru 2023, Wakapolres Majene Kompol Syaiful Isnaini saat memberikan arahan pada pelaksanaan apel rutin, Senin (2/1/23).
Beliau telah mengajak seluruh personelnya untuk merefleksi segala kegiatan ditahun sebelumnya. Yakni apa yang belum baik dari tugas kepolisian sepanjang tahun 2022, akan perbaiki dengan bekerja ikhlas setulus hati. Yang sudah baik tentu harus dipertahankan dan dijaga. Kegiatan positif dilingkungan antara lain bekerja sesuai dengan prosedur, aktif dan siap sedia kapan saja memberikan pelayanan saat dibutuhkan di tengah masyarakat. Bersamaan dengan itu, pihaknya juga mengingatkan agar seluruh personel tetap menjaga soliditas dan komunikasi yang baik sehingga seluruh pelaksanaan tugas yang dikerjakan diawal tahun hingga akhir tahun lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya. “Syukur kita panjatkan kepada Tuhan yang maha Esa atas nikmatnya di tahun 2022, semoga di tahun 2023 bertambah semangat kita bekerja lebih maksimal, ikhlas, ditambah umur dan rezki dan jadi hamba yang lebih baik”, tandasnya.
Siapa pun tidak dapat mengelak, kondisi ekonomi pascapandemi masih sulit adanya. Apalagi banyak kebijakan negara terus memperberat beban kehidupan masyarakat. Mulai dari soal kenaikan harga-harga barang kebutuhan pokok, kenaikan tarif PPN, pencabutan subsidi BBM, naiknya biaya asuransi kesehatan dan ketenagakerjaan, biaya pendidikan tinggi yang naik dua kali lipat, kenaikan berkala harga listrik, LPG dan lain sebagainya. Misalnya bidang sosial, betapa banyak fakta yang menunjukkan penguasa gagal menjaga masyarakat, terutama generasi muda, agar tetap berada pada fitrah kebaikan. Maraknya kasus kekerasan seksual, termasuk di lembaga pendidikan; meluasnya dekadensi moral, termasuk komunitas seks menyimpang; keguncangan keluarga berujung perceraian; stres sosial berujung bunuh diri dan kegilaan juga turut melengkapi potret buram kehidupan rakyat sepanjang tahun 2022. Ironisnya, negara alih-alih menjadi benteng penjaga generasi atau menjadi problem solver yang bisa diandalkan, banyak kebijakan negara yang justru memicu kerusakan atau membiarkan kerusakan atas nama jaminan kebebasan. Seperti pengesahan UU TPKS dan KUHP yang melegalisasi kerusakan dan kebijakan media yang super longgar. Pemerintah bahkan turut andil dalam desain perusakan dan pembajakan potensi generasi yang diinisiasi sebagai kekuatan kapitalisme global. Target desain ini menjadikan generasi muda sebagai mesin pemutar roda ekonomi, sekaligus sebagai pasar potensial produk kapitalisme global. Pada akhirnya adalah semakin mengukuhkan warisan penjajahan.
Semua problematik sejatinya saling terpaut yang berakar pada satu sebab, tidak lain penerapan sistem sekuler kapitalisme. Sistem ini memang menafikan peran Allah Swt., yakni penerapan syariat Islam dalam kehidupan sehingga umat terus diterpa berbagai krisis dan dirundung berbagai bencana.
Allah swt berfirman,
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُواْ وَاتَّقَواْ لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَاتٍ مِّنَ السَّمَاءِ وَالأَرْضِ وَلَـكِن كَذَّبُواْ فَأَخَذْنَاهُم بِمَا كَانُواْ يَكْسِبُونَ
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri tersebut beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS Al-A’raf: 96)
Juga firman-Nya,
وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى. قَالَ رَبِّ لِمَ حَشَرْتَنِي أَعْمَى وَقَدْ كُنْتُ بَصِيرًا. قَالَ كَذَلِكَ أَتَتْكَ آيَاتُنَا فَنَسِيتَهَا وَكَذَلِكَ الْيَوْمَ تُنْسَى
“Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta. Berkatalah ia, ‘Ya Tuhanku, mengapa Engkau menghimpunkan aku dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya adalah seorang yang melihat?’ Allah berfirman, ‘Demikianlah, telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, maka kamu melupakannya, dan begitu (pula) pada hari ini kamu pun dilupakan.'” (QS Thaha: 124-126)
Sejarah telah menunjukkan, ketika umat hidup dalam naungan sistem Islam. Maka akan ada kesejahteraan, persatuan hakiki dan keberkahan terwujud dalam kadar yang tidak pernah ada bandingannya. Selama satu setengah abad, umat Islam telah mampu tampil sebagai umat terbaik, memimpin peradaban cemerlang, sekaligus menebar rahmat ke seluruh alam. Perubahan seperti ini harus terbangun dari sebuah kesadaran umat, bukan atas dasar paksaan. Inilah urgensi dakwah pemikiran yang dilakukan secara berjemaah sebagaimana yang Baginda Rasulullah saw. contohkan. Bukan dakwah fisik apalagi dengan kekerasan, juga bukan dakwah fardhiyah yang tidak jelas arah. Dengan dakwah fikriyah dan jamaiyyah inilah, umat dipahamkan dengan akidah yang lurus, disertai pemahaman tentang konstruksi hukum-hukum Islam sebagai solusi kehidupan. Dengan demikian, akan tergambar pada diri umat bahwa tidak ada yang bisa membawa mereka pada kesejahteraan hakiki dan keberkahan hidup selain dengan menerapkan hukum-hukum Islam.