Hak Lahan di IKN 180 Tahun, Akankah Mengulang Kembali Freeport

 



Oleh Triani Agustina


Telah tersiar kabar bahwa terdapat kebijakan hak lahan selama 180 tahun, kebijakan tersebut dianggap sebagai strategi pemanis agar investor tertarik menginvestasikan dananya masuk ke IKN.  Indonesia tergiur  meniru Kebijakan ini, karena banyak dilakukan negara lain untuk mengembangkan investasinya. Seperti yang diungkapkan oleh Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia, terkait revisi Undang-Undang Ibu Kota Negara (UU IKN) yakni mengenai kepemilikan hak guna lahan bagi investor selama 90 tahun hingga 180 tahun dan sudah dilakukan di berbagai negara. Bahkan beliau berani mengklaim beberapa investor telah menyatakan komitmen masuk ke IKN adalah dari Uni Emirat Arab, China, Korea Selatan, hingga negara Eropa. 


“Ini bukan soal ngemis atau tidak ngemis. Jadi kita harus menawarkan hal yang menarik bagi investor. Nah yang menjadi salah satu yang menarik adalah yang mungkin terkait dengan jangka waktu kepemilikan lahan dan kalau dibanding negara lain, itu juga seperti itu,” tutur Bahlil kepada awak media, saat ditemui di Hotel Borobudur Jakarta, Jumat (2/12) . “Sekarang bukan berarti nggak ada, sudah ada, tapi kan boleh dong mereka menawar dan kita harus cari jalan keluar bersama-sama, win-win solution lah. Negara dapat, pengusaha juga harus dapat,” lanjutnya (nasional.kontan.co.id). 


Insentif hak lahan yang lama menunjukkan betapa tak mampunya negara untuk membiayai proyeknya.  Juga menunjukkan ambisiusnya atas proyek IKN. Padahal, proyek ini bukanlah proyek yang mendesak apalagi di tengah rakyat yang sedang dilanda kesulitan hidup. Titik poin penting dari pembahasan ini adalah sejatinya negara bukanlah pebisnis, sebab dalam era kapitalis pebisnis hanya fokus pada keuntungan individu atau kelompok bukan kepada seluruh rakyat. Ironinya keuntungan memang dapat didapatkan oleh segelintir orang, namun kerugiaannya akan ditanggung oleh seluruh rakyat. Tidak cukupkah pelajaran yang dapat diambil dari freeport?


Meskipun bidang penanganan IKN dan freeport berbeda, namun ada persamaan dalam prosesnya tidak lain campur tangannya asing di wilayah sendiri dan jangka panjang yang lebih menguntungkan pihak asing. Sepanjang sejarah kita tau bahwa pembangunan Ibu Kota selalu dilakukan dengan darah keringat rakyat sendiri bukan asing. Jika inti dari sebuah negara sudah bercampur tangan dengan asing, maka bagaimana dengan wilayah lain? Apakah milik rakyat atau asing?


Dalam Islam, Jelas bahwa pembangunan lebih fokus diorientasikan untuk kepentingan rakyat, bukan demi pencitraan pejabat, apalagi demi  keuntungan swasta, baik dalam negeri maupun asing. Pembangunan ibu kota sejatinya memiliki makna yang menunjukkan ketinggian peradaban dan agama. Rasulullah saw. pernah bersabda, “Islam itu tinggi dan tidak ada yang lebih tinggi dari Islam.” Oleh karena itu pembangunan pusat-pusat pemerintahan mengadopsi filosofi ketinggian agama Allah yang bebas dari keinginan manusia baik pribadi ataupun golongan. 


Jika mindset mencari keuntungan ini tidak lain  “bawaan genetik” dalam tata kelola negeri ala kapitalisme, maka sudah saatnya bagi siapa pun yang bercita-cita menjaga kedaulatan negeri untuk mendiskusikan solusi cemerlang yang akan membebaskan negeri ini dari berbagai penjajahan. Itulah sistem dengan pengaturan Islam secara menyeluruh bermanfaat untuk seluruh lapisan masyarakat.[]

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم