Palupi A. Nuraisya
Rangkaian acara KTT G20 pada tanggal 15 – 16 November 2022 berlangsung meriah dan menyita perhatian banyak pihak. Bagaimana tidak? Dengan adanya perhelatan Presidensi G20 ini menunjukkan Indonesia berhasil menunjukkan kemampuan delegasinya di kancah Internasional. Selain itu, Indonesia pun mendapat banyak pujian dari berbagai Negara karena rangkaian acara KTT yang diadakan di Bali dikemas dengan sangat epic dan kental dengan budayanya. Lalu, apa saja yang akan Indonesia dapatkan dengan adanya Presidensi G20?
Harapan Banyak aorang
Sesuai jargonnya, “Recover Together, Recover Stronger”. Ajang G20 ini diharapkan bisa mensolusikan dan memulihkan kondisi Negara – Negara di dunia pasca pandemic. Selain itu, peperangan antara Rusia – Ukraina yang masih terjadi memberi dampak krisis ke Negara lainnya.
Dilansir dari laman cnbcindonesia.com (16/10/2022) para pemimpin Negara anggota forum G20 telah menyepakati deklarasi bersama dalam pertemuan puncaknya di Bali. Disepakati sebanyak 52 poin yang termuat dalam dokumen deklarasi berjudul G20 Bali Leaders Declaration. Apa saja itu? Poin pertama berkomitmen bahwa forum G20 akan selalu menjadi forum premier kerja sama ekonomi global untuk menghadapi tantangan ekonomi dunia. (sultra.antaranews.co, 16/11/2022) Poin kedua dan ketiga forum G20 ini bertujuan untuk menyelesaikan masalah keamanan yang dipicu peperangan Rusia – Ukraina yang menyebabkan krisis ekonomi, pangan, dan energi. Selain itu juga akan dipermudah investasi dan pembiayaan agrikultur, G20 sustainable finance report atau bidang keuangan.
Poin yang disampaikan ini berfokus pada sistem keuangan dimana dalam mendorong digitalisasi sistem keuangan mereka menginginkan untuk menerapkan G20 Roadmap for Enhancing Cross – Border Payments. Selain itu disepakati juga penerapan standar transparansi pajak secara Internasional. Pada poin ke 46 mereka mendukung komitmen kesetaraan gender, hingga pemberdayaan perempuan untuk mendukung pembangunan berkelanjutan. Tak hanya itu, untuk sector budaya pun juga akan mereka pegang dengan adanya insentif public dan investasi berkelanjutan dari sector swasta untuk memperkuat ekonomi budaya.
Antithesis
Awal mula G20 ini dinisiasi oleh G7 yang terdiri dari Kanada, Prancis, Jerman, Italia, Jepang, Inggris, dan Amerika Serikat. Kemudian berkembang menjadi G20 yang berfokus pada ekonomi global, dimana Negara – Negara yang tergabung dalam G20 menjadi penyumbang 80% PDB global. Seperti yang bisa kita lihat bahwa Negara – Negara berkembang yang tergabung didalamnya hanyalah menjadi obyek pasar dan investasi belaka.
Dikutip dari laman Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (ekon.go.id, 19/11/2022) Menko Airlangga Hartanto mengungkapkan bahwa Pemerintah Amerika Serikat meluncurkan Partnership for Global Infrastructure and Investment (PGII) yang mana akan menginvestasikan dana sebesar USD 600 miliar untuk proyek infrastruktur berkelanjutan bagi Negara berkembang. Tak hanya itu, Jepang pun turut memberi komitmen sebesar USD 20 miliar untuk menginisiasi Just Energy Transition Partnership (JETP).
Kemudian apa kita tahu bahwa dibalik itu semua, bahwa bentuk investasi yang diberikan bisa menjerat obyek penerimanya. Bentuk investasi tersebut bisa berupa hibah atau pinjaman. Negara maju tersebut tentunya juga menginginkan keuntungan yang lebih, tidak hanya memberi dengan cuma – cuma. Pastinya, mereka menginginkan kembalian yang menguntungkan dengan adanya bunga tambahan. Padahal sudah jelas dalam Islam bahwa bunga itu riba, dan haram hukumnya.
Bagaimana juga dengan kondisi SDA kita yang melimpah. Apakah ada jaminan kita bisa berdaulat mengelolanya. Mengingat dalam poin Leaders Declaration, pemerintah juga memfokuskan pembangunan energi berkelanjutan serta Amerika dan Jepang sudah memegang kendali investasi akan hal itu. Ini yang patut kita khawatirkan. Sumber Daya Alam Indonesia yang melimpah akan dikuasai dan semakin dicengkeram oleh asing. Kepemilikan investasi yang besar oleh pihak asing sangat berpotensi memporak – porandakan kedaulatan pengelolaan SDA kita.
Solusi dalam Islam
Islam sebagai rahmat untuk seluruh alam, pastinya sudah menawarkan berbagai solusi untuk menyelesaikan permasalahan yang ada. Karena sejatinya, permasalahan sekarang tidak lain disebabkan oleh keserakahan kapitalis. Mulai dari krisis global, energi, pangan, dan lainnya. Negara dalam Islam akan menunjukkan kepemimpinannya yang independen dan menunjukkan kewibawaannya di kancah Internasional. Negara tidak hanya mengekor mengikuti standar Negara yang didoktrin para kapitalis. Akan tetapi, memiliki kekuatan melalui ideology khas yang terpancar, yaitu Islam. Sehingga apapun langkah yang diambil selalu berlandaskan pada hukum syara'.
Dalam melakukan kerjasama, Negara yang berlandaskan Islam tidak akan pernah mengambil apapun yang membawa pada kemudharatan, seperti riba yang sampai sekarang semakin menumpuk. Dengan adanya hukum syara', Negara tidak akan mudah menjalin kerja sama dengan Negara yang secara terang – terangan memusuhi Islam, apalagi mengorbankan kekayaan dan kedaulatannya pada Negara lain. Dalam Negara Islam, hubungan politik luar negeri akan membawa kedamaian dengan mengemban dakwah dan jihad untuk menyebarkan risalah Islam ke seluruh dunia.[]