Oleh Triani Agustina
Bisa ular merupakan gabungan senyawa dari sejumlah protein dan enzim yang berbeda. Kebanyakan protein tersebut tidak berbahaya bagi manusia, akan tetapi beberapa protein beracun. Bisa ular pada umumnya tidak berbahaya ketika dihirup, sehingga tidaklah beracun secara teknis. Namun, berbeda cerita ketika bisa ular masuk ke tubuh manusia. apabila tidak segera diobati, akan menyebabkan kematian yang tragis. Sama halnya dengan kasus Pinjaman Online, dikabarkan marak akhir-akhir ini menelan banyak korban. Sejatinya melakukan pinjaman online bukanlah hal yang berbahaya atau meresahkan, melainkan nilai akad dan prosesi hutang piutang yang sifatnya agak samar dari pada pinjam secara langsung. Belum lagi budaya konsumtif masyarakat dan riba yang mengakar yang menjadi penyebab utama, pinjaman online banyak digemari karena prosesnya terbilang mudah cukup melalui gadget. Bisa ular dapat menjadi obat dan dapat pula menjadi racun mematikan, begitu pula hutang piutang yang pertanggungjawabanya berlanjut hingga ke akhirat.
Di sisi lain beberapa waktu ini diketahui bahwa para mahasiswa telah menjadi korban “penipuan untuk investasi”. Hal ini menggambarkan betapa para mahasiswa terjerat ‘pragmatis akut’, sehingga tidak dapat berpikir jernih dan kritis. Fenomena ini menggambarkan orientasi materi telah menjebak mahasiswa sehingga tidak berpikir logis dan kritis. Ironisnya lagi, hal tersebut terjadi di PTN dan favorit dan masuk top 450 dunia menurut dikti.kemdikbud.go.id. (berdasarkan informasi yang di keluarkan oleh QS World University Rankings dan ditandatangani oleh Ben Sowter, Senior Vice-President, QS Quacquarelli Symond pada Juni 2022).
Berdasarkan informasi dari republika.co.id, Pengamat Keuangan Piter Abdullah menilai ratusan mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) yang terjerat pinjaman dalam jaringan (pinjaman online/pinjol) untuk penjualan yang ternyata bodong karena tamak yang tidak memiliki kemampuan keuangan dan tidak memiliki literasi pengetahuan mengenai masalah ini. Namun, beliau mempertanyakan apakah kasus ini penipuan sehingga perlu diusut tuntas aparat hukum. Para mahasiswa berspekulasi dan meminjam uang orang yaitu di pinjaman dalam jaringan.
Padahal, mengingat terdapat bunga pinjaman yang sangat tinggi baik pinjol ilegal maupun legal. Pria yang juga Direktur Eksekutif Segara Institute ini menambahkan, semua pinjaman memiliki bunga yang besar. Lebih lanjut beliau meminta, kasus ini harus ditegaskan dulu, dalam artian harus jelas apakah oknum mahasiswa tersebut kurang literasi atau bentuk penipuan. Sebab, dapat diduga tidak menutup kemungkinan uang yang dipinjam dari pinjol ilegal. Menurutnya, pinjol ilegal dapat disebut sebagai penipuan dan jika benar maka ini adalah tindakan pidana. Jadi, beliau meminta jangan disalahkan korbannya karena yang salah adalah yang menipu. Sebab, mereka memanfaatkan kondisi masyarakat yang kurang mendapatkan literasi. Beliau juga menganalisis bahwa mahasiswa tersebut meminjam uang melalui pinjol ilegal untuk investasi tetapi ternyata tidak membuahkan hasil, sehingga termasuk kategori penipuan dan meminta tuntaskan dulu kasusnya kemudian kewajiban mahasiswa untuk membayar utang ditentukan bagaimana.
Berdasarkan informasi berita tersebut, agar kasus serupa tidak terjadi kembali. Perlu setidaknya beberapa hal yang harus dilakukan, diantaranya; pertama, para mahasiswa agar tidak tamak dan dapat mengukur diri. Dihimbau para mahasiswa mengukur diri berapa uang kirimannya dan sesuaikan dengan uang yang diterima. Kalau mendapatkan kiriman uang seratus ribu maka gunakan dengan bijak dan jangan lebih besar pasak daripada tiang, nampaknya kata-kata bijak ini masih relevan digunakan hingga sekarang. Artinya kalau tidak punya uang jangan melakukan apa-apa alias ojo neko-neko. Kalaupun menginginkan sesuatu, maka mahasiswa ini harus menyisihkan sebagian uang dengan menabung dari sisa seratus ribu tersebut. Kemudian, kalau memiliki keinginan di luar uang kiriman berarti harus ada upaya untuk mendapatkan pendapatan yang lebih. Tetapi, perlu diingat jangan berkeinginan mendapatkannya secara mudah. Banyak jalan untuk mendapatkan uang tambahan misalnya, bekerja sampingan. Seperti; membantu penelitian dosen, surveyor, mendapat beasiswa dan lain sebagainya. Jadi, pekerjaan ini secara otomatis dapat mendukung pekerjaan utama. "Jangan tergoda dengan passive income karena itu bukan untuk mereka”.
Passive income hanya didapatkan untuk mereka yang memiliki kondisi memungkinkan misalnya bermain saham, bukan di level mahasiswa yang mengandalkan uang kiriman yang jumlahnya mepet. Lebih lanjut mengingatkan tugas utama mahasiswa adalah belajar, apalagi kalau merantau dan mendapatkan uang dari orang tua. Tujuan orang tua mengirim uang supaya anaknya belajar, bukan untuk hal spekulatif seperti itu. Kedua, para mahasiswa seharusnya jangan pernah melakukan spekulasi menggunakan uang pinjaman. Mahasiswa juga di himbau agar jangan mudah tergoda dengan iming-iming sesuatu yang mudah. Kalaupun ingin berspekulasi maka gunakan uang yang aman dan hasil kerja kerja keras serta halal lagi baik cara memerolehnya. Sebelumnya, sejumlah mahasiswa yang terjerat pinjaman online hingga didatangi penagih utang ke rumahnya, karena penagihan utangnya berkisar Rp 3 juta hingga Rp 13 juta untuk penjualan online yang ternyata tidak menguntungkan. Para mahasiswa diduga terpengaruh oleh kakak tingkatnya untuk masuk ke grup WhatsApp usaha penjualan online. Mereka diminta investasi ke usaha tersebut dengan keuntungan 10 persen per bulan dan meminjam modal dari pinjaman online. Namun dalam perjalanannya, keuntungan tidak sesuai dengan cicilan yang harus dibayarkan kepada pinjaman online sehingga para mahasiswa mulai resah saat ditagih debt collector dan sebagian berinisiatif melaporkan ke kantor polisi.
Sejatinya inilah buah sistem pendidikan kapitalistik di perguruan tinggi, mencetak mahasiswa yang berorientasi materi sejalan dengan semangat entrepeneur university. Mahasiswa terus dicekoki dengan ajaran-ajaran kapitalistik yang nyatanya menyengsarakan menjauhkan diri dari adab dan nilai hanya berfokus pada keuntungan semu semata. Kampus agamis juga tidak ketinggalan menyuburkan sistem kapitalis, dimana mendukung serba instan namun akhirnya sengsara. Hutang boleh-boleh saja asalkan jelas akadnya antara si berhutang dan si piutang, bukan asal memberi dan meminta. Mirisnya, di sistem kapitalisme saat ini tidak lain adalah hutang disertai bunga atau disebut riba. Dalam Islam Riba jelas merupakan perkara yang haram dengan berbagi jenisnya. Sehingga dalam Islam jika ingin berhutang harus jelas akad atau perjajian hutang piutangnya dan tidak boleh ada unsur riba sama sekali atau pertambahan nilai dalam membayar hutang. Bahkan dalam Islam ada yang berhutang untuk menghidupinya sehari-hari dan benar-benar tidak mampu membayar, maka orang yang dihutangi mengikhlaskan untuk tidak perlu membayar. Masyaallah sehingga hutang piutang tersebut menjadi nilai sedekah, masyarakat Islam dibiasaan untuk saling membantu dalam meraih ridhoNya. Berbeda sekali dengan sistem kapitalisme, dimana lintah darat bertebaran dimana-mana. Islam sangat menjamin mata pancaharian masyarakatnya secara keseluruhan, tiada istilah “yang kaya makin kaya dan yang miskin makin miskin”.[]