Pendidikan Berorientasi Materi: Mahasiswa Terjerat Tipu-tipu Investasi



Endah Sulistiowati (Dir. Muslimah Voice)


Diberitakan oleh CNBC Indonesia, sebanyak ratusan mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) dan masyarakat dilaporkan telah menjadi korban penipuan yang berujung pada tunggakan tagihan pinjaman online (pinjol). Polresta Bogor Kota mengatakan, jumlahnya sebanyak 311 orang. 


Ini bukanlah peristiwa pertama penipuan berkedok investasi yang melibatkan mahasiswa sebagai korbannya. Dari laman ngopibareng.id, sejumlah mahasiswa korban investasi bodong di Kabupaten Jember, melapor ke Mapolres Jember, Kamis, 14 Oktober 2021. Dalam kasus ini korban yang jumlahnya 70 orang mengalami kerugian sebesar Rp 500 juta.


Mengapa masalah ini berulang, dengan jumlah korban yang berkali lipat? Apa yang membuat mahasiswa hingga tergiur berbondong-bondong melakukan investasi? Bahkan harus meminjam modal, padahal berkali-kali pinjaman online ini telah banyak memakan korban. Hal inilah yang menyebabkan perlunya masalah ini dikaji lebih dalam.


Mahasiswa yang harusnya memiliki intelektual yang tinggi harus terkena tipu-tipu, sehingga masalah ini perlu dicari akar masalahnya. Adapun dalam pembahasan tulisan ini, setidaknya ada beberapa poin, yaitu: 


1) Apa yang menyulut para mahasiswa terlibat pinjol dan investasi bodong? 


2) Bagaimana cara mengembalikan para mahasiswa berpikir kritis dan logis? 


3) Seperti apa potret pendidikan tinggi di dunia Islam?


Faktor-faktor Penyulut Mahasiswa Tergiur Pinjaman Online dan Investasi


Sebenarnya tidak ada yang salah dalam investasi asal jelas dan halal. Jika investasi yang dilakukan beresiko tinggi atau ilegal, tentu tidak harus berpikir dua kali untuk menolak investasi seperti ini. Sayangnya saat ini kita hidup di era kapitalis yang semuanya diukur dan dinilai dari sisi materi.


Termasuk pendidikan tinggi. Sudah menjadi keumuman saat ini kuliah di PTN dan PTS biayanya sama-sama mahalnya, yang bisa kuliah di PTN dengan biaya murah bisa dihitung dengan jari. Orang tua dituntut untuk merogoh kocek lebih dalam lagi jika ingin anak-anaknya bisa kuliah di PTN yang bergengsi. 


Apalagi sebagai negara dunia ketiga Indonesia ini menjadi pangsa pasar terbaik bagi negara kampium kapitalis. Semua produk ditawarkan disini. Termasuk gaya hidup.


Gaya hidup inilah yang menjadi faktor utama para mahasiswa lepas kendali. Mereka menginginkan hidup wah, instagramable, yang layak ditunjukkan kepada dunia luar. Sayangnya mereka lupa bahwa hidup yang seperti ini adalah kehidupan yang palsu. 


Berikutnya adalah circle pergaulan. Pergaulan menjadi faktor ke dua yang membuat para mahasiswa terlarut dalam pinjaman online dan investasi. Kadang mereka hanya melihat sekilas teman yang "sukses", maka beramai-ramai turut berinvestasi. Pergaulan seperti ini juga menyebabkan persaingan tidak sehat, ego pun terpancing agar tidak kalah dari teman-temannya.  


Menginginkan segala sesuatu dengan instan. Hidup saat ini memang banyak kemudahan-kemudahan. Bahkan hanya dengan bikin video tik tok, YouTube, atau pun konten-konten lainnya, cuan bisa langsung mengalir. Semua fasilitas juga terpenuhi. Belajar pun tidak harus berlama-lama membaca duduk di perpustakaan mencari literatur, cukup dengan searching di Google semua tahu beres. Itulah realitas hidup saat ini. 


Sayangnya hidup yang seperti ini, sangat membekas dalam diri pelajar dan mahasiswa. Sehingga merasuk dalam setiap tarikan nafas dan aliran darah. Demikian juga dalam urusan mencari cuan. Gaya hidup tinggi, circle pergaulan yang tidak sehat, keinginan hidup yang serba mudah, menjadi satu ramuan yang membuat mereka mengambil jalan pintas. 


Gayung pun bersambut. Banyak di media sosial yang membagikan informasi kerja mudah hasil melimpah. Siapa yang tidak tergiur, karena itulah yang menjadi cita-cita mayoritas generasi Z saat ini. 


Jalan pintas dengan pinjaman online menjadi pilihan untuk mendapatkan modal tanpa agunan. Kemudian diinvestasikan dengan harapan bisa mendapatkan penghasilan seperti yang ditawarkan dalam iklan. Tapi jauh panggang dari api, semua menjadi sekedar ilusi. Ternyata yang diikuti tipu-tipu berkedok investasi. 


Ya, tidak semua salah mahasiswa, mereka juga korban. Yang menjadi pertanyaan di sini, mengapa korbannya hingga mencapai ratusan mahasiswa dalam perguruan tinggi yang sama? Apakah karena buta literasi?


Mahasiswa harus menjadi pribadi-pribadi yang kritis, mampu berpikir jauh ke depan. Bukan justru menjadi korban penipuan dan pembodohan akut seperti ini. Ini yang menjadi catatan penting, mahasiswa harus kembali pada posisinya.


Mengembalikan Mahasiswa Sebagai Pemikir yang Kritis dan Logis


Tak bisa dimungkiri, kualitas pendidikan tinggi di Indonesia masih jauh dari harapan. Utamanya, dalam menghasilkan sumber daya manusia unggul untuk mengemban amanah mengelola negeri agar menjadi negara terdepan di dunia.


Sudah saatnya mahasiswa dikembalikan pada hakikatnya sebagai agen perubahan. Menjadikan mahasiswa dididik untuk peduli dengan lingkungannya. Mereka dibekali idealisme yang tinggi, sehingga mampu berpikir kritis dan bertindak logis. Itulah gambaran profil mahasiswa secara umum. Bukan mahasiswa yang menye-menye, yang mudah ikut arus.


Sehingga seorang muslim tentu akan menjadikan Islam sebagai landasan berpikir dan menyelesaikan setiap problem kehidupan termasuk pendidikan tinggi. Sehingga yang perlu dilakukan, yaitu: 


Pertama, terus menguatkan mahasiswa pada posisinya sebagai agen perubahan. Membekali mereka dengan akidah yang kuat, sehingga mereka mampu menangkal setiap serangan kapitalisme dari setiap sisi. 


Kedua, mendukung dan membantu memberikan informasi dan fasilitas bagi mereka yang ingin mengembangkan diri, serta memberikan arahan yang tepat bagi mereka. Sehingga tidak muda bagi mereka tergiur pada hal-hal instan termasuk materi. 


Ketiga, mengajak dan melibatkan para mahasiswa dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan sosial yang ada. Agar jiwa empati mereka tumbuh secara alami. 


Sehingga dengan begitu, harapan agar mereka berkembang dengan jiwa yang besar, berkarakter, dan berkepribadian Islam bisa terwujud. Kita tidak bisa langsung menjudge mereka salah, tanpa memberikan solusi. 


Sehingga bagi kita yang aktif dalam pergerakan dan perjuangan Islam sangat perlu memahami karakter mahasiswa saat ini, yang tentunya tidak bisa dibandingkan dengan mahasiswa dua puluh tahun lalu.


Potret Pendidikan Tinggi di Dunia Islam 


Dalam buku Strategi Pendidikan Negara Khilafah karya Abu Yasin, dalam bab Pendidikan Tinggi di disebutkan tujuan pendidikan tinggi adalah penanaman dan pendalaman kepribadian Islam secara intensif pada diri mahasiswa. Peningkatan kualitas kepribadian ini ditujukan agar para mahasiswa bisa menjadi pemimpin dalam memantau permasalahan-permasalahan krusial bagi umat termasuk kemampuan mengatasinya: yaitu permasalahan yang diharuskan dalam Islam atas kaum muslim untuk mengatasinya dengan risiko hidup atau mati.


Agar permasalahan krusial ini tetap hidup dan menjadi pusat perhatian di dalam benak dan perasaan umat, maka harus ada pendidikan tsaqofah Islam yang berkelanjutan, yang akan membantu mengatasi permasalahan tersebut bagi seluruh mahasiswa di perguruan tinggi tanpa memandang spesialisasinya. 


Hal ini sebagai tambahan pendalaman dan pengkhususan dalam pendidikan saqoh Islam dengan seluruh cabang-cabangnya: seperti fiqih hadits tafsir Ushul fiqih dan lain-lain. Berupa persiapan terhadap apa yang diperlukan para ulama, para mujtahid, para pemimpin, para pemikir, para kodi hakim, para ahli fiqih, dan lain-lain sehingga hanya Islam saja yang tetap hidup di tengah-tengah umat untuk diterapkan dijaga dan diemban ke seluruh umat manusia baik dengan dakwah maupun jihad. 


Rasulullah SAW bersabda:


"Dua golongan manusia yang jika keduanya baik maka akan baik manusia atau masyarakat, dan jika keduanya rusak maka akan rusak pula manusia atau masyarakat: yaitu ulama dan para pemimpin."


Perguruan tinggi juga dituntut untuk melahirkan sekumpulan politikus, para pakar ilmu pengetahuan, dan orang-orang yang mampu memberikan pengajaran dan ide-ide yang ditujukan khusus untuk mengurus kemaslahatan hidup umat dan penyusunan rencana jangka panjang yang diperlukan negara Khilafah dalam melayani kemaslahatan tersebut. 


Sehingga Khilafah menjadikan pendidikan sebagai salah satu fasilitas yang diberikan kepada masyarakat. Pendidikan akan diberikan gratis dan menjadi hak seluruh warga negara. Negara Khilafah juga wajib menyediakan fasilitas dan infrastruktur pendidikan yang cukup dan memadai seperti gedung-gedung sekolah, laboratorium, balai-balai penelitian, buku-buku pelajaran, dan lain sebagainya.  Negara Khilafah juga berkewajiban menyediakan tenaga-tenaga pengajar yang ahli di bidangnya, sekaligus memberikan gaji yang cukup bagi guru dan pegawai yang bekerja di kantor pendidikan.


Seluruh pembiayaan pendidikan di dalam negara Khilafah diambil dari Baitul Mal, yakni dari pos fai’ dan kharaj serta pos milkiyyah ‘amah.    Seluruh pemasukan Negara Khilafah, baik yang dimasukkan di dalam pos fai’ dan kharaj, serta pos milkiyyah ‘amah, boleh diambil untuk membiayai sektor pendidikan. Jika pembiayaan dari dua pos tersebut mencukupi maka negara tidak akan menarik pungutan apapun dari rakyat. Sehingga para mahasiswa bisa terus konsentrasi dalam pendidikan mereka tanpa direcoki untuk mencari uang tambahan termasuk masalah gaya hidup. Karena negara akan terus menjaga kemurnian tsaqofah para mahasiswa dan peserta didik lainnya. Wallahu'alam. 



*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم