Berkaca Pada Kasus Kalideres, Inikah Hasil Masyarakat Sekuler?




Oleh Firda Umayah


Kasus ditemukannya empat mayat dalam satu rumah di Kalideres, Jakarta Barat hingga kini masih menimbulkan banyak pertanyaan. Berbagai spekulasi muncul dari hasil otopsi dan pemeriksaan forensik yang dilakukan. Tidak adanya sisa makanan di lambung mayat mengindikasikan bahwa mayat tewas karena kelaparan. 


Spekulasi lain menduga adanya upaya untuk menghilangkan nyawa sendiri karena keluarga ini dikenal dengan anti sosial. Namun ada pula spekulasi bahwa keluarga ini sengaja dibiarkan begitu saja hingga menderita kelaparan dan kematian.


Dari berbagai spekulasi yang muncul, hingga kini pihak kepolisian masih terus mendalami kasus ini. Kematian satu keluarga yang terdiri dari empat orang dewasa dengan usia diatas 40 tahun ini ditemukan pertama kali sejak tanggal 16 November 2022 lalu. Hal yang membuat sesak dada, kondisi mayat yang ditemukan sudah dalam kondisi membusuk dan kering. Diperkirakan satu keluarga telah tewas selama tiga minggu sebelumnya.


Kondisi mayat yang sudah tak berupa itu tak dapat menangkis bahwa kepedulian masyarakat sekitar terhadap keluarga tersebut jauh dari kata baik. Karena keluarga ini tinggal di dalam komplek perumahan yang ramai padat penduduk. Meski masyarakat berdalih bahwa keluarga yang tewas merupakan keluarga anti sosial, namun hal ini seharusnya tak boleh membiarkan warga sekitar abai terhadap kondisi warga yang lainnya. Terlebih lagi ketua Rukun Tetangga (RT) yang menjadi pemimpin di komunitas kecil warga tersebut.


Adanya kasus yang terjadi di Kalideres merupakan bukti bahwa sifat individual telah merusak tatanan sosial masyarakat. Sifat ini menghasilkan sikap acuh kepada kondisi yang ada pada anggota masyarakat yang lain. Sifat ini sesungguhnya merupakan sifat yang lahir dari pemikiran sekuler yakni pemikiran yang memisahkan antara agama dari kehidupan. Akibatnya, dalam sistem sosial, masyarakat hanya memikirkan diri sendiri tanpa memperhatikan kondisi di sekitarnya.


Kondisi masyarakat sekuler ini, diperkuat dengan pemerintahan yang juga sekuler dan cenderung abai terhadap kepengurusan rakyatnya. Walhasil, hidup matinya rakyat bergantung kepada diri mereka masing-masing. Negara seperti berlepas tangan terhadap kebutuhan hidup mereka.


Padahal, dalam agama Islam, Islam memandang bahwa negara merupakan pemimpin sekaligus penanggungjawab atas seluruh urusan rakyatnya. Negara memiliki peran besar dalam memudahkan semua urusan rakyat untuk memenuhi kebutuhan dasar hidupnya.


Negara juga bertanggung jawab terhadap penerapan aturan yang membuat masyarakat menjadi acuh antara satu dengan lain. Tanggung jawab semua ini tentu ada di tangan pemimpin yang dipilih oleh rakyat untuk menjalankan roda pemerintahan. Oleh karena itu, menjadi pemimpin bukan perkara remeh namun butuh pandangan hidup yang utuh agar mampu menyelesaikan segala permasalahan hidup manusia.


Pandangan hidup yang menjadi solusi tuntas bagi umat manusia ada dalam Islam. Sebab Islam merupakan sebuah agama sekaligus ideologi yang memiliki semua konsep kehidupan manusia. Islam mengatur segala aspek kehidupan termasuk aspek sosial.


Dalam aspek sosial, Islam memandang bahwa muslim yang satu adalah saudara bagi muslim yang lain. Muslim yang satu dengan yang lain ibarat satu tubuh. Dimana ketika salah satu anggota tubuh ada yang sakit, maka anggota tubuh yang lain turut merasakan sakitnya. 


Islam memandang bahwa setiap muslim harus saling peduli, membantu dan memberi. Kondisi kepedulian masyarakat ini akan mudah dibentuk jika ada suasana keimanan di tengah-tengah masyarakat. Dengan arti, hubungan yang terjalin bukan karena ikatan materi namun ikatan akidah semata. Sehingga, kasus yang terjadi di Kalideres dapat dihindari bahkan tidak akan terjadi sama sekali. Wallahu'alam bishshawab.[]

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم