Oleh : Ari S
Setiap tanggal 22 Oktober diperingati sebagai Hari Santri Nasional. Dalam rangka mengingat sejarah perjuangan kaum santri yang melawan penjajah pada 22 Oktober 1945. Atas seruan ulama besar Nahdlatul Ulama yaitu Hadratus Syekh Hasyim Ashari, yang kemudian peristiwa itu dikenal sebagai gerakan resolusi jihad.
Seharusnya semangat perjuangan untuk kebangkitan umat terus digelorakan dalam momen hari santri. Karena santri dalam sejarahnya adalah garda terdepan melawan penjajah Belanda yang tidak hanya menjajah secara fisik tetapi juga secara pemikiran. Gold glory gospel yang digaungkan penjajah saat itu mampu dilawan oleh para santri karena dorongan iman.
Namun sayang, hari santri saat ini justru dijadikan momen untuk memecah belah persatuan umat. Narasi santri melawan radikalisme terus digaungkan. Dilansir dari gopos.id. Ketua DPRD Kota Blitar, Syahrul Alim pada Upacara Hari Santri Nasional (HSN) Sabtu (22/10/2022) mengharapkan para santri untuk memerangi radikalisme. Karena paham tersebut intens dalam menyerang Negara Indonesia. Menurutnya para santri bisa belajar di pondok pesantren untuk memperdalam ilmu pengetahuan, serta bisa memerangi paham radikalisme.
Narasi Radikalisme adalah Proyek Penjajah
Narasi radikalisme sengaja diciptakan untuk memecah belah umat. Barat dan rezim-rezim bonekanya di negeri-negeri Muslim berada dalam ketakutan luar biasa terhadap kembalinya Islam sebagai negara adidaya untuk kedua kalinya. Sebab, pasca runtuhnya Komunisme, satu-satunya ideologi yang menjadi ancaman paling menakutkan bagi Dunia Barat adalah Islam.
Penjajah (Barat) pun melalui kaki tangannya melanggengkan kekuasaannya dengan senantiasa menyebarkan ideologi sekulerisme-nya. Barat juga melakukan monsterisasi ajaran Islam dengan memberikan stigma radikal kepada muslim yang ingin menerapkan Islam kaffah. Sebab Islam kaffah yang diterapkan dalam naungan Khilafah Islam adalah ancaman bagi penjajah dan antek-anteknya.
Maka penjajah berusaha sekuat tenaga membendung kebangkitan Islam. Sebaliknya, Barat memasarkan Islam toleran atau moderat. Barat memuji Muslim yang pro ideologi kapitalis sekuler sebagai bentuk moderasi Islam. Dan disisi lain Barat sangat memusuhi Umat Islam yang menginginkan formalisasi syariah Islam dalam naungan Khilafah.
Narasi radikalisme akan terus digaungkan untuk mengokohkan penjajahan Barat di negeri-negeri muslim.. Memang saat ini penjajah secara fisik tidak ada, namun penjajahan secara pemikiran, politik, ekonomi tetap berlangsung. Maka narasi radikalisme ini sejatinya untuk membendung kaum muslimin yang ikhlas mengembalikan kebangkitan umat dengan menerapkan Syariah Islam secara totalitas dalam bingkai Khilafah.
Santri seharusnya tidak terbawa strategi penjajah. Karena santri yang memiliki tsaqofah Islam seharusnya mampu mengungkap narasi radikalisme yang menyesatkan dan memecah belah umat. Santri dalam sejarahnya sebagai garda terdepan melawan penjajah seharusnya berani untuk melawan perang pemikiran yang dilancarkan penjajah Barat. Dengan cara membongkar strategi kebusukan penjajah melalui narasi radikalisme sebagai rekayasa dalam menghadang kebangkitan Islam.
Peran Santri dalam Kebangkitan Umat
Umat Islam mengalami kemerosotan karena jauh dari syariat Allah Subhanau wa Ta'ala. Posisi umat Islam saat ini lemah, karena tidak ada junnah /pelindung yang mampu menjaganya, yakni Khilafah.
Saat ini umat Islam benar-benar dalam cengkraman pejajah kafir. Sebagaimana yang sudah dikabarkan oleh Rasulullah SAW dengan sabda-nya, “Nyaris orang-orang kafir menyerbu dan membinasakan kalian, seperti halnya orang-orang yang menyerbu makanan di atas piring.” Seseorang berkata, “Apakah karena sedikitnya kami waktu itu?” Beliau bersabda, “Bahkan kalian waktu itu banyak sekali, tetapi kamu seperti buih di atas air. Dan Allah mencabut rasa takut musuh-musuhmu terhadap kalian serta menjangkitkan di dalam hatimu penyakit wahn.” Seseorang bertanya, “Apakah wahn itu?” Beliau menjawab, “Cinta dunia dan takut mati.” (HR. Ahmad, Al-Baihaqi, Abu Dawud)
Umat Islam kini ibarat buih. Banyak tapi tak ada arti apa-apa. Keberadaanya seperti tak ada wujudnya. Umat Islam tak lebih seperti hidangan yang diserbu oleh musuh dari arah manapun tanpa perlawanan, bahkan mengikuti secara sukarela arahan penjajah.
Maka saat ini butuh dakwah pemikiran yang mampu memahamkan umat, mencerdaskan umat dan mengembalikan umat Islam sebagaimana posisinya yaitu umat terbaik yang disebutkan Allah SWT di dalam Surat Ali Imran ayat 110.
Disinilah peran strategis santri harus terwujud. Dengan bekal tsaqafah Islam yang dimilikinya, santri bertanggung jawab secara keilmuan untuk mendakwahkan Islam kafah ke tengah umat. Jika yang berdakwah adalah para santri yang memiliki bekal penguasaan terhadap turats warisan para ulama, umat akan lebih mudah mendapatkan pemahaman tentang syariah kaffah.
Penguasaan tsaqafah juga akan menjadi bekal para santri untuk berdakwah terhadap orang yang belum paham, juga berhujjah terhadap para pembenci Islam. Karena Islam itu tinggi dan mulia, ajarannya membawa kebaikan dan kemuliaan. Maka santri dengan ke-ilmuannya akan menguliti kesalahan kapitalisme, liberalisme,dan paham rusak lainnya. Sehingga umat mampu melihat kemuliaan Islam dan keunggulannya. Umat pun mampu melihat dengan jelas kerusakan kapitalisme ajaran penjajah Barat. Dengan demikian umat menginginkan untuk meninggalkannya.
Peran strategis santri dalam dakwah dibutuhkan umat. Dakwah akan membukakan pikiran mereka sehingga mendukung penerapan Islam kaffah. Penerapan Islam kaffah inilah solusi yang umat butuhkan untuk menghapuskan berbagai kerusakan yang terjadi.
Inilah peran santri yang sesungguhnya, yaitu menerjunkan mereka ke dalam dakwah Islam kaffah. Dengan mengambil peran dakwah ini, para santri akan menjadi generasi terbaik dan berkontribusi dalam penerapan syariah kaffah dalam naungan Khilafah. Wallahu a'lam