Oleh: Tri Setiawati, S.Si
Banjir cukup parah terjadi di 5 kecamatan di Blitar. Hingga Senin sore sebanyak 465 orang warga terpaksa mengungsi akibat banjir dengan ketinggian antara 20 cm hingga 1 meter. Data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jatim hingga Senin pukul 15.30 WIB menunjukkan bahwa ada sebanyak 13 titik terdampak banjir yang tersebar di 5 Kecamatan di Kabupaten Blitar. Total sebanyak 1.180 KK terdampak yang sebagiannya telah diungsikan dari rumahnya. Tidak hanya itu, banjir berdampak pada 1.179 unit rumah dan sebuah musala, serta jalan di Kecamatan Sutojayan yang sempat tidak bisa dilalui kendaraan. Lainnya, ada 15 sekolah di wilayah terdampak banjir memaksa siswa belajar secara daring. Data itu masih bisa bertambah apalagi hujan masih terus mengguyur wilayah Blitar. Pemkab Blitar telah mendirikan 12 posko pengungsian di wilayah yang terdampak paling parah, yakni di Kecamatan Sutojayan. Selain itu sudah ada dapur umum yang didirikan di Gedung Serbaguna, Kelurahan Sutojayan, serta pos kesehatan yang diletakkan di Kantor Kelurahan Sutojayan.
Banjir besar yang melanda Blitar, terutama di kawasan Sutojayan tidak disangka-sangka oleh penduduknya. Agus Widodo (45) salah satu Kelurahan/Kecamatan Sutojayan salah satunya. Dia tak menyangka banjir kali ini benar-benar parah. Agus mengaku panik saat air terus meninggi. Sudah lama wilayah Kecamatan Sutojayan tak pernah banjir melebihi paha orang dewasa. Namun, selepas Subuh tadi, banjir terus meninggi hingga lebih dari 1 meter (detikJatim, 17/10/2022).
Banjir bukanlah hal yang kebetulan. Segala yang terjadi di dunia ini pasti ada sebabnya, disamping kita menyadari bahwa segala apa yang terjadi Allah telah mengetahui dan berkehendak atasnya. Namun fokus pembahasannya bukan kepada wilayah Allah yang tidak bisa kita jangkau, melainkan pembahasan tentang sebab asal banjir yang berdampak sangat signifikan bagi kehidupan masyarakat.
Sudah menjadi rahasia umum, banjir disebabkan oleh ulah tangan-tangan manusia yang tidak bertanggungjawab. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut:
Pertama, sedikitnya area resapan air. Hal ini disebabkan adanya penebangan pohon liar, pembukaan lahan serta pembangunan yang tidak memperhatikan aspek lingkungan membuat daerah resapan berkurang. Tiada lagi akar-akar pohon yang mampu menyerap air hujan yang turun, sehingga air dapat meresap dan tertahan di dalam tanah. Sayangnya kini, air hanya melewati permukaan tanah beserta membawa lumpur yang tak jarang akan menimbulkan longsor. Bahkan di beberapa kasus, terjadi banjir kiriman dari daerah lain.
Kedua, tata kelola kota yang mendukung bisnis namun kurang maksimal dalam memperhatikan aspek lingkungan, Semua didasarkan pada untung atau rugi dilihat dari sisi materi. Pembangunan kota yang semakin maju dengan gedung-gedung yang sangat tinggi belum diimbangi dengan saluran air dan daerah resapan yang memenuhi. Akibatnya air mudah meluap dan akhirnya banjir terjadi. Siapa yang menjadi korban? Apakah orang yang berkantong tebal pemilik usaha usaha di kota yang serba modern? Tentu bukan. Semua masyarakat akan menjadi korban atas keuntungan yang dinikmati hanya segelintir orang.
Ketiga, kesadaran masyarakat untuk mencintai lingkungan dengan tidak merusak alam dengan sampah-sampahnya. Mengapa terjadi demikian? Perasaan peduli dan merasa memilki belum tertancap benar di benak masyarakat. Perasaan, “yang penting aku begini, yang penting aku begitu” membuat masyarakat hidup dengan dunianya masing-masing. Kehilangan aspek kepedulian yang di zaman dahulu masih terlihat erat.
Selain beberapa sebab itu, perlu diketahui bahwa setiap musibah yang terjadi adalah bentuk peringatan dari Sang Pemilik hidup. Dialah Allah SWT. Oleh karenanya sudah saatnya negeri ini bangkit, melawan banjir. Bukan hanya dengan doa, melainkan dengan aksi nyata.
Sebagaimana Allah berfirman dalam Surah Ar Ra’du ayat 11:
“..Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan mereka sendiri..”
Maka aksi nyata yang harus dilakukan ialah, Pertama, satukan persepsi antara pemerintah hingga masyarakat untuk bersatu, berkomitmen menanggulangi serta mencegah terjadinya banjir. Jika komitmen itu benar benar terealisir dan pemerintah beserta masyarakat sejalan, maka banjir dapat teratasi.
Kedua, setalah berkomitmen, barulah melakukan aksi sesuai dengan kapasitasnya masing masing. Misalnya pemerintah menetapkan kebijakan tegas bagi para pengusaha nakal yang hanya mengejar untung dengan mengorbankan rakyat banyak dengan merusak lingkungan. Karena sejatinya kekayaan alam termasuk hak masyarakat secara umum, kepemilikan umum, tidak boleh dimiliki pribadi. Bisa dengan mengawasi pembangunan kota yang tidak memenuhi syarat lingkungan. Di level masyarakat, mereka peduli antar satu sama lain, menegur jika ada yang berbuat menyimpang yang merusak alam.[]
Terakhir dan yang paling penting adalah bertaubat dari segala dosa yang pernah dilakukan. Dosa dosa akibat tak terlaksananya syariat di bumi Allah ini, menjadi kesalahan yang sangat besar yang harus segera disadari dan ditaubati. Dengan apa taubatnya? Menerapkan syariah secara kaffah. Hidup menjadi penuh rahmat. Karena Islam rahmatan lil Alamin.