Oleh : Triani Agustina
Maraknya kasus KDRT tentu semua orang sepakat, jika KDRT adalah tindakan yang tidak benarkan. Dilihat dari sisi kemanusiaan dinilai tidak manusiawi, bahkan dari agama Islam tentu bukanlah sikap yang dicontohkan Nabi. Jadi, memang selayaknya setiap orang yang mengetahui tindakan itu perlu speak up. Namun, hanya speak up tentu tidak cukup. Selama faktor penyebab KDRT masih ada, KDRT tetap terpelihara.
Ironisnya, kondisi ini semakin tumbuh subur ditengah-tengah masyarakat. Problematika KDRT seakan-akan telah menjadi perkara umum selain kecelakaan dan kelaparan, tanpa mencari solusi paten selain melapor dan sosialisasi. Lantas bagamana jika si korban menganggap KDRT adalah aib yang harus ditutupi? Tentu tetap akan menambah deretan kasus KDRT dan tidak pernah timbul efek jera si pelaku dan menjadi lebih berani melakukan tindak kekerasan.
Senada dengan apa telah diberitakan oleh Surya.co.id bahwa Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) tanpa disadari sering terjadi di sekitar kita, namun korban tidak berani bercerita bahkan melapor ke polisi. "Untuk yang mengetahui di sekitarnya ataupun mengalami tindak kekerasan ini sebaiknya harus lebih berani mengungkapkan, berani melaporkan," pesan Ketua Tim Penggerak PKK Kabupaten Kediri Eriani Annisa Hanindhito. Pesan itu telah disampaikan Mbak Cicha, panggilan akrabnya dalam sosialisasi pencegahan KDRT bagi kader PKK se-Kabupaten Kediri yang diadakan secara daring maupun luring, Kamis (20/10/2022).
Beliau menyampaikan, KDRT dimaknai sebagai kekerasan terhadap perempuan oleh anggota keluarga yang memiliki hubungan darah atau yang bekerja dan menetap di dalam rumah tangga. Namun tidak menutup kemungkinan KDRT juga dapat dilakukan perempuan terhadap anggota keluarganya. Sebab terkadang kekerasan dianggap mampu menyelesaikan tekanan batin seseorang. Padahal sama sekali tidak, kekerasan malah justeru akan menimbulkan permasalahan baru yang tidak kunjung selesai.
Ada banyak jenis KDRT, seperti kekerasan fisik, kekerasan seksual, penelantaran maupun kekerasan psikis seperti berucap kasar, termasuk membanding-bandingkan. Mbak Cicha pun membeberkan berdasarkan data kepolisian, sepanjang tahun 2022 Polres Kediri telah melaporkan terjadi 18 kasus KDRT. Sedangkan Polres Kediri Kota melaporkan telah terjadi 6 kasus KDRT di wilayah Kabupaten Kediri. Menurutnya angka tersebut jumlahnya mungkin lebih besar lagi, pasti banyak sekali perempuan perempuan yang tidak berani mengungkapkan yang terjadi pada dirinya karena mereka takut nanti setelah kejadian akan gimana lagi.
Ketakutan untuk tidak mengungkapkan tindak kekerasan yang dialami dan melaporkannya ke kepolisian itu bukanlah tanpa alasan. Salah satunya karena ketakutan yang akan terjadi mengenai nasib si korban kedepannya, lantaran mereka terlalu menggantungkan pada pasangannya. Mbak Cicha melihat kekerasan yang disebabkan karena perilaku tidak mampu mengendalikan diri serta memiliki dorongan kekecewaan yang mendorong untuk melampiaskan kepada orang yang lebih lemah.
Untuk itu sangat diperlukan jiwa yang benar-benar matang dalam membina rumah tangga. Jiwa yang matang itu diantaranya; kematangan dalam berfikir, emosional sehingga mampu memunculkan manusia yang lebih berkarakter dengan kematangan mental serta bermartabat secara moral.
Sementara itu, Neni Sulistyaningrum dari Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Kediri Kota yang menjadi salah satu pemateri menerangkan, UU RI Nomor 23/2004 tentang penghapusan KDRT merupakan jaminan yang diberikan oleh negara untuk mencegah terjadinya KDRT, menindak pelaku dan melindungi korban. Adapun yang dimaksud pelindung dalam UU itu adalah segala upaya yang ditujukan untuk memberikan rasa aman kepada korban yang dilakukan oleh pihak keluarga, advokat, lembaga sosial, kepolisian, kejaksaan, pengadilan atau pihak lain baik sementara maupun berdasar penetapan pengadilan. Namun apabila hanya mengandalkan hukum buatan manusia yang jelas lemah dan terbatas, tentu tidak akan menyelesaikan problematika KDRT ini.
Sehingga jika diamati lebih lanjut, mayoritas faktor penyebab KDRT adalah persoalan ekonomi dan perselingkuhan. Terlebih jika pasutri tidak paham ilmu rumah tangga, juga akan menambah beban berat keluarga. Keduanya bisa saja temperamental hingga terpengaruh bisikan setan atau pelampiasan emosi sesaat. Selain itu juga terdapat pengaruh lingkungan, sistem kehidupan yang campur baur dan bebas memberi ruang bagi perselingkuhan.
Penyesaiannya harus dengan menggunakan hukum Islam dalam menyelesaikan masalah keluarga.
KDRT memang merupakan nasib mengenaskan sehingga harus banyak bersabar untuk menghadapinya, begitu pula aib yang harus dilaporkan pada pihak berwajib seperti keluarga atau kerabat atau kelurahan bahkan kepolisian setempat namun tidak boleh sampai disebarluaskan keranah publik. Tidak hanya itu, semestinya juga dibutuhkan dukungan negara yang menerapkan aturan Islam agar seluruh elemen saling mendukung dan bisa berjalan sesuai fungsinya. Inilah sistem Islam yang komprehensif. Melindungi kesejahteraan masyarakat secara luas.