Utang Melangit, Investasi Produktif Bikin Untung atau Buntung?



Oleh: Sri Eni Purnama Dewi, S.Pd.Si


Sangat fantastis, utang Indonesia tembus hingga ribuan triliun. Pembangunan baik jalan tol, kereta cepat dan lainnya kian mendongkrak jumlah utang Indonesia. Perekonomian Indonesia belum membaik pasca pandemi, namun pembangunan berdalih investasi produktif seolah tak mempedulikan hal tersebut. 


Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan mengakui utang Indonesia mencapai Rp 7.000 triliun. Meskipun begitu, Luhut menegaskan utang tersebut merupakan utang produktif. Menurutnya Indonesia salah satu negara dengan utang terkecil di dunia sekitar 40 persen dari PDB dan sangat yakin utang tersebut dapat dibayar dengan proyek bagus serta berkualitas salah satunya jalan Tol (Republika.co.id, 08/08/2022) 


Utang Melangit Merupakan Masalah Bangsa


Benarkah utang Luar Negeri yang meningkat tidak menjadi masalah bangsa? Bahkan pemerintah beranggapan bahwa utang tersebut merupakan prestasi besar, karena investasi proyek strategis yang akan balik modal dan untung. 


Meningkatnya utang pemerintah dari sisi ekonomi tentu dapat berdampak negatif. Dampak termaksud adalah meningkatnya pembayaran cicilan utang pokok dan kenaikan pembayaran bunga utang yang ujungnya dapat menghambat pertumbuhan ekonomi. Pembangunan infrastruktur berupa jalan tol, bandara, atau kereta api cepat boleh jadi mengalami perkembangan pesat. Namun, akibat ambisi tersebut, utang Indonesia membengkak, beban APBN kian berat, dan ada beberapa proyek mubazir.


Sejatinya utang merupakan skema kapitalisme global dalam menjerat negara lain agar terus bergantung pada negara pemberi utang. Dapat dikatakan utang merupakan skenario penjajahan secara halus menggantikan penjajahan fisik. Tentunya dengan cara negara pemberi utang dapat mendikte kebijakan politik dan ekonomi negara lain. 


Dalam buku Politik Ekonomi Islam, Abdurrahman Al Maliki mengatakan pembiayaan proyek negara dari utang luar negeri membahayakan eksistensi negara tersebut. Oleh karena itu umat harus sadar, utang melangit dengan dalih investasi produktif merupakan jebakan kapitalisme yang dapat merampas rasa aman, mencengkram negeri dengan pemikiran kufur dan dapat mengancam kedaulatan negara. 


Masyarakat seharusnya tidak merasa aman dengan utang Indonesia yang melangit untuk investasi produktif. Karena pembangunan fisik jor-joran berbasis utang sangat membahayakan, bukannya untung malah jadi buntung. Oleh karena itu wajib mencari solusi agar keluar dari masalah besar ini. 


Pembangunan Dalam Islam


Dalam sistem Islam, negara wajib menyediakan infrastruktur bagi rakyat guna memenuhi serta mencukupi kebutuhan rakyat. Pembangunan tersebut berupa jalan, sekolah, rumah sakit dan fasilitas umum lainnya. Tentu dalam pembangunan memerlukan biaya yang cukup besar. Namun Islam telah mengatur sumber pendapatan negara yang dapat dijadikan tumpuan dalam pembangunan infrastruktur. 


Baitul mal merupakan kunci utama pembiayaan dalam pembangunan yang pendapatannya berasal dari harta milik negara dan umum. Syaikh Taqiyyuddin An Nabhani dalam kitabnya An Nizham Al Iqtishadi fi Al Islam (1990) telah menjelaskan sumber-sumber pemasukan bagi Baitul Mal dan kaidah-kaidah pengelolaan hartanya. Sumber-sumber tetap bagi Baitul Mal menurutnya adalah: fai', ghanimah/anfal, kharaj, jizyah, pemasukan dari harta milik umum, pemasukan dari harta milik negara, usyuur, khumus dari rikaz, tambang, serta harta zakat.


Hanya saja, harta zakat diletakkan pada kas khusus Baitul Mal, dan tidak diberikan selain untuk delapan ashnaf (kelompok) yang telah disebutkan di dalam Al Qur'an. Tidak sedikit pun dari harta zakat tersebut boleh diberikan kepada selain delapan ashnaf tersebut, baik untuk urusan negara, maupun urusan umat.


Pada masa Khalifah Umar bin Abdulaziz, Khilafah menjadi contoh gemilang pembangunan infrastruktur. Perkembangan ekonomi yang semakin maju diimbangi dengan pembangunan fasilitas umum yang hebat. Para sejarahwan tidak pernah sekalipun menemukan proyek-proyek ambisius pada zamannya itu yang didanai di atas tumpukan utang negara. Semua berdasarkan optimalisasi anggaran pemasukan negara yang dipergunakan dengan sangat baik dan menjalankan fungsinya sebagai fasilitator pelayanan publik.


Islam mengharamkan pembangunan infrastruktur dari utang luar negeri karena dapat dijadikan alat penjajahan negara kafir terhadap negara Islam. Apalagi jelas ada unsur riba di dalam utang tersebut. Perbuatan riba merupakan dosa besar yang akan mendapat laknat Allah SWT dan Rasulullah SAW. Sebagaimana firman Allah yang artinya: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan. Peliharalah dirimu dari api neraka, yang disediakan untuk orang-orang yang kafir." (Qs. Ali Imron [3]: 130).


Jika saja negeri ini dapat terbebas dari jeratan ekonomi kapitalis dan membuang jauh praktik pembiayaan pembangunan berbasis utang, tentu akan terbebas dari setiran asing yang menzalimi umat dan negara akan semakin berdaulat. Hal ini tentu hanya bisa dilakukan  dengan menerapkan sistem Islam secara kaffah dalam naungan Daulah Islamiyah.[]

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم