Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
Institut Literasi dan Peradaban
Dilansir dari Suara Sumut.id, 18 September 2022, Kamaruddin Simanjutak, pengacara Brigadir J meminta maaf kepada publik, dikarenakan kasus kliennya belum bisa tuntas meski telah berusaha maksimal. “Saya betul-betul minta maaf, saya sudah berjuang dengan mengorbankan segalanya, baik pikiran materi maupun waktu. Saya membiayai semua ini, tetapi bukan bermaksud mengungkit-ungkit itu,” kata Kamarudin.
Kamaruddin mengaku sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Ayah Brigadir J, Samuel juga telah lelah untuk menuntaskan kasus ini. “Saya juga memohon maaf atas nama keluarga karena Pak Samuel, sebagai orang tua daripada almarhum sudah menyatakan sudah selesai bahwa anak saya tidak bisa kembali,” katanya.
Publik memang dibuat terus bertanya-tanya, sampai kapan polisi selesai mengusut masalah pembunuhan polisi oleh polisi yang makin mencoreng lumpur hitam bagi lembaga kepolisian.
Tepatnya dari awal Juli hingga memasuki bulan September ini belum juga menemukan titik terang. Selambat itukah kinerja kepolisian kita? Tiba-tiba perhatian publik mulai teralihkan dengan adanya Bjorka yang terus menyerang pemerintah. Berawal dari kebocoran data. Dari data pribadi masyarakat, buzerp hingga kepresidenan. Dari kasus KM 50 hingga pembunuhan aktifis sosial Munir yang sudah beku bertahun-tahun lamanya.
Dan, pemerintah responsif menanggapi serangan Bjorka yang membobolkan data pribadi para pejabat negara. Dengan menggandeng Mabes Polri, pemerintah langsung memburu Bjorka. Aksi responsif ini membuat publik merasa ada modus lain pengalihan isu dari kasus Ferdy Sambo.
Terbaru pemerintah melakukan serangan balik dengan menetapkan pemuda Madiun sebagai tersangka. Pemuda berinisial MAH itu diduga menjadi anak buah Bjorka yang mengoperasikan Telegram Bjorkanism.
Sosiolog Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Syaifuddin mengingatkan publik agar tidak teralihkan fokus dari kasus besar seperti pembunuhan Brigadir J oleh Ferdy Sambo. Syaifuddin menyebut bahwa aksi Bjorka berhasil membuat lalu lintas perbincangan publik menjadi riuh, dari ruang istana, ruang universitas, hingga ruang warung kopi, ia juga berharap agar masyarakat jangan sampai larut dalam perkembangan aksi hacker Bjorka hingga luput melakukan pengawasan kepada perkembangan kasus Ferdy Sambo yang masih belum juga selesai.
Keadilan Milik Siapa?
Pemerintah memang harus menjelaskan secara transparan setiap langkah penyelesaian kasus di negeri ini, tak hanya kasus Sambo, namun banyak hal yang terkesan ya settingan hanya untuk mengalihkan perhatian umat. Kita masih ingat bagaimana UU Omnibuslaw disahkan, kenaikan harga BBM diumumkan dan masih banyak lagi.
Banyak kasus korupsi yang menyisakan tanya, berikut hilangnya para aktifis sosial. Keadilan milik siapa? Inilah wajah demokrasi sesungguhnya. Bermuka dua atau standar ganda. Banyak tokoh dan pemangku kebijakan peduli hanya saat kampanye dirinya atau partainya saat maju pemilu. Rakyat digandeng, pengusaha ditenteng (dirangkai=Jawa), ulama pun di sapa. Memang tak ada lawan atau kawan sejati dalam demokrasi kecuali kepentingan.
Rakyat bukanlah fokus, dan hal demikian berlangsung setiap lima tahun sekali atau saat pemilihan pemimpin baik pusat maupun daerah. Di saat kegagalan periode sebelumnya tampak di depan mata, calon pemimpin baru mengatakan akan ada perubahan, namun kabur. Bagaimana cara mereka untuk maju menuju perubahan? Mereka sendiri tak paham, kecuali melanjutkan kebijakan pemimpin sebelumnya.
Kunci Keadilan: Pemimpin yang bertakwa dan Sistem Shahih
Rasulullah bersabda,”Sesungguhnya kepemimpinan merupakan sebuah amanah, di mana kelak di hari kiamat akan mengakibatkan kerugian dan penyesalan. Kecuali mereka yang melaksanakannya dengan cara baik, serta dapat menjalankan amanahnya sebagai pemimpin.” (HR. Muslim). Dan cara baik, sebagai Muslim tentunya apa yang diperintahkan dan dilarang Allah SWT. Maka, sebagai pemimpin ia akan sangat takut ketika ada satu syariat yang belum diterapkan sehingga rakyat yang berada dibawah pimpinannya sengsara.
Sistem Islam akan melahirkan sosok pemimpin yang bertakwa, sebab ia sadar, setiap kebijakan yang ia tetapkan akan dimintai pertanggungjawaban. Saat ini, setiap sosok pemimpin yang diusung sekalipun membawa Islam ,namun Islam dalam bentuk umum yang masih dimodifikasi dengan demokrasi. Bak minyak dan air tidak akan bersatu. Sebab apa yang diharamkan dalam Islam dihalalkan dalam demokrasi.
Unsur keadilan bergantung pada siapa yang berkepentingan, kasus Sambo, seharusnya menjadi bukti yang mampu membuka mata dan hati, lamanya proses membuat sanksi dan hukum tidak bisa segera dijatuhkan, padahal setiap tindak kriminal harus segera diusut agar bisa disegerakan sanksi dan hukumnya. Sebab hukum dan sanksi dalam Islam bersifat zawajir (pencegahan) dan jawabir (penebus dosa).
Masyarakat tidak terzalimi karena haknya untuk merasa aman dan sejahtera terenggut. Sebab jaminan keamanan dari negara bisa nyata dirasakan. Sebagai Muslim, tentulah menjadi wajib untuk mencabut sistem hari ini hingga ke akarnya dan mengganti dengan syariat. “Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (QS.Al Maidah :50). Wallahu a’lam bish showab.[]