PMK Tanggung Jawab Siapa?

 


Oleh : Sherly Dewi Arridha


Penyakit yang disebabkan virus tipe A dari keluarga Picornaviridae tersebut awalnya dilaporkan muncul di Gresik, Jawa Timur, pada 28 April 2022 dan kemudian menyebar ke wilayah lain, termasuk Sidoarjo yang berada 40 kilometer di sebelah selatannya. Pada 1 Mei 2022, PMK dilaporkan menjangkiti 595 sapi potong serta sapi perah dan kerbau di 11 kecamatan di wilayah Sidoarjo.


Penyakit mulut dan kuku adalah penyakit hewan yang cepat menular  serta menyerang hewan berkuku belah (cloven hoop), seperti sapi, kerbau, domba, kambing, babi, rusa/kijang, onta dan gajah. Lantas, apa itu penyakit mulut dan kuku yang mewabah di Indonesia? 


Penyakit PMK disebabkan oleh virus Foot and Mouth Disease (FMDV) yang masuk dalam famili Picornaviridae dan genus Aphtovirus. Indonesia pernah menjadi negara tertular PMK (Ronohardjo et al. 1984), dan penyakit ini pertama kali dilaporkan pada pada tahun 1887 di Malang, yang kemudian menyebar ke berbagai wilayah Indonesia, seperti pulau Jawa, Bali, Nusa Tenggara Timur, Sumatra, Sulawesi dan Kalimantan.


Namun pada tahun 1990, Indonesia berhasil dibebaskan kembali dari PMK yang status bebasnya dinyatakan dinyatakan dalam Resolusi OIE no XI tahun 1990 (Ditkeswan 2014). Pada tahun 2013 pemerintah Indonesia menetapkan bahwa PMK merupakan penyakit hewan menular strategis (PHMS) yang harus diwaspadai dan dicegah (Menteri Pertanian 2013). Sampai saat ini Indonesia masih dinyatakan bebas dari PMK dan tanpa program vaksinasi yang diputuskan dengan Resolusi OIE no XV tahun 2019 (OIE 2019c).


Nampaknya tahun 2022 Indonesia tidak lagi bebas PMK dengan munculnya kembali PMK di Jawa Timur yang dikonfirmasi oleh PUSVETMA pada tanggal 5 Mei 2022. Kebijakan membuka keran impor daging kerbau dari India yang mulai diterapkan pada 2016 sebenarnya mendapat tentangan dari ahli peternakan karena dinilai bisa menjadi pemicu wabah PMK, tetapi kebijakan itu tetap diterapkan untuk menyediakan protein hewani yang murah. Selain itu, ada yang menduga masuknya daging selundupan dari India yang harganya separuh dari harga daging di Indonesia sebagai penyebab masuknya PMK ke wilayah Indonesia. Berdasarkan data Kementan, jumlah sapi yang sakit mencapai 113.584 ekor. Jika dikalikan dengan tafsiran biaya kerugian sebesar Rp 500 ribu per ekor, maka kerugian mencapai Rp 59,79 miliar.


Meskipun telah sembuh, sapi yang dijual akan turun nilainya karena kurang produktif. Potensi kerugian dari sapi tersebut mencapai Rp 4 juta per ekor. Dengan demikian, jika dikali dengan jumlah sapi sembuh sebesar 43.583 ekor, maka potensi kerugian masyarakat mencapai Rp 174,33 miliar. 


Solusi Islam terhadap wabah PMK


Begitu sempit kehidupan disistem kapitalis. Belum rakyat keluar dari pandemi Covid  19, ekonomi yang nyungsep, harga meroket, kini rakyat dihadapi dengan wabah PMK. Siapa yang bertanggung jawab atas hal ini? Semua otoritas diam tak ambil pusing. Akhirnya rakyatlah yang harus menanggung beban atas semua ini.


Padahal kesehatan merupakan hak mendasar bagi setiap warga negara. Begitupun kesehatan hewan khususnya hewan ternak, karena kesehatan hewan ternak akan saling terkait dengan kesehatan masyarakat.


Jika kapitalisme terbukti tidak mampu menjamin kesehatan, baik manusia ataupun hewan maka lain halnya dengan Islam. Islam sebagai agama sempurna dan paripurna mempunyai mekanisme yang tangguh terkait masalah ini.


Dalam Islam, negara wajib senantiasa mengalokasikan anggaran belanjanya untuk pemenuhan kebutuhan kesehatan bagi rakyat khususnya, begitupula dengan makhluk hidup lainnya seperti hewan ataupun tumbuhan.


Kaitannya dengan kesehatan rakyat maka negara tidak boleh melalaikan kewajibannya tersebut. Negara tidak boleh mengalihkan tanggung jawab tersebut kepada pihak lain, baik kepada pihak swasta maupun kepada rakyatnya sendiri. Jika hal itu terjadi, maka pemerintah akan berdosa dan akan dimintai pertanggungjawaban secara langsung oleh Allah SWT. Hal tersebut sesuai dengan sabda Rasulullah SAW:


فَاْلأَمِيْرُ الَّذِيْ عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ


Pemimpin yang mengatur urusan manusia (Imam/Khalifah) adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus (HR al-Bukhari dan Muslim).


Hanya khilafah yang mampu mewujudkan itu semua, pemimpin yang adil yang mampu melindungi dan mensejahterakan masyarakat.[]


*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم