Oleh: Tri Setiawati, S.Si
Puluhan pasangan di bawah umur di Kabupaten Blitar, mengajukan dispensasi nikah. Pengajuan dispensasi nikah kepada Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPKBP3A) Kabupaten Blitar, tersebut untuk melengkapi persyaratan nikah di Pengadilan Agama (PA), karena masih berstatus di bawah umur. Kepala Bidang Perlindungan Perempuan dan Anak DPPKBP3A Kabupaten Blitar, Lyes Setyaningrum, mengatakan ada sekitar 34 pasangan di bawah umur yang mengajukan dispensasi nikah. “Menginjak awal Juni ini, ada sekitar 34 pasangan. Mayoritas, mereka masih berusia 16 tahun ke bawah,” kata Lyes Setyaningrum, Kamis (16/06/2022) tadi. Lebih lanjut Lyes menjelaskan, rata-rata alasan pengajuan dispensasi nikah adalah karena hamil terlebih dahulu. Keputusan untuk memberikan dispensasi nikah, tentu berdasarkan assesmen terhadap orang tua pasangan. “Kalau dari pengalaman, penyebab hamil ada beberapa faktor. Diantaranya, karena putus sekolah hingga pergaulan bebas. Selain itu, ada juga karena kurangnya perhatian atau pengawasan orang tua akibat broken home,” jelasnya. Lyes menambahkan, pihaknya menerima pengajuan dispensasi nikah dari pasangan yang berusia di bawah 16 tahun. “Padahal usia anak atau di bawah umur sampai 19 tahun. Nah, Ini yang perlu dikoordinasikan bagaimana untuk usia 17-19 tahun itu kemana. Apakah langsung ke Pengadilan Agama atau bagaimana. Kita akan membahasnya,” jelasnya. (memontum.com, 16 Juni 2022).
Maraknya pernikahan dini akibat kehamilan diluar nikah merupakan fenomena gunung es. Kehamilan di luar nikah di kalangan remaja begitu marak lantaran free sex telah menjadi gaya hidup. Mereka seakan biasa jika harus menempuh jalur nikah dini atau aborsi sebagai akibat kesalahan perbuatan sebelumnya. Pilihan menikah dini karena terpaksa menutupi kehamilan tidaklah menyenangkan, apalagi memunculkan banyak masalah dikemudian hari. Untuk itu, agar tidak terjadi pernikahan dini dan aborsi, kehamilan di luar nikah harus dicegah. Kehidupan serba bebas yang memicunya juga harus dijauhi. Penaung kebebasan termasuk yang membolehkan free sex yakni sistem kehidupan kapitalisme sekular liberal yang menjadi akar masalahnya pun harus dicabut. Sebab sekularisme dengan konsep menjauhkan agama dari kehidupan telah sukses membuat remaja biasa hidup tanpa mengindahkan aturan Allah SWT.
Persoalan yang lebih urgen bukanlah pembatasan usia perkawinan karena alasan masih dalam kategori anak, dan termasuk kekerasan terhadap anak, namun pembatasan ini semakin menimbulkan kerusakan kepada generasi yang semakin membiarkan penyaluran naluri seksual dengan cara menyimpang seperti pacaran dan seks bebas. Gempuran budaya seks bebas dan tontonan yang mengumbar aurat dan syahwat senantiasa bergeliat di layar kaca dan di media sosial, abainya negara terhadap perlindungan terhadap generasi terhadap budaya Barat semakin memperparah kerusakan generasi. Maka generasi membutuhkan benteng yang kuat (yaitu Iman) untuk menghindari godaan-godaan yang selalu menghampiri.
Islam tidak menghalangi generasi untuk terus menuntut ilmu dan berkarya namun disisi lain kemaksiatan akan terus terjadi jika tidak ada benteng terakhir untuk mengakhiri kemaksiatan tersebut kecuali dengan menikah. Tentu banyak hal yang harus disiapkan bukan sekedar menikah untuk menghindari kemaksiatan. Karena pernikahan adalah salah satu bentuk ibadah dimana seorang lelaki dan juga perempuan melakukan akad yang bertujuan untuk mendapatkan kehidupan sakinah [tenang dan damai], mawaddah [saling mencintai dengan penuh kasih sayang] dan warahmah [kehidupan yang dirahmati Allah SWT], sehingga membutuhkan kesiapan dalam pernikahan. Seperti kesiapan Ilmu, kesiapan materi dan kesiapan fisik.
Maka sudah seharusnya penguasa menyelesaikan persoalan dan yang lebih urgen yaitu serangan budaya Barat dan pergaulan bebas dibandingkan mempersoalkan pembatasan usia pernikahan.
Islam mengatur pergaulan antara laki-laki dan perempuan seperti melarang mendekati zina, larangan khalwat dan ikhtilat. Pencegahan kehamilan di luar nikah dengan ngaji dan pemberlakuan aturan Islam membutuhkan dukungan semua pihak. Selain generasi mudanya dibina, keluarga perlu memantau pergaulan anak-anaknya. Masyarakat juga harus peduli agar paparan free sex tak mewabah di lingkungan. Dan yang terpenting negara harus ambil peran. Sebab dengan regulasi dari negara, segala rangsangan pemicu free sex bisa diblokir. Termasuk pemerintah wajib memberi kemudahan menikah dan menyiapkan kematangan anak agar siap menikah. Karena pernikahan merupakan bagian dari ajaran Islam yang mulia. Dengan kekuasaan negara pula sekularisme-liberalisme bisa digantikan oleh Islam. Sinergi antara ngaji dan kompaknya semua elemen inilah yang akan menjadi kunci sukses melepaskan generasi dari belenggu liberalisasi. Itu semua hanya bisa diterapkan dalam khilafah ala minhajin nubuwah.[]