Oleh: Susi Firdausa
Pegiat Literasi Kota Malang
Kabupaten Malang kembali dihebohkan dengan adanya penangkapan jaringan narkoba yang terjadi di kecamatan Kepanjen dan kecamatan Lawang. Sebagaimana dilansir dari Surya Malang, polsek Kepanjen menangkap pria berinisial AS (19) yang diduga mengedarkan sabu-sabu. Kapolsek Kepanjen, Kompol Sri Widyaningsih mengatakan tersangka ditangkap di rumahnya di Desa Pakisaji, Kecamatan Kepanjen.
Selain itu di kecamatan Lawang, juga ada penangkapan dua orang pemakai narkoba yang tidak berkutik saat ditangkap oleh anggota Polsek Lawang. Keduanya pelaku berinisial ABS (30) dan RS (29). Kedua pemakai narkoba ini ditangkap saat polisi melakukan penggerebekan rumah kontrakan di Dusun Meling, Jalan dr Wahidin, Desa Bedali, Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang, Jumat (3/6/2022) sekitar pukul 22.00 WIB. (www.Surya Malang, 05 Juni 2022).
Ini hanya sebagian dari fakta kasus barang haram di negeri ini. Masih banyak kasus-kasus serupa yang terjadi di berbagai wilayah baik di Malang bahkan Indonesia. Pelakunya tidak hanya, rakyat biasa, tapi bisa selebriti hingga pejabat negara. Pertanyaannya, mengapa sejak dulu kasus-kasus seperti ini tidak kunjung berakhir selesai? Ditangkap satu bermunculan lagi seribu.
Dalam UU No. 35 Tahun 2009 tentang narkotika, dijelaskan bahwa narkotika digolongkan menjadi 3 jenis. Pertama, jenis narkotika yang secara umum dikenal masyarakat dengan ganja, sabu-sabu, kokain, opium, heroin dan sebagainya. Kedua, jenis narkotika yang dikenal dengan morfin, pertidin dan sebagainya. Ketiga, jenis narkotika yang dikenal dengan kodein dan sebagainya. Sanksi yang diberikan kepada pengedar/penjual, pemakai, penyalah guna, pemilik dan pecandu bisa berupa penjara, denda, rehabilitasi, hingga hukuman mati. Satu hal yang lebih penting dari semua itu, UU ini tidak menyentuh produsen/pengusaha yang memproduksi barang haram ini beserta gembong dan bandar besarnya.
Penjara-penjara atau pusat rehabilitasi hanya dipenuhi oleh penyalah guna dan pecandu. Di dalamnya juga terdapat pasal (127) yang dapat dijadikan ruang “transaksional” dari oknum penegak hukum yang sering dikenakan pada artis atau pejabat yang tertangkap.
Seperti inilah gambaran kehidupan dalam masyarakat yang menerapkan sistem kapitalisme. Di dalamnya selalu ada pembelaan terhadap para pemilik kekayaan. Hukum tumpul bila berhadapan dengan kalangan ini. Ditambah lagi kehidupan sekuleristik sebagai anak kandung kapitalisme, yang memisahkan agama dari kehidupan telah nyata terjadi. Masyarakat semakin kacau dan terjerumus dalam kubangan hedonistik yang tak berkesudahan.
Tindak pidana narkoba sekarang ini telah bersifat trans-nasional, yang dilakukan dengan modus operandi yang tinggi, teknologi canggih, didukung jaringan yang kuat dengan jumlah nilai uang yang fantastis. Diperlukan seperangkat aturan yang terintegral dalam sebuah sistem negara yang mampu menangani semua itu. Saatnya sistem Islam diterapkan. Karena hanya Islamlah yang memiliki solusi atas seluruh persoalan kehidupan manusia. Sebagai sebuah ideology yang diturunkan langsung oleh Sang Pencipta, Islam dengan tegas dan jelas memiliki jawaban atas persoalan narkoba yang seakan tidak kunjung selesai ini.
Abdurrahman al-Maliki dalam buku berjudul Nidhomul Uqubat merinci sanksi bagi penjual, pengedar, dan pembeli narkoba sebagai berikut:
• Setiap orang yang memperdagangkan narkotika, seperti ganja (hashis), heroin, dan sejenisnya, dianggap sebagai tindak kejahatan. Pelakunya akan dikenakan sanksi jilid dan penjara sampai 15 tahun, ditambah denda yang akan ditetapkan oleh qadhi.
• Setiap orang yang membeli, menjual, meracik, mengedarkan, menyimpan narkotika, maka ia akan dikenakan sanksi jilid dan dipenjara sampai 5 tahun, ditambah dengan denda lainnya yang lebih ringan.
• Setiap orang yang membuka tempat tersembunyi (terselubung), atau terang-terangan untuk memperdagangkan narkotika (obat-obat bius), maka ia akan dikenakan sanksi jilid dan penjara hingga 15 tahun.
Para ulama menyatakan bahwa hukuman bagi produsen dan pengedar narkoba yang menyebabkan kerusakan besar bagi agama dan masyarakat adalah hukuman mati, berdasarkan firman Allah SWT:
إِنَّمَا جَزَاءُ الَّذِينَ يُحَارِبُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَسْعَوْنَ فِي الْأَرْضِ فَسَادًا أَنْ يُقَتَّلُوا أَوْ يُصَلَّبُوا أَوْ تُقَطَّعَ أَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُمْ مِنْ خِلَافٍ أَوْ يُنْفَوْا مِنَ الْأَرْضِ ۚ ذَٰلِكَ لَهُمْ خِزْيٌ فِي الدُّنْيَا ۖ وَلَهُمْ فِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٌ
Artinya: “Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka di dunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar.” (QS. Al-Maidah: 33)
Memproduksi dan mengedarkan narkoba serta menyelundupkannya di suatu negeri akan menyebabkan kerusakan sangat besar terhadap generasi negeri tersebut. Perbuatan seperti ini termasuk memerangi ajaran Allah SWT dan Rasul-Nya, oleh karena itu hukumannya adalah dengan dibunuh berdasarkan ayat di atas. Terlebih lagi, Islam memerintahkan kepada umatnya untuk menjaga lima hal pokok dalam kehidupan manusia, yaitu agama, jiwa, akal, kehormatan dan harta, dengan seperangkat aturan yang saling terkait satu sama lain. Produsen dan gembong narkoba sesungguhnya dalam perbuatannya telah menghancurkan lima sendi tersebut.
Menjadi sesuatu yang dapat diterima nalar yang sehat ketika seruan penerapan syariat Islam secara kaffah bergema di seluruh pelosok negeri. Karena hanya dengan Islam saja umat manusia akan mulia dan merasakan keadilan dan ketentraman dalam hidupnya. Wallahu A’lam bi Ashowwab.[]