Kemusyrikkan Berbalut Pariwisata

 



Penulis : Sri Indrianti (Pemerhati Sosial dan Generasi)


Pariwisata pada sistem kapitalisme merupakan salah satu sektor penting dalam perekonomian. Hal ini dikarenakan sektor pariwisata dapat menumbuhkan perekonomian masyarakat dan meningkatkan penerimaan negara. Sehingga keberadaan sektor pariwisata saat ini semakin menjamur. Bahkan, di tingkat desa didorong untuk memiliki tempat wisata dengan dalih meningkatkan perekonomian masyarakat. 


Untuk semakin meningkatkan daya tarik pariwisata, maka tradisi lokal kerap diangkat kembali. Salah satu tradisi lokal yang dijadikan objek wisata adalah Larung kepala kerbau yang digelar di bumi menak sopal Trenggalek. Para petani di sekitaran pusat kota menggelar larung kepala kerbau di Dam Bagong di Kelurahan Ngantru, Kecamatan/Kabupaten Trenggalek, Jumat (3/6/2022).


Larung ini bagian dari tradisi tahunan yang digelar warga Kelurahan Ngantru. Menurut bupati Trenggalek yang akrab disapa Mas Ipin, tradisi Larung kepala kerbau ini sebagai wujud syukur atas limpahan berkah para petani. (Surabaya.tribunnews.com, 3/6/2022)


Tradisi Larung kepala kerbau ini jelas merupakan bentuk kemusyrikkan. Dikarenakan masyarakat percaya jika tradisi Larung kepala kerbau ini ditinggalkan dapat menimbulkan marabahaya. Selama ini masyarakat menilai dam atau bendungan Bagong sudah memakmurkan dengan mengairi sawah hingga 840 hektar di dua kecamatan yakni kecamatan Pogalan dan kecamatan Trenggalek. Bahkan hasil panen pun melimpah, yang biasanya panen hanya sekali setahun setelah dibangun dam Bagong menjadi tiga kali panen. Untuk itulah, masyarakat menganggap tradisi Larung kepala kerbau ini sebagai perwujudan  rasa syukur atas panen yang melimpah.


Kapitalisme yang memang menilai segala sesuatu atas dasar manfaat melihat peluang emas datangnya pundi-pundi rupiah dari tradisi Larung kepala kerbau. Tradisi ini pun dijadikan sebagai objek wisata untuk menambah daya tarik wisatawan. Bahkan "Nguri-nguri" budaya lokal semakin marak dilakukan dengan mengesampingkan kemusyrikkan. 


Aktivitas menyelenggarakan tradisi lokal yang mengandung kemusyrikkan tentu saja dilarang. Sebab masyarakat secara tidak sadar menggantungkan masalah rizki dan kejadian yang menimpa mereka kepada selain Allah. Bukankah semestinya hanya Allah-lah yang menjadi tempat bergantung dan meminta perlindungan dari marabahaya?  Mirisnya lagi, para penyelenggara berdalih aktivitas Larung juga  dibarengi dengan pembacaan Al-Qur'an. Bertambah mengkhawatirkan jika tradisi ini terus diselenggarakan sebab mencampuradukkan antar yang benar dan yang salah. 


Islam membolehkan keberadaan sektor pariwisata. Sektor pariwisata ini tidak dipandang dari segi manfaatnya yang dapat meningkatkan perekonomian masyarakat dan penerimaan negara. Namun, sektor pariwisata digunakan untuk meningkatkan keimanan masyarakat. Sebab dengan melakukan tadabbur alam akan semakin menumbuhkan kecintaan kepada Allah SWT. 


Islam melarang sektor pariwisata yang memicu terjadinya kemaksiatan. Apalagi yang bisa membuat masyarakat berpaling dari akidah lurus maka tidak diperbolehkan. Dari sini tampak sekali perbedaan pengelolaan sektor pariwisata dari sisi kapitalisme dan Islam. 


Wallahu a'lam bish showab. []





.

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم