Draft RKUHP Segera Disahkan, Benarkah akan Mebungkam Suara Rakyat?

 



Endah Sulistiowati

Dir. Muslimah Voice


RUU KUHP atau bisa juga disebut RKUHP merupakan rancangan undang-undang yang disusun dengan tujuan untuk memperbaharui atau “meng-update” KUHP yang berasal dari Wetboek van Srafrecht voor Nederlandsch, serta untuk menyesuaikan dengan politik hukum, keadaan, dan perkembangan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara saat ini. Selain itu, RKUHP juga disusun dengan tujuan untuk mengatur keseimbangan antara kepentingan umum atau negara atau kepentingan individu, antara perlindungan pelaku terhadap pelaku dan korban tindak pidana, antara unsur perbuatan dan sikap batin, antara kepastian hukum dan keadilan, antara hukum tertulis dan hukum yang hidup dalam masyarakat, antara nilai nasional dan nilai universal, serta antara hak dan kewajiban asasi manusia. Mulia sekali tujuannya. 


Namun belum lekang dari ingatan kita, September 2019, para mahasiswa dari berbagai Universitas melakukan demonstrasi di beberapa kota di Indonesia. Hal itu terjadi setelah adanya rencana pengesahan beberapa Rancangan Undang-Undang, salah satunya Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau RKUHP ini. Para mahasiswa mengkritisi bahwa dalam RUU KUHP terdapat “beberapa pasal yang kontroversial” dan meminta DPR untuk mengkaji ulang.


Rencananya RKUHP akan disahkan oleh pemerintah dan DPR per Juli 2022 ini. Namun saat tulisan ini dibuat, draf RKUHP belum bisa diakses oleh masyarakat. Padahal masyarakat atau rakyat adalah obyek dari undang-undang yang akan diterapkan. Jika sampai ketuk palu pengesahan RKUHP menjadi undang-undang masyarakat belum juga bisa mengakses drafnya, bukankah ini akan membuka kran kecurigaan bahwa ada "sesuatu yang disembunyikan" dalam RKUHP ini? Meskipun pemerintah berjanji akan tetap membuka draf RKUHP, jika sudah terdapat kesepakatan antara DPR dengan pemerintah. 


Untuk khalayak tahu, pasal-pasal mana saja sebenarnya yang saat tahun 2019 lalu mengalami pro - kontra. Berikut ini adalah beberapa pasal karet yang ditemui dalam draf RKUHP versi 2019 yang dikutip dari artikel di Kompas.com dengan judul "Pasal-pasal Karet RKUHP yang Jadi Sorotan" :

1. Pasal penyerangan martabat Presiden dan Wakil Presiden

Delik tentang penyerangan terhadap harkat dan martabat Presiden dan Wakil Presiden tercantum dalam Pasal 217 sampai Pasal 220 draft RKUHP versi 2019. Pemerintah mengusulkan agar ketentuan tindak pidana penyerangan harkat dan martabat presiden dan wakil presiden pada Pasal 218 Ayat (1) RKUHP bersifat delik aduan dengan ancaman hukuman maksimal 3,5 tahun penjara.


2. Pasal penghinaan terhadap pemerintah

Delik penghinaan terhadap pemerintah diatur dalam Pasal 240 dan Pasal 241 draf RKUHP 2019. Dalam Pasal 240, setiap orang yang menghina pemerintah yang sah dan berakibat terjadinya kerusuhan dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV.

Sedangkan dalam Pasal 241 setiap orang yang menyebarkan materi berisi penghinaan terhadap pemerintah yang sah melalui sarana teknologi informasi diancam pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori V.


3. Pasal penghasutan melawan penguasa umum

Delik itu tercantum dalam Pasal 246 dan Pasal 247 draf RKUHP 2019. Dalam Pasal 246, setiap orang yang menghasut buat melawan penguasa umum dengan tindak pidana atau kekerasan melalui lisan dan tulisan diancam dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori V.

Lalu dalam Pasal 247 disebutkan, setiap orang yang menyebarluaskan hasutan agar melakukan tindak pidana atau melawan penguasa umum dengan kekerasan melalui gambar, tulisan, rekaman, dan sarana teknologi informasi diancam dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak Kategori V.


4. Pasal penghinaan terhadap kekuasaan umum dan lembaga negara

Dalam pasal 353 draft RKUHP versi 2019 disebutkan penghinaan terhadap kekuasaan umum atau lembaga negara diancam dengan hukuman penjara 1 tahun 6 bulan. Sedangkan pada pasal 354 draft RKUHP disebutkan setiap orang yang dengan sengaja menyebarkan materi berisi penghinaan terhadap pemerintah melalui sarana teknologi informasi diancam hukuman penjara selama 2 tahun.


5. Pasal hukum yang hidup (The Living Law)

Pasal 2 ayat (1) dan pasal 598 RKUHP draf 2019 diatur tentang hukum yang hidup di masyarakat. Menurut pasal itu, masyarakat bisa dipidana bila melanggar hukum yang berlaku di suatu daerah. Pasal ini dikhawatirkan akan memunculkan potensi kriminalisasi.


6. Pasal kumpul Kebo (kohabitasi)

Pemerintah juga mengusulkan mencabut ketentuan dalam draf RKUHP lama yang yang mengatur bahwa pasangan yang hidup tanpa status pernikahan (kumpul kebo atau kohabitasi) dapat dipidana atas aduan kepala desa.


Berdasarkan dokumen berjudul 'Isu Krusial RUU KUHP' yang dirilis Kemenkumham, RKUHP akan mengatur praktik kumpul kebo hanya bisa diproses hukum atas pengaduan suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan; atau orangtua atau anaknya bagi orang yang tidak terikat perwakinan.


Hal itu tercantum dalam ketentuan yang tertuang dalam Pasal 418 Ayat (2) draf RKUHP. "Dirumuskan sebagai delik aduan dan pengaduan dibatasi hanya dapat diajukan oleh orang-orang yang paling terkena dampak," demikian bunyi keterangan pemerintah dalam dokumen tersebut.


7. Pasal penyiaran berita bohong

Dalam Pasal 262 RKUHP draf 2019 disebutkan, setiap orang yang menyebarluaskan berita bohong diancam hukuman penjara selama 4 tahun penjara. Selain itu, pasal 263 menyebutkan pihak yang menyiarkan kabar yang tidak pasti, berlebih-lebihan dan bisa meyebabkan keonaran di masyarakat diancam hukuman penjara maksimal 2 tahun.


8. Pasal penghinaan terhadap pengadilan (contemp of court)

Delik itu diatur dalam Pasal 281 RKUHP draf 2019. Pasal itu menyatakan bahwa seseorang yang tidak bersikap tidak hormat atau tidak berpihak ke hakim diancam hukuman penjara selama 1 tahun.


Kemudian, seseorang yang apabila merekam dan mempublikasikan sesuatu yang dianggap mempengaruhi independensi hakim di pengadilan juga diancam hukuman penjara selama 1 tahun.


9. Pasal penghinaan agama

Dalam Pasal 304 RKUHP disebutkan setiap orang yang melakukan penistaan agama di depan umum diancam dengan hukuman penjara selama 5 tahun.


10. Pasal pencemaran nama baik

Dalam pasal 440 RKUHP disebutkan setiap orang yang melakukan pencemaran nama baik diancam dengan hukuman pidana penjara selama 9 hingga 1 tahun 6 bulan penjara.


Itulah pasal-pasal berbahaya di draft RKHUP yang tidak boleh dibiarkan lolos disahkan begitu saja. Pasal-pasal, termasuk penghinaan terhadap pemerintah dll bisa mematikan demokrasi dan upaya kritis terhadap kebijakan pemerintah.


Mengapa masyarakat perlu tahu draf RKUHP versi 2022? 


Siapa yang menjadi obyek hukum ketika hukum itu disusun dan disahkan? Tentu saja masyarakat! Jika masyarakat yang menjadi obyek hukum sampai tidak mengetahui undang-undang seperti apa yang akan diberlakukan untuk mereka, bagaimana masyarakat, para pengamat, ataupun para ahli bisa menyikapi sebuah undang-undang? Apa iya, masyarakat harus dipaksa menerima? Sehingga maklumkan kalau banyak kalangan mempertanyakan sikap pemerintah dan DPR ini, seakan-akan ada poin atau pasal yang disembunyikan. 


Jika sampai jelang diketuknya palu untuk disahkannya RKUHP menjadi UU adalah RKUHP tahun 2019, tentu hal ini akan semakin melegitimasi bahwa pemerintah sekarang adalah rezim yang otoritarian, anti kritik, anti koreksi, dan selalu benar. 


Belum lagi pasal-pasal dalam RKUHP yang berpotensi membungkam dan menggebuk lawan politik dan masyarakat yang bersebrangan dengan rezim. Apa ini tidak akan semakin melebarkan jurang ketimpangan terhadap hubungan pemerintah/penguasa dengan rakyatnya? []


 


*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم